• 20 April 2024

Mendongkrak Produksi Kedelai dengan Teknologi

uploads/news/2021/01/mendongkrak-produksi-kedelai-dengan-80735df514c9805.jpg

Sulit meningkatkan produksi kedelai di Jawa karena lahan yang ada bersaing untuk ditanami komoditas yang sedang tren atau lebih menguntungkan.”

JAKARTA - Ketergantungan Indonesia terhadap komoditas kedelai, yang selama ini diimpor dari luar negeri pun menyisakan pertanyaan.

Apakah Indonesia tidak mampu untuk mandiri dalam memproduksi kedelai?

Alhasil, ketidakmandirian Indonesia terhadap komoditas kedelai pun berdampak buruk seperti kondisi yang terjadi baru-baru ini, yaitu ketidakstabilan harga karena kedelai yang diimpor terpengaruh oleh kebijakan internasional dan politik negara yang bersangkutan.

Untuk mengatasinya, pakar kedelai dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Dr. Edi Santosa, S.P., M.Si., menyarankan untuk menggunakan inovasi yang ia temukan agar menjawab masalah rendahnya produktivitas tanaman kedelai melalui publikasi ilmiahnya pada 2011.

Baca juga: Perlunya Kedelai Estate di Indonesia

Prof. Munif menawarkan solusi teknologi budidaya kedelai di lahan pasang surut atau biasa disebut budidaya jenuh air (BJA).

Menurutnya, apabila teknologi BJA diterapkan, maka hanya membutuhkan lahan seluas 815.000 hektar untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

''Dari 2.000.000 hektar lahan yang cocok untuk ditanam kedelai, bisa dipilih lahan di luar Jawa yang sudah ada permukiman. Sulit meningkatkan produksi kedelai di Jawa karena lahan yang ada bersaing untuk ditanami komoditas yang sedang tren atau lebih menguntungkan,'' ungkap dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura ini, dalam keterangan tertulis IPB University belum lama ini.

Melalui risetnya, Prof. Munif mengklaim dapat menghasilkan maksimal hingga 400 polong kedelai per tanaman.

Rata-ratanya bisa mencapai 105 polong per tanaman pada populasi 400.000 tanaman per hektar.

Tahun 2009, kami pernah panen massal di lahan ujicoba di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan,” terangnya. 

Kedelai hasil risetnya yang mula-mula ditanam pada lahan pasang surut seluas 0,25 hektar, terbukti menghasilkan 4,63 ton biji kering per hektar.

Selain itu, kedelai ditanam secara massal pada lahan seluas 2,5 hektar, petani masih mampu menghasilkan pada kisaran 2,75 - 3,38  ton per hektar.

Pada tahun 2016 dilanjutkan penanaman massal seluas 500 hektar di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, “ papanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, produktivitas kedelai di lahan pasang surut ini tergolong tinggi, karena biasanya jika ditanam dengan sistem budidaya kering, hanya mampu menghasilkan 0,8 ton per hektar.

Sementara itu, dari beberapa varietas kedelai yang diujicobakan seperti, Tanggamus, Slamet, Wilis, dan Anjasmoro, Tanggamus menjadi varietas dengan hasil terbaik yang dikembangkan dengan teknologi budidaya jenuh air di lahan pasang surut.  

Menurut Prof. Munir, kendala yang saat ini terjadi di Indonesia yaitu perluasan lahan.

Namun, lahan pasang surut yang tersebar di Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat bisa digunakan untuk pertanian kedelai dengan metode BJA.

Perluasan lahan, lanjutnya, membutuhkan intervensi kebijakan dari pemerintah.

Baca juga: Cara Mendongkrak Produksi Kedelai Nasional

''Kami siap untuk melakukan penyuluhan, pendampingan, dan pengawasan sampai petani menguasai metode ini. Bibit juga bisa disiapkan dari lahan binaan kami di Lampung dan Sumatera Selatan. Tapi, harus ada kontrak sejak awal. Jangan membuat petani yang menyediakan bibit kecewa, karena setelah mereka memilih bibit, ternyata tidak dibeli,'' tuturnya.

Senada dengan Prof. Munif, Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., mengatakan, pihaknya berharap adanya respon dari pemerintah mengenai teknologi yang diciptakan oleh dosen IPB University tersebut.

"Kami berharap teknologi temuan dosen IPB University ini dapat segera direspon oleh pemerintah untuk diadopsi sebagai upaya mencukupi kebutuhan kedelai nasional," tutupnya.

Related News