Waspada Dampak dari La Nina
“Aktivitas La Nina dan MJO pada saat yang bersamaan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.”
JAKARTA - Curah hujan yang cukup tinggi baru-baru ini dirasakan oleh masyarakat di tanah air.
Banjir, longsor, hujan lebat disertai angin yang kencang, serta kilat petir yang memekakkan telinga, diakui oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai salah satu tahap awal terjadinya fenomena La Nina.
La Nina sendiri merupakan fenomena iklim yang berlawanan dengan El Nino.
Baca juga: Lahan Gambut untuk Produksi Pangan
La Nina terjadi ketika turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata-rata.
Peristiwa ini menyebabkan terjadinya anomali cuaca berupa peningkatan curah hujan yang dahsyat dan sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara dua hingga tujuh tahun.
Berdasarkan kondisi tersebut, BMKG memperkirakan, periode seminggu ke depan akan terjadi peningkatan curah hujan yang lebih tinggi dengan disertai kilat, petir, dan angin yang cukup kencang.
Periode ini diperkirakan akan terjadi sejak 18-24 Oktober 2020.
Melansir dari situs Kementerian Kesehatan RI, La Nina disebabkan oleh suhu permukaan laut pada bagian barat dan timur Pasifik yang menjadi lebih tinggi daripada biasanya.
Kejadian tersebut pun menyebabkan tekanan udara pada ekuator Pasifik barat menurun yang mendorong pembentukkan awan berlebihan dan menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terpengaruh.
BMKG menghimbau masyarakat untuk waspada akan datangnya dampak perubahan cuaca akibat gelombang Madden Julian Oscillation (MJO) ini.
MJO merupakan penjalaran gelombang atmosfer ekuator dari barat ke timur.
Hasil analisis kondisi dinamika atmosfer terkini menunjukkan, adanya aktivitas MJO di atas wilayah Indonesia, yang merupakan klaster awan berpotensi hujan.
“Aktivitas La Nina dan MJO pada saat yang bersamaan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia," kata Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto seperti melansir ANTARA pada Minggu (18/10) kemarin.
La Nina akan sangat terasa dampaknya bagi kota dan daerah yang tidak mempunyai resapan air yang bagus, misalnya seperti kawasan DKI Jakarta.
Hujan yang terjadi selama beberapa jam sudah cukup untuk membuat Jakarta tergenang banjir.
La Nina juga terasa di beberapa kota dan daerah di Indonesia seperti Kota Solo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Cilacap, dan wilayah lainnya, yang akan membuat potensi banjir dan longsor di daerah tersebut jauh lebih meningkat.
Fenomena La Nina di bidang sektor pertanian, dapat berdampak positif, pasalnya para petani tak perlu lagi khawatir dalam hal pengairan sawah.
Namun, dampak negatif tentu akan banyak dirasakan oleh para petani dengan kerugian, serta hilangnya banyak materi akibat banjir di lahan pertanian maupun pada lahan perkebunan.
Baca juga: Manfaatkan Hutan sebagai Ketahanan Pangan
Tak hanya petani yang merasakan dampak dari La Nina, dampak lain akan dirasakan oleh nelayan dengan berkurangnya tangkapan ikan.
Hal itu dikarenakan kurangnya kandungan klorofil-a yang merupakan makanan ikan di lautan.
Selain wilayah DKI Jakarta, kondisi ini juga berpotensi terjadi di Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.