“Praktek secara sederhana, metode ini sama dengan melakukan pengukusan lada putih off flavor, menggunakan alat kukusan dapur pada kondisi air telah mendidih sempurna dengan api konstan.”
JAKARTA - Sahabat Tani pastinya sudah tidak asing dengan lada atau merica.
Tanaman yang juga dikenal dengan sebutan The King of Spice ini, merupakan tanaman yang telah ditemukan dan dikenal sejak puluhan abad yang lalu.
Lada (Piper nigrum) banyak tumbuh di wilayah tropis Asia Tenggara.
Biji lada sendiri, merupakan salah satu jenis komoditas perdagangan dunia.
Baca juga: Lada Hitam dapat Mengendalikan Hama
Hampir 80% mayoritas lada dunia, terpenuhi dari kegiatan ekspor Indonesia.
Tingginya permintaan dunia akan ekspor biji lada dan harganya yang masuk dalam jajaran termahal, telah menjadi salah satu sumber utama devisa negara yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia.
Apa lagi, pemanfaatan biji lada dalam bidang pangan dan kesehatan cukup luas, karena lada mengandung beberapa senyawa kimia yang secara aktif dapat dihasilkan oleh biji lada.
Seperti senyawa kimia piperin, piperin dan chavicin, yang telah diklaim oleh para peneliti sebagai senyawa yang berperan menimbulkan sensasi pedas dan hangat.
Selain itu, lada juga mengandung senyawa minyak atsiri yang bersifat volatil (mudah menguap), yaitu jenis minyak terpen yang mampu melepaskan aroma khas dari lada.
Senyawa volatil lainnya yang ditemukan dalam biji lada yaitu, senyawa kimia dari gugus ester dan senyawa turunan asam lemak seperti heksanal, nonenal, dan non-edienal, serta monoterpen.
Lada kerap dimanfaatkan sebagai aromaterapi, karena aroma yang dihasilkan oleh biji lada dapat dihirup oleh sistem pernafasan kita, sehingga mampu memberikan efek menenangkan perasaan.
Biji lada biasanya diperoleh dari tanaman lada yang memiliki umur tanam setelah tiga tahun tanam hingga berumur 15 tahun, dengan kondisi pemeliharaan yang baik.
Pada umur tanam tiga tahun, bunga yang keluar hingga menjadi buah masak berwarna kuning kemerah-merahan memerlukan waktu sekitar 7-9 bulan.
Dengan demikian, investasi bisnis budidaya lada sudah dapat mulai menghasilkan pendapatan setelah sekitar 3,5 tahun.
Biji lada yang dipanen, dapat dijadikan menjadi dua jenis produk yaitu lada hitam dan lada putih.
Lada hitam merupakan buah lada segar yang telah dipanen, kemudian diolah dengan cara dikeringkan bersama dengan kulit buahnya,
Proses lada hitam dilakukan tanpa pengupasan, sehingga warna biji lada hitam dan permukaan biji lada kasar mengkerut-mengkerut.
Sedangkan lada putih merupakan buah lada segar hasil panen yang diproses melalui metode perendaman dalam air, pengupasan kulit buah, pencucian biji lada, yang dilanjutkan dengan proses pengeringan biji lada menggunakan sinar matahari ataupun mesin pengering oven.
Lada putih sendiri memiliki rasa yang lebih pedas daripada lada hitam.
Namun, rasa lada putih tidak sekaya rasa lada hitam yang memiliki rasa lebih kompleks dan khas.
Proses pengolahan pascapanen lada putih melalui tahap perendaman buah lada segar ke dalam air ini, merupakan proses pengolahan secara tradisional yang telah dilakukan oleh petani lada sejak dahulu.
Para petani melakukan perendaman buah lada segar di dalam air sungai mengalir, air kolam, maupun di dalam wadah drum besar yang diisi air.
Metode yang terakhir yaitu, merendam buah lada segar di dalam wadah besar, yang merupakan metode paling mudah dan praktis dilakukan oleh para petani.
