Rainbowfish, Si Cantik dari Sulawesi
“Kondisi tersebut menyebabkan penurunan populasi, sehingga M. ladigesi masuk dalam daftar IUCN termasuk spesies kategori terancam punah.”
JAKARTA - Indonesia memiliki sumber daya ikan hias jenis asli maupun endemik, sebagai komoditas yang telah lama diminati masyarakat.
Salah satu jenis ikan hias asli Indonesia yaitu ikan pelangi.
Ikan ini memiliki dua golongan yang tersebar di daerah Papua dan Sulawesi.
Di Papua, ikan pelangi dikenal dengan istilah Rainbowfish yang umumnya berasal dari famili Melanotaeniidae.
Sedangkan ikan pelangi di Sulawesi berasal dari famili Telmatherinidae.
Baca juga: Berkenalan dengan Ikan Banggai Cardinal
Satu-satunya Telmatherinidae yang terdapat di sungai yaitu, Marosatherina ladigesi.
Ikan ini merupakan salah satu komoditas ikan hias yang dikenal dengan nama Celebes rainbow atau pelangi sulawesi dan sangat terkenal di luar negeri, terutama di wilayah Eropa.
Di daerahnya, ikan yang berasal dari wilayah Maros ini dikenal dengan nama ‘ikan beseng-beseng.’
Saat ini, para eksportir lokal makin sulit memperoleh ikan ini di habitatnya.
Hal tersebut dikarenakan perubahan penggunaan penggalan sungai yang awalnya sebagai sungai alami, berubah menjadi tempat penggalian pasir atau fungsi lainnya.
Selain itu, akitivitas penangkapan terhadap ikan ini bisa dibilang berlebihan.
Biasanya, para pemburu ikan ini menggunakan sistem penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan racun (tuba).
“Kondisi tersebut menyebabkan penurunan populasi, sehingga M. ladigesi masuk dalam daftar IUCN termasuk spesies kategori terancam punah,” ujar Dra. Djamhuri S. Said, peneliti dari Pusat Peneliti Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam keterangan tertulis belum lama ini.
Djamhuriyah menjelaskan, ikan hias pelangi dari Sulawesi memiliki tubuh berwarna zaitun agak transparan.
Terdapat garis hitam memanjang pada masing-masing cuping sirip ekor.
Pada ikan jantan, jari-jari bagian depan sirip dubur dan sirip punggung kedua berwarna hitam, memanjang, dan terpisah dari bagian sirip lainnya.
Sedangkan sirip bagian dalamnya berwarna kuning.
Namun, sebagian populasi memiliki sirip dada yang tepinya berwarna hitam.
Ikan ini memiliki ukuran tubuh sekitar 8 sentimeter.
Sedangkan ikan betina, memiliki penampilan relatif lebih pudar, sirip punggung kedua cenderung lebih pendek.
Bentuk tubuhnya cenderung silindris, ukuran tubuh relatif pendek.
“Ikan jantan umumnya lebih disenangi peminat ikan hias, karena warnanya yang lebih cemerlang dan gerakannya yang lebih atraktif. Ikan ini memiliki keistimewaan sendiri, selain endemis juga sebagai spesies tunggal,” jelasnya.
Selain itu, LIPI juga mengamati tingkah laku ikan pelangi saat kawin.
Menurut Djamhuriyah, pembuahan ikan dilakukan secara eksternal atau di luar tubuh.
Setelah mengeluarkan telur, telur ikan akan menyebar dan menempel pada substrat.
Ikan ini juga memiliki sifat hidup bergerombol
Djamhuriyah menambahkan, jumlah individu ikan betina lebih banyak daripara ikan jantan.
“Diduga pada fase tertentu (fase anak atau dewasa) ikan ini hidup dalam segmen tertentu dari suatu wilayah sungai, atau terlindung oleh vegetasi tanaman dan berarus pelan dan dangkal,” imbuhnya.
Dirinya mengatakan, ikan hias pelangi sulawesi merupakan penghuni sungai, satu tipe dengan ekosistem perairan yang mengalir.
Namun, pada kenyataannya populasi ikan-ikan ini lebih banyak ditemukan pada bagian-bagian lubuk dari sungai, yang dicirikan oleh pola aliran air yang relatif lambat.
Wilayah-wilayah parung sungai, yang merupakan bagian sungai yang mengalir deras, merupakan tempat mencari pakan bagi ikan-ikan tersebut.
“Ikan-ikan tersebut berdistribusi selain di wilayah Maros, juga sampai ke Kabupaten Pangkajene Kepulauan (PangKep), Kabupaten Goa, Bone, Sanrego, dan Sopeng Sulawesi Selatan. Kondisi habitat yang disenangi adalah air jernih dengan suhu antara 20-25 derajat celsius, pH air pada angka 7 atau lebih, baik pada wilayah berbatu maupun bervegetasi. Ikan ini menikmati suasana sungai yang dangkal maupun sampai kedalaman 1,5 meter,” ungkapnya.
Untuk menyelamatkan ikan pelangi Sulawesi dari kepunahan, LIPI pun melakukan beberapa penelitian.
Diantaranya, dengan cara pengembangan di habitat buatan dengan teknologi domestikasi.
Teknologi domsestikasi sendiri yaitu kegiatan atau aktivitas manusia dengan mengambil atau mengangkat kehidupan liar ikan hias dari alamnya untuk dipelihara pada kondisi terkontrol dan dikembangbiakkan dalam habitat buatan.
“Akan tetapi dalam proses domestikasi masih menghadapi kendala seperti pertumbuhan yang relatif lambat, ketahanan hidup yang rendah, dan juga reproduksi yang belum optimal. Untuk itu, dilakukan penelitian perbaikan sistem reproduksi (seperti rasio kelamin dalam bereproduksi), percepatan pertumbuhan, peningkatan penampilan warna dengan kesesuaian pakan, kesesuaian lingkungan optimum,” jelas Djamhuriyah.
Habitat semi insitu atau semi exsitu yang dibuat, nantinya akan menjadi bagian dari habitat alaminya di sungai.
Air sungai lalu dibelokkan, kemudian masuk ke suatu lokasi yang terkontrol.
Kondisi fisika kimia airnya juga dibuat sama dengan habitat alami.
Setelah melewati area terkontrol, air sungai akan kembali mengalir secara alami.
Baca juga: Mengenal Gabus Termahal di Dunia
“Pengembangan secara semi in situ ini sangat baik bagi ikan terutama dalam hal masa adaptasi ikan yang relatif singkat, sehingga ikan mampu bereproduksi secara alami. Kemudian kebutuhan pakan juga mudah karena mengandalkan sumber daya dari areal asli berupa bentik, serangga air yang berkembang sendiri. Sistem semi insitu ini dinyatakan berhasil,” ungkapnya.
Selain itu, keunggulan dari ikan hasil domestikasi yaitu, kelangsungan hidup yang lebih tinggi daripada ikan yang ditangkap langsung dari alam.
“Ikan lebih adaptif terhadap lingkungan baru, penampilan warna yang lebih cerah, ikan dapat diproduksi secara massal dan produksi tidak tergantung dari tangkapan dari alam,” pungkasnya.