Manisnya Gula Cair dari Singkong
“Jika kita hanya fokus mengolah singkongnya, maka hanya 20% dari tanaman singkong yang dimanfaatkan. “
JAKARTA - Selama ini, gula dikenal berasal dari tebu.
Padahal, banyak sumber bahan lain yang bisa diolah untuk menghasilkan gula.
Karena itu, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen (BB Pascapanen), Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian, mengembangkan teknologi untuk menghasilkan gula cair dari singkong.
Baca juga: Petani Gunungkidul Panen Raya Singkong
Peneliti BB Pascapanen, Agus Budiyanto mengatakan, kebutuhan gula di Indonesia makin lama semakin meningkat.
Alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan memanfaatkan secara maksimal sumber gula dari bahan non tebu.
“Untuk memproduksi gula, bahan yang bisa dimanfaatkan antara lain tebu, sorgum manis, kelapa, aren dan nipah yang diambil dari niranya. Sumber gula lain adalah bahan berpati seperti sagu, ubi jalar, jagung, kentang, sorgum, dan singkong,” terang Agus dalam keterangan tertulis Balitbangtan belum lama ini.
Saat ini, BB Pascapanen telah mengembangkan teknologi sederhana untuk menghasilkan gula cair dari pati singkong.
Untuk menghasilkan gula cair, pati singkong harus mengalami proses likuifikasi, sakarifikasi, dan evaporasi.
Agus menerangkan, langkah pertama untuk pembuatan gula cair yaitu dengan mencampurkan pati singkong dan air dengan perbandingan 1:3 atau 1 kilogram pati singkong dan dicampur 3 liter air.
Aduk cairan tersebut sampai tidak ada gumpalan.
Selanjutnya yaitu proses likuifikasi, dengan cara memanaskan cairan dan memasukkan enzim alfa amilase.
Perbandingannya yaitu 1 mililiter enzim alfa amilase untuk 1 kilogram pati singkong.
Agus memberi catatan, agar pati tidak menggumpal menjadi semacam lem, disarankan agar mencampurkan enzim alfa amilase sebelum dipanaskan selanjutnya diaduk hingga merata.
Saat proses pemanasan, campuran pati akan terjadi perubahan warna secara bertahap dari putih hingga warna kecokelatan.
Apabila saat mendidih masih terdapat bintik-bintik berwarna putih, lanjutnya, pemanasan tetap dilakukan sampai bintik-bintik putih menghilang.
Setelah itu, hentikan pemanasan saat warnanya coklat jernih.
Lalu, cairan didinginkan sampai suhu sekitar 60 derajat Celcius, kemudian dimasukkan enzim amiloglukosidase dengan perbandingan 1 mililiter enzim amiloglukosidase untuk 1 kilogram pati ubikayu dan diaduk selama 5-10 menit.
Selanjutnya diamkan minimal selama 24 jam, pada roses tahap ini disebut sakarifikasi.
Setelah proses sakarifikasi, cairan ditambah dengan arang aktif sebanyak 0,5% dan dipanaskan pada suhu 100 derajat celsius selama 5 menit.
Cairan selanjutnya disaring dengan kain yang rapat dan tebal seperti kain berbahan jins.
Proses penyaringan ini akan menghasilkan gula cair dengan dengan total kepadatan terlarut sekitar 20-25 derajat brix.
“Karena masih rendah kadar brix-nya, kita lakukan evaporasi. Dengan proses ini kita akan mendapatkan gula cair singkong dengan kadar 65-70 derajat brix,” terang Agus.
Saat ini, pengembangan singkong di Indonesia bisa dibilang cukup tinggi.
Teknologi pengolahan gula cair dari ubi kayu ini pun bisa menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan gula di Indonesia.
Kepala BB Pascapanen Dr. Prayudi Samsuri mengatakan, dalam mengembangkan suatu inovasi teknologi, pihaknya selalu melihat pohon industri dari komoditas pertanian.
“Jika kita hanya fokus mengolah singkongnya, maka hanya 20% dari tanaman singkong yang dimanfaatkan. Dengan pohon industri kita coba sama-sama kembangkan sehingga kita bisa memberi nilai tambah dari suatu komoditas,” terangnya.
Baca juga: Ubi Jalar, Si Sumber Karbohidrat
Sebelumnya, Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry menyebut, singkong atau ubi kayu merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama disebabkan karena tingginya permintaan akan tapioka.
“Oleh karenanya selain padi, jagung, dan kedelai, ke depan ubi kayu bisa menjadi komoditas strategis nasional,” ujarnya.