Budidaya Lele dengan Manik Bule
Inovasi ini dianggap bisa menekan biaya pengeluaran pakan lele.
BOGOR - Dinas Pertanian Kota Bogor terus berupaya mengembangkan inovasi salah satunya untuk diterapkan di bidang perikanan. Teranyar, yaitu inovasi Manik Bule kepanjangan dari Maggot Organik untuk Budidaya Lele. Inovasi ini dianggap bisa menekan biaya pengeluaran pakan lele.
Menurut inovator Manik Bule, Drh. Wina mengatakan, ada dua hal yang melatarbelakangi inovasi Manik Bule yang merupakan pengabungan sistem dari akuakultrur dan hidroponik. Pertama, dirinya melihat keterbatasan lahan untuk budidaya ikan di Kota Bogor. Kedua, yaitu biaya operasional terbesar dari budidaya lele sekitar 70% ada di pembelian pakan.
"Pertama kita dituntut untuk mencari teknologi dalam budidaya ikan di lahan yang terbatas. Kedua, kita mencari alternatif apa yang bisa diberikan untuk makanan lele dengan harga murah tetapi dari segi kesehatan aman, baik untuk ikannya maupun manusia yang akan mengkonsumsinya," ungkapnya.
Berangkat dari itu, Drh. Wina yang saat ini menjabat Kepala Bidang Peternakan memilih untuk pakan lele, yaitu maggot yang merupakan larva Black Soldier Fly (BSF). Sebab, maggot kaya akan protein dengan kandungan antara 44 hingga 60%.
Selain itu, budidaya maggot tidak terlalu sulit dengan media makanan sampah organik. Dengan budidaya maggot itu sendiri setidaknya juga dapat mereduksi timbulan sampah organik yang ada di perkotaan hingga 70%.
"Nah, larva maggot yang pas diberikan untuk lele itu umur 10 hari dengan perbandingan 50:50 dengan pelet. Dengan perbandingan ini dapat memberikan keuntungan maksimal, selain menekan biaya pakan, juga pertumbuhan lele optimal. Panen lebih cepat 40 hari dari biasanya 60 hari untuk ukuran per kilogram delapan hingga sembilan ekor lele. Kurang atau lebih dari perbandingan itu kurang bagus," kata dia.
Bisa saja, lanjut wanita berhijab itu, menggunakan maggot dengan usia 14 hari/ Tapi itu juga tidak akan optimal, lele tidak dapat mencapai titik puncak produksinya. Sebab, maggot mempunyai lapisan kitin sehingga semakin tua umurnya akan sulit dicerna dengan sempurna oleh ikan. "Lalu apakah umur maggot tujuh hari bisa? Bisa. Tapi untuk ikan lele yang ukurannya lebih kecil," katanya.
Menurut DWina, dari efisiensi biaya pakan lele ini secara otomatis akan menurunkan biaya operasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pebudidaya. Dalam hitungannya, apabila maggot dibudidayakan sendiri biaya yang dikeluarkan untuk pakan lele hanya Rp1.500 per kilogram.
"Kalau kita budidaya sendiri, hitungan Rp1.500 per kilogram. Kalau kita beli pelet harganya Rp12.000 per kilogram. Iya, kalau kita tidak mau pelihara, beli maggot harganya itu antara Rp4.000 sampai Rp5.000 per kilogram. Jadi lumayan selisihnya," urainya.
Saat ini, pihak Dinas Pertanian tengah berupaya untuk meningkatkan motivasi para pembudidaya ikan untuk memelihara juga maggot bekerjasama dengan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) 3R. Sehingga ketika produksi maggot telah mencukupi maka akan mengubah maggot menjadi berupa pelet. "Sekarang beberapa wilayah di Kota Bogor telah menerapkan inovasi ini, salah satunya di Kelurahan Katulampa," tukasnya. (HAB)