Menggali Potensi Minyak Ikan Indonesia
“Potensi minyak ikan Indonesia tergolong sangat besar yakni di atas 12.000 ton per tahun. Namun, terdapat beberapa masalah dan tantangan dalam pengembangannya, karena masih tergantung hasil tangkap dan belum memenuhi standar pangan.”
JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Dr. Sugeng Heri Suseno, meyakini jika potensi minyak ikan Indonesia sangat besar.
Apalagi, minyak ikan memiliki kandungan omega 3 yang berperan penting dalam kesehatan dan nutrisi manusia.
Kebutuhan minyak ikan dunia pun juga dikabarkan terus meningkat, sehingga dengan kekayaan sumber perikanan, potensi ekspor minyak ikan Indonesia juga dapat ditingkatkan.
“Potensi minyak ikan Indonesia tergolong sangat besar yakni di atas 12.000 ton per tahun. Namun, terdapat beberapa masalah dan tantangan dalam pengembangannya, karena masih tergantung hasil tangkap dan belum memenuhi standar pangan. Di samping itu, belum ada Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pangan dan suplemen makanan dari minyak ikan serta produsen belum mengenal uji oksidasi sekunder yang penting bagi penentuan kualitasnya,” jelasnya dalam keterangan tertulis IPB University belum lama ini.
Sayangnya, pemerintah belum menetapkan produksi minyak ikan sebagai salah satu program utama.
Padahal, kandungan omega 3 pada ikan laut seperti sarden, tuna, dan kakap amat tinggi, bahkan pada by product.
Prof. Sugeng memandang, kualitas minyak ikan Indonesia masih sekedar kualitas pakan dan belum murni atau masih kasar.
Ia menyebutkan, setidaknya terdapat beberapa strategi kemandirian minyak ikan nasional yang dapat diterapkan pemerintah.
Misalnya, optimalisasi by product pengolahan produk perikanan.
Penelitian mengungkapkan, kandungan omega 3 pada ekor tuna yang sering dibuang sebagai limbah, luar biasa tinggi, mencapai 29.44%.
Dengan meningkatkan nilai tambah hasil pengolahan ikan tuna, prediksi keuntungan dapat mencapai angka Rp3,8 miliar per bulan dengan kapasitas produksi 20 ton ikan tuna per hari.
Kapasitas tersebut dapat menghasilkan 96 ton minyak kasar yang setara dengan 76 kilogram minyak murni.
Melalui pemurnian, harga minyak kasar yang tadinya Rp20.000 per kilogram akan berlipat ganda hingga Rp4.000.000 per kilogram dalam bentuk softgel.
“Nah, ini pentingnya bagaimana untuk meningkatkan nilai tambah produk, sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa,” tuturnya.
Tindakan strategis lain yaitu dengan monitoring dan melakukan pengujian minyak ikan komersial, serta membuat tindak lanjut hasil perumusan SNI minyak ikan konsumsi dan menyusun SNI metode pengujian p-anisidin.
Perumusan SNI tersebut telah dikerjakan bersama dengan Tim Komtek KKP.
Mengusulkan dan memasukkan nama minyak ikan Indonesia pada nomenklatur codex, seperti minyak ikan sarden dan minyak ikan tilapia.
Ikan sarden dan nila merupakan usulan potensial yang diajukan untuk tata nama minyak berdasarkan kandungan omega 3 yang tinggi, rendemen, dan ketersediaan bahan baku.
Minyak ikan sarden sendiri telah masuk ke dalam kategori perdagangan tinggi dengan kapasitas produksi 10.000 ton per tahun.
Bahkan, kandungan omega 3-nya lebih tinggi daripada minyak ikan salmon.
Karena itu butuh rencana pembentukan laboratorium penelitian minyak ikan nasional, serta menemukan dan mengimplementasi teknologi pemurnian minyak ikan, yang juga turut dikerjakan dengan didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).