Hal itu, dikarenakan para petani tidak perlu karung atau kantong untuk menampung buah lada dan mengangkutnya ke sumber air di sungai, bahkan tidak perlu mencari atau membuat kolam.
Berbekal drum bekas atau bak ember berukuran besar, petani sudah dapat digunakan untuk merendam buah lada.
Proses perendaman ini bertujuan untuk melunakkan bagian kulit buah lada sehingga memudahkan proses pengupasan.
Adapun waktu perendaman yang digunakan para petani pada umumnya sekitar tujuh hingga 14 hari, tanpa mengganti air rendaman ataupun dengan menggantinya setiap hari.
Namun, kondisi perendaman dalam waktu yang cukup lama tanpa mengganti air rendaman tersebut, telah menyebabkan tumbuhnya bakteri secara tidak terkendali.
Pertumbuhan bakteri ini menyebabkan pencemaran lingkungan yaitu, munculnya aroma tak sedap yang menyimpang (off flavor), menyerupai bau kotoran tinja (feces).
Proses pengeringan juga tergantung pada intensitas sinar matahari, sehingga pada umumnya biji lada yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi.
Tingginya kadar air ini, mempengaruhi proses distribusi maupun penyimpanan, yang berujung munculnya pertumbuhan jamur pada biji lada.
Lalu bagaimana menyelamatkan si raja rempah ini?
Karena, jika dijual harga biji lada yang memiliki bau akan sangat jatuh dan dibuang pun sayang.
Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen (BB Pascapanen), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian (Kementan), Hernani mengatakan, lada yang memiliki bau menyimpang (off flavor), dapat diolah kembali (re-proses) secara aman dan tidak membahayakan kesehatan tubuh manusia.
“Selain itu, prosesnya juga sederhana, praktis, dan dapat dilakukan di tingkat petani menggunakan peralatan sederhana,” ujarnya dalam keterangan resmi Balitbangtan belum lama ini.
Hernani menyebut, BB Pascapanen menggunakan teknologi sederhana untuk memproses penanganan ulang atau proses lada putih, yaitu dengan memaparkan lada putih pada uap panas yang bersuhu antara 90-100 derajat celcius selama 30-60 menit.
“Praktek secara sederhana, metode ini sama dengan melakukan pengukusan lada putih off flavor, menggunakan alat kukusan dapur pada kondisi air telah mendidih sempurna dengan api konstan,” ujarnya.
Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pengeringan di bawah sinar matahari atau dapat menggunakan mesin pengering oven pada suhu sekitar 50-60 derajat celcius, sampai biji lada kering dengan kadar air di bawah 10%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti BB Pascapanen dengan menggunakan uap panas ini, diklaim mampu memperbaiki mutu fisik, menurunkan kontaminan mikroba, menekan bau menyimpang secara maksimal dan mampu meningkatkan kualitas biji lada putih hingga memenuhi SNI mutu II.
Baca juga: Budidaya Lada yang Masih Menguntungkan
Hasil analisa sifat sifat mikrobiologis total plate count (TPC) pada biji lada putih hasil re-proses menggunakan teknologi ini juga diklaim mampu mengurangi kandungan mikroba hingga 50%.
“Teknologi re-proses ini juga tidak menyebabkan perubahan kadar minyak atsiri yang terkandung di dalam lada putih, kadar minyak atsiri sebelum dan sesudah proses penanganan secara termal menggunakan uap panas memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 2%,” jelasnya.
Dengan begitu, lada putih off-flavor yang telah diolah atau hasil re-proses dapat kembali bersaing di pasaran dengan nilai jual yang tinggi.
“Teknologi re-proses biji lada putih yang dihasilkan oleh tim peneliti BB Pascapanen ini diharapkan dapat dimanfaatkan para petani lada untuk meningkatkan kualitas biji lada putih yang dihasilkan dan harga jualnya sehingga meningkatkan kesejahteraan pendapatan petani lada di Indonesia,” tutupnya.