Mencicipi Ubi Kayu Khas Sukabumi
Setiap tahunnya Kabupaten Sukabumi menjadi penyumbang 10% produksi ubi kayu di Provinsi Jawa Barat atau 0,9% dari produksi nasional.
JAKARTA - Adakah Sahabat Tani yang pernah berkunjung ke Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat?
Sukabumi merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan subur.
Sehingga, berbagai komoditas yang dihasilkan banyak digunakan sebagai penyangga kebutuhan pokok bagi warga Ibukota DKI Jakarta, salah satunya yaitu ubi kayu yang menjadi komoditas unggulan.
Melansir Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian (Kementan), sentra ubi di Sukabumi tersebar di beberapa wilayah diantaranya seperti, di Kecamatan Jampang Tengah, Warungkiara, Bantargadung, dan Ciambar, serta kecamatan lainnya yang luasnya tidak signifikan.
Baca juga: Jurus Mentan Bantu Petani Sukabumi
Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, total luas lahan pertanaman ubi kayu di Kabupaten Sukabumi mencapai 7.000 hektar dengan produktivitas sekitar 25 ton per hektar.
Karena itu, setiap tahunnya Sukabumi menjadi penyumbang 10% produksi ubi kayu di Jawa Barat atau 0,9% dari produksi nasional.
Melihat potensi yang ada, Badan Penelitian Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Balitbangtan, Kementan, pun tengah meningkatkan sistem budidaya ubi kayu, pengolahan maupun pemasaran ubi kayu, demi mensejahterakan petani.
Apa lagi, dalam budidaya ubi kayu, hampir 80% petani di Sukabumi menggunakan varietas lokal yaitu varietas Manggu.
Untuk produktivitasnya, varietas lokal tersebut rata-rata mencapai 25 ton per hektar, dengan umur panen antara 10-11 bulan.
Varietas lokal tersebut sudah lama digunakan oleh petani secara turun temurun, karena memiliki kelebihan yaitu rasa umbi yang enak.
Pemasarannya pun cukup mudah, dalam bentuk umbi segar dapat dijual langsung ke kota-kota besar dengan harga yang cukup tinggi.
Begitu juga di saat panen raya, penjualannya juga cukup mudah, karena di Sukabumi banyak pabrik pengolahan tepung tapioka.
Kondisi lahan ubi kayu di Sukabumi sendiri berada di pegunungan, namun petani sudah menata pola tanam cukup baik dengan mengikuti prinsip konservasi.
Guludan tanaman dibuat berpotongan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan dan diantara guludan diupayakan terdapat soil catchment dari sisa tanaman sebelumnya untuk menghambat laju aliran permukaan dari air hujan.
Tekstur tanah yang remah, memudahkan saat pengolahan tanah dan panen.
Sistem budidaya ubi kayu sudah cukup baik, para petani selalu menggunakan pupuk kandang sebelum tanam ubi kayu.
Dosis pupuk kandang biasanya sekitar 10-20 ton per hektar, pupuk NPK phonska 300 kilogram per hektar, dan kadang kala masih ditambah pupuk urea untuk tanaman kurang subur.
Jarak tanam ubi kayu umumnya 1x1 meter, namun dapat berubah sesuai kondisi lahan, jarak lebih rapat jika lahan kurang subur dan lebih jarang pada lahan subur.
Pertimbangan jarak tanam juga mengikuti prinsip kemudahan dalam budidaya (menekan pertumbuhan gulma) dan mudah pencabutan umbi saat panen.
Pengendalian gulma dilakukan secara intensif menggunakan herbisida, diakui petani metode ini dapat menekan biaya.
Hama dan penyakit ubi kayu kurang berkembang di daerah ini sehingga kondisi pertanaman tumbuh normal.
Petani juga sudah mengembangkan sistem budidaya ubi kayu secara tumpang sari untuk peningkatan produktivitas lahan.
Tanaman ubi kayu biasa ditumpangsarikan dengan tanaman jagung, kacang tanah, kacang bogor, dan padi gogo.
Dengan sistem tumpangsari jarak tanam disesuaikan, untuk penanaman tanaman sela.
Dengan sistem ini petani dapat panen minimal dua kali setahun sesuai komoditas yang ditanam misalnya jagung dan ubi kayu atau padi dan ubi kayu.
Industri rumah tangga (home industry) ubi kayu dijumpai hampir di setiap sentra produksi namun paling banyak di Desa Girijaya, Kecamatan Warungkiara, dan Kecamatan Jampang Tengah.
Di Desa Girijaya, terdapat sekitar 30 pabrik sedangkan di Kecamatan Jampang Tengah sekitar 10-20 pabrik.
Setiap pabrik minimal memproduksi 10 ton ubi kayu segar per hari, dengan masa aktif produksi sekitar enam bulan.
Rendemen pati 28-30% dari bobot segar umbi kupas, sedangkan rendemen dari umbi panen menjadi umbi kupas sekitar 75-80%.
Pati dapat dijual dalam kondisi kering kasar atau kondisi halus, kemudian dikirim ke Kota Bogor menuju industri besar.
Selain menghasilkan pati, home industry juga mampu menghasilkan by product berupa onggok.
Onggok dijual ke peternak sapi atau ke tengkulak yang akan digunakan sebagai bahan baku obat nyamuk.