“Virus-virus yang secara alamiah terdapat pada tubuh kelelawar, bisa sangat mematikan jika menyerang manusia atau hewan lain. Tetapi tidak bagi kelelawar itu sendiri.”
JAKARTA - Saat ini para peneliti dari World Health Organization (WHO) bekerjasama dengan pemerintah China sedang meneliti asal-usul virus SARS-COV 2 yang menyebabkan merebaknya COVID-19.
Artikel yang terbit di Nature beberapa waktu lalu menyebutkan, tidak ada bukti yang mengarah pada teori jika virus tersebut merupakan buatan manusia di laboratorium.
Sebaliknya, terdapat indikasi kuat jika virus tersebut kemungkinan berasal dari kelelawar.
Namun, mekanisme virus ini bisa menulari manusia sampai saat ini masih belum diketahui.
Baca juga: Mengenal Kelelawar, Si Pembawa Penyakit
Alumni S3 Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Desrayni Hanadhita, mencoba mengungkapkan beberapa keunikan dari kelelawar.
Menurutnya, kelelawar merupakan satu-satunya mamalia yang bisa terbang.
“Virus-virus yang secara alamiah terdapat pada tubuh kelelawar, bisa sangat mematikan jika menyerang manusia atau hewan lain. Tetapi tidak bagi kelelawar itu sendiri,” imbuhnya dalam keterangan resmi IPB University.
Ia menerangkan, kelelawar memiliki sistem kekebalan yang unik, yaitu memiliki interferon yang aktif terus-menerus, sehingga dengan cepat mampu mengenali keberadaan virus.
Hal ini berbeda dengan mamalia pada umumnya, dimana interferon hanya aktif pada saat ada serangan virus saja.
Selain itu, sel-sel T pembunuh (CD8) berlimpah di dalam limpa kelelawar.
Lalu, kelelawar juga mampu mencegah reaksi inflamasi yang berlebihan yang dapat merusak sel.
Meskipun kelelawar mampu mengenali keberadaan virus setiap saat, akan tetapi virus yang masuk ke dalam tubuh kelelawar tidak dibunuh oleh sistem kekebalan.
Namun, dengan cara menekan reaksi inflamasi menjadikan kelelawar lebih toleran terhadap keberadaan virus.
Keunikan lainnya, kelelawar juga memiliki organ kekebalan limpa yang lebih kompleks dibandingkan mamalia lain.
Berdasarkan penelitian yang mendalam pada organ limpa, Desrayni menyebutkan, kelelawar memiliki semua jenis struktur filter di dalam limpanya, baik yang dimiliki hewan mamalia maupun hewan vertebrata jenis lain.
“Ujung-ujung percabangan pembuluh darah terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dan dikelilingi oleh dua struktur lapisan pertahanan, yaitu ellipsoid dan PELS. Limpa kelelawar juga dilengkapi zona marginal sehingga menambah lapisan pertahanan pada organ kekebalan kelelawar,” terangnya.
Dengan berlapisnya sistem pertahanan ini, lanjutnya, memungkinkan virus-virus yang masuk dapat dipantau dan tidak akan membahayakan tubuh kelelawar sendiri.
Hasil-hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal internasional Anatomia Histologia Embryologia dan beberapa jurnal nasional lainnya.
Peneliti yang juga berprofesi sebagai dokter hewan ini memberikan beberapa anjuran interaksi antara manusia dengan kelelawar.
Pertama, hendaknya manusia tidak merusak alam sebagai habitat dari kelelawar.
Baca juga: Kelelawar Tidak Harus Dimusnahkan
“Kejadian mewabahnya virus nipah di waktu lalu bisa dijadikan contoh bahwa kerusakan habitat akibat kebakaran hutan di Kalimantan menyebabkan kelelawar bermigrasi ke Nipah di Malaysia dan menyebarkan virus ke hewan domestik seperti babi, lalu berubah dan menularkan ke manusia,” terangnya.
Kedua, menjauhkan tempat pemeliharaan hewan domestik dari habitat kelelawar.
Ketiga, mencegah kelelawar mendekati pemukiman manusia.
“Jika tidak memungkinkan, maka hidup berdampingan antara manusia dengan kelelawar tanpa menyebabkan gangguan atau stres pada kelelawar,” pungkasnya.