“Data dan informasi biologi ngengat masih sangat sedikit. Informasi yang relatif lengkap hanya pada jenis-jenis ngegat hama pertanian, perkebunan, dan kehutanan.”
JAKARTA - Indonesia memiliki keanekaragaman ngengat yang tinggi.
Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 12.000 jenis atau lebih dari 5% dari total jenis Lepidoptera di dunia atau sekitar 160.000 jenis.
Namun, tidak seluruh kelompok ngengat merupakan hama.
Baca juga: Ratusan Hiu menjadi Korban Vaksin
Beberapa kelompok ngengat Larvae geometridae atau yang juga dikenal sebagai perampas daun atau defoliator tumbuhan hutan, tidak dikategorikan sebagai hama.
Bahkan, kelompok ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan vegetasi hutan.
Selain itu, peran penting ngengat lainnya yaitu sebagai penyerbuk, penghasil benang sutra, bio indikator, dan sumber protein.
Di sisi lain, potensi keragaman ngegat yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan data dan informasi yang lengkap.
“Data dan informasi biologi ngengat masih sangat sedikit. Informasi yang relatif lengkap hanya pada jenis-jenis ngegat hama pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Informasi biologi hanya dapat diungkap dengan penguasaan pengetahuan sistematika,” ungkap peneliti bidang zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dr. Hari Sutrisno, belum lama ini seperti melansir keterangan tertulis LIPI.
Dalam paparan orasinya yang berjudul Peran Sistematika Ngengat untuk Mendukung Keefektifannya dalam Pengendalian Hama, Hari menjelaskan, pengetahuan sistematika yang kuat terbukti mampu mengungkap keanekaragaman dan komposisi jenis ngengat dalam ekosistem tertentu, bahkan dapat menilai ekosistem mengalami gangguan akibat kegiatan manusia.
“Berdasarkan data, kita dapat memprediksi kemungkinan terjadinya ledakan populasi hama jenis tertentu di suatu kawasan dan mengungkap jenis hama ngengat baru maupun catatan hama baru. Seluruh informasi sistematika ini akan meningkatkan keefektifan pengendalian hama terpadu, karena kesuksesan pengendalian hama sangat tergantung dari penguasaan sistematika hama,” imbuh Profesor Riset LIPI yang ke-147 tersebut.
Kajian mengenai sistematika ngengat sendiri telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda, hingga saat ini.
Meski begitu, dirinya berharap, prioritas pengembangan penelitian ngengat ke depan lebih diarahkan pada pengungkapan jenis-jenis ngengat yang ada di kawasan bagian timur Indonesia.
Selain pengembangan data base genomik, integrasi sistem digital, sistem kendali, dan sistem informasi juga memiliki peran penting untuk pemecahan persoalan ngengat di masa yang akan datang.
“Penerapan artificial intelligence atau barcoder dan biosensor mulai banyak diaplikasikan untuk mengungkapkan identitas sebuah jenis hama dan monitoring keberadaannya. Perlu sinergi antara ahli biosistematika, bioinformatika, dan ahli sistem kendali untuk menghasilkan alat ini,” terang Hari.
Baca juga: Kurang Sehatnya Ekosistem Perairan Indonesia
Hari menegaskan, ngengat sebagai bioindikator lingkungan dapat berfungsi sebagai bagian dari “early warning system” yang dapat mencegah kerusakan ekosistem dan ledakan hama di sebuah kawasan.
Informasi sistematika ngengat juga sangat diperlukan untuk melakukan negosiasi perdagangan produk segar hasil pertanian.
“Sebagai negara pengekspor pertanian, kita harus mampu menyusun daftar jenis hama yang berpotensi terbawa oleh produk ekspor. Selain itu, kita harus mampu menyediakan informasi tentang strategi pengelolaan hama secara lengkap dengan bukti-bukti ilmiah. Saya yakin melalui penguasaan sistematika ngengat yang kuat, peningkatan produksi pertanian dan volume ekspor produk pertanian ke mancanegara bisa ditingkatkan,“ tutupnya.