Teknologi Mengembalikan Kejayaan Bawang Putih
“Pada tahun 1990-an desa kami pernah berjaya dengan bawang putihnya. Di samping itu, bawang putih dari tempat kami ini memiliki kandungan gizi 15 kali lebih tinggi dibandingkan bawang putih impor. Oleh karena itu, kami ingin mengembalikan kejayaan kami di masa lalu itu.”
JAKARTA - Ahmad Maufur, petani bawang putih di Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah, senang bukan kepalang.
Pasalnya dalam panen kali ini, ia dan rekan-rekannya terbantu dengan adanya teknologi ultra-fine bubble yang dikembangkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Kami sangat senang karena kami bisa menanam bawang putih lebih cepat," terangnya dalam keterangan tertulis IPB University belum lama ini.
Baca juga: Cara Mempercepat Penggunaan Benih Pascapanen
Maufur juga menjelaskan, sebelumnya IPB University melalui Prof. Dr. Ir. Sobir, M.Si, telah membantu pihaknya dengan inovasi double kromosom bawang putih.
Inovasi ini menurutnya, mampu meningkatkan ukuran bawang putih yang dihasilkan oleh petani.
Selain bantuan inovasi dari IPB University, para petani di Desa Tuwel juga dibantu oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) serta Bank Indonesia (BI) Kabupaten Tegal.
Dengan bantuan ini, menurutnya, membuat para petani di desanya turut semangat menanam bawang putih.
"Pada tahun 1990-an desa kami pernah berjaya dengan bawang putihnya. Di samping itu, bawang putih dari tempat kami ini memiliki kandungan gizi 15 kali lebih tinggi dibandingkan bawang putih impor. Oleh karena itu, kami ingin mengembalikan kejayaan kami di masa lalu itu," pungkas Maufur.
Menurut dosen dari Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University, Prof. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc, teknologi ultra-fine bubbles merupakan inovasi sederhana.
"Kita hanya membuat gelembung yang sangat halus di dalam air dan ukurannya nano yaitu sekitar 100-300 nanometer. Gelembung ini kita injeksikan ke air dan itu bisa bertahan lama, sehingga dapat meningkatkan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO)," ujar Prof Aris.
Jadi, lanjutnya, kandungan oksigen di dalam air secara otomatis akan naik.
Dengan naiknya kandungan oksigen di dalam air, maka air akan memiliki korelasi dengan percepatan germinasi.
"Sehingga apabila benih bawang putih direndam dalam air ini, maka dia akan membuat benih itu lebih cepat tumbuh. Jadi kalau petani mau menanam, akan melihat plumulanya itu tumbuh lebih dari 60%," jelasnya.
Dirinya mengklaim, keunggulan inovasi ultra-fine bubbles ini yaitu, mempercepat masa muncul umbi bawang putih.
Selama ini, menurutnya, petani harus menunggu lima sampai enam bulan supaya benih bawang putih dapat ditanam.
Sementara, teknologi ultra-fine bubble dapat mempercepat waktu tanam bawang putih yaitu hanya dua sampai tiga bulan.
"Dari sisi efisiensi waktu penyediaan benih akan menjadi lebih cepat dan siap tersedia kapanpun petani membutuhkan untuk menanam," jelas Prof Aris.
Dalam pengembangannya, Prof. Aris juga bekerjasama dengan LIPI untuk menghasilkan generator fine bubble.
Teknologi ini, menurutnya, bisa digunakan di berbagai tempat dan lokasi.
"Hasil teknologi ini tergantung varietas yang digunakan. Kalau memakai varietas Tawangmangu hanya perlu waktu satu bulan sudah siap tanam, kalau varietas Sangga Sembalun memerlukan waktu dua sampai tiga bulan baru bisa ditanam," ungkapnya.
Sementara itu, Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, SP. M.Si, sangat mengharapkan teknologi ultra-fine bubbles dapat segera diadopsi oleh petani di seluruh Indonesia.
"Teknologi ini saya kira sifatnya sudah di luar pakem. Oleh karena itu kolaborasi antara IPB University dengan pemerintah maupun petani menjadi penting," ujar Prof Arif Satria, saat panen bawang putih dari hasil aplikasi teknologi temuan pakar IPB yaitu ultra-fine bubbles di Desa Tuwel Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 14/1.
Lebih lanjut, Prof. Arif mengatakan, teknologi ultra-fine bubble diharapkan dapat menjadi problem solver bawang putih.
Pasalnya, sampai saat ini lebih dari 90% kebutuhan bawang putih dalam negeri masih dipasok dari produk impor.
Baca juga: Benarkah Bawang Putih Mencegah Covid-19?
"Produksi bawang putih kita masih berkisar antara 86.000 ton, sedangkan impor kita mencapai lebih dari 400.000 ton. Ini jauh sekali antara produksi dan impor," terangnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah harus segera melakukan pemetaan daerah potensial yang bisa ditanami.
Di saat yang sama, dirinya menilai perlunya menghasilkan teknologi-teknologi yang bersifat terobosan.
"Dengan demikian kita tidak lagi bergantung pada impor bawang putih dari China maupun negara lain. Kita justru bisa memproduksi lebih banyak dengan bantuan teknologi tersebut," pungkasnya.