• 24 April 2024

Mengangkat Kembali Rojolele

uploads/news/2019/09/demi-mengangkat-kembali-popularitas-928543f5dd02121.jpg

Saatnya beras rojolele kembali berjaya!

 

KLATEN - Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Dengan luas wilayah mencapai 655,56 km2, berbagai potensi di Klaten dianggap mampu berkembang dengan baik, salah satunya di sektor pertanian.

Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Klaten terus menggenjot hasil produksi pertanian untuk mendukung program pemerintah pusat mewujudkan ketahanan pangan. Nah, untuk mendukung peningkatan produksi bahan pangan yaitu padi, jagung, kedelai, Pemkab Klaten berupaya memperluas lahan tanam.

Sejak 2015, Pemkab Klaten telah memperluas lahan tanam dari rata-rata 61.000 hektare menjadi 66.866 hektare dan bertambah lagi di 2016 dan 2017 menjadi 73.304 hektare. Sementara untuk pencapaian produksi padi hingga Desember 2016 telah menembus 420.000 ton gabah kering giling (GKG) atau 250.000 ton beras. Angka ini dinaikkan 25 ton GKG hingga Januari 2017.

Dinas Pertanian Klaten sendiri optimis hasil produksi padi tahun ini akan mencapai surplus. Untuk produksi jagung dengan sasaran luas lahan tanam pada pada 2017 sekitar 12.500 hektare. Luas lahan tanam tersebut naik dari total luas tanam lahan pada 2016 yang hanya 11.846 hektare.

Mengenai target produksi, tahun ini mencapai 10 ton atau naik dari tahun lalu yang hanya 8,8 ton. Sedangkan untuk kedelai, dari kebutuhan 12 ton per tahun, bisa terpenuhi lebih dari 20%. Guna memaksimalkan hasil produksi pertanian khususnya padi. Pemkab Klaten saat ini mengaku fokus untuk mengembangkan padi varietas rojolele.

Hal itu diharapkan dapat mengangkat kembali padi lokal yang pernah berjaya pada era 1990-an tersebut. Padi rojolele sendiri merupakan padi asal Klaten yang memiliki cita rasa khas dan disukai masyarakat Indonesia.

Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengatakan jika Pemkab Klaten telah bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam pengembangan padi varietas rojolele. Kerjasama yang dimulai sejak 2013 itu kini mulai membuahkan hasil.

Lewat penelitian itu, padi varietas rojolele yang sebelumnya memiliki umur panen mencapai enam bulan, kini bisa dipanen saat umur 110 hari. Begitu juga dengan ketinggian tanaman yang semula mencapai 180 cm, kini menjadi 110 cm, sehingga tidak mudah roboh. 

Tahap penelitian selanjutnya, menurut Sri Mulyani, berfokus pada ketahanan tanaman terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama hama wereng coklat dan bakteri lainnya. Walau masih dalam tahap penelitian, Sri Mulyani optimis jika padi rojolele lebih tahan lama dari sebelumnya. Selanjutnya varietas rojolele akan disebarluaskan untuk dibudidayakan.

“Klaten dikenal sebagai daerah penghasil beras rojolele. Untuk itu harus dibangkitkan. Saya berharap dari penelitian ini akan memunculkan padi rojolele yang berkualitas. Sehingga ke depan bisa dinikmati masyarakat secara luas,” katanya baru-baru ini.

Sedangkan dalam menjaga dan mengangkat kembali popularitas padi rojolele, Sri Mulyani juga memiliki gagasan untuk membuat pasar beras yang berlokasi di Terminal Delanggu. Nantinya, aneka jenis beras terutama beras rojolele akan tersedia di sana.

Selain membuat pasar beras, ke depannya, Sri mulyani juga berencana mendorong pelaku usaha di bidang kuliner untuk menggunakan beras rojolele sebagai menu utama. Sementara itu, Kepala Kelompok Pemuliaan Tanaman Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) BATAN, Subrizal, mengatakan jika penelitian rojolele sudah dimulai sejak 2013.

 Sebagai tahap awal, penelitian dilakukan dengan membuat keragaman tanaman menggunakan sinar gamma hingga terjadi mutasi genetik hingga memunculkan ragam variasi. Tahap kedua, lanjutnya, dari keragaman tanaman tersebut, kemudian dipilih yang terbaik lalu dimurnikan.

Pada tahap pemurnian ini membutuhkan waktu beberapa generasi. Saat ini, rojolele telah menginjak generasi ketujuh dan telah memperoleh galur yang seragam atau galur harapan. Tahap ketiga, yaitu pengujian ketahanan tanaman terhadap hama penyakit. Penelitian selama ini dilakukan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Jawa Barat.

“Tujuan dari penelitian adalah perbaikan varietas padi rojolele yang semula berumur panjang yakni sekitar enam bulan dengan tinggi mencapai 180 cm menjadi berumur jauh lebih pendek yaitu 110 hari dengan ketinggian 110 cm. Perbaikan variets ini tidak mempengaruhi rasa,” pungkasnya.

Related News