“Lebih dari 70% badak sumatera yang diselamatkan dari populasi terisolasi atau ‘doomed rhino’ mengalami abnormalitas organ reproduksi (tumor dan kista) serta gagal bunting.”
JAKARTA - Tahukah Sahabat Tani, jika badak sumatera saat ini berada di ambang kepunahan?
Penurunan 90% populasi yang terjadi pada empat dekade terakhir lebih banyak disebabkan oleh perburuan liar dan kehilangan habitat.
Namun bukti-bukti terbaru yang ada mengungkapkan, kegagalan reproduksi ternyata juga memberi andil yang penting dalam penurunan populasi badak liar.
“Lebih dari 70% badak sumatera yang diselamatkan dari populasi terisolasi atau ‘doomed rhino’ mengalami abnormalitas organ reproduksi (tumor dan kista) serta gagal bunting,” papar pakar badak dari Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dr. Muhammad Agil, dalam keterangannya belum lama ini.
Baca juga: Menengok Rumah Gajah Sumatera
Agil menjelaskan, abnormalitas organ reproduksi ini dikarenakan oleh “allee effect” akibat populasi badak di alam yang sangat kecil, sehingga peluang badak untuk bertemu dan melakukan perkawinan pada waktu yang tepat sangat sulit terjadi.
Faktor-faktor lain yaitu, badak tidak dapat bunting dalam waktu yang lama.
Organ reproduksi terpapar estrogen dalam waktu lama akibat lama tidak bunting, serta gangguan yang terjadi pada proses perkembangan embrio.
Dosen di Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), IPB University ini menyebutkan, gangguan-gangguan organ reproduksi yang telah ditemukan diantaranya yaitu, tumor terus pada badak bernama Rosa di Suaka Rhino Sumatera (SRS) Way Kambas dan adanya kemungkinan tumor ovarium pada badak bernama Pahu di SRS Kelian Kutai Barat.
Apalagi, belum lama ini terdapat tumor pada seluruh organ reproduksi pada salah satu badak muda yang ditemukan mati di alam, dan kista uterus pada beberapa badak betina yang mati di penangkaran.
Berdasarkan fakta tersebut, untuk mencegah kepunahan dan memaksimalkan fungsi individu badak sumatera di SRS untuk propagasi maka pengembangan dan aplikasi teknologi reproduksi berbantuan (assisted reproductive technology/ART) menjadi keharusan.
Tujuannya untuk memaksimalkan pemanfaatan plasma nutfah (sumber genetik) badak-badak tersebut dalam menghasilkan embrio untuk menjadi anak-anak badak baru.
Sebelumnya, upaya penerapan ART pada badak sumatera telah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu.
Pakar Bioteknologi Embrio yang juga dari FKH IPB University, Prof. Arief Boediono mengungkapkan, sebelumnya telah dilakukan penyelamatan badak di Sabah, Malaysia atas kerjasama tim dari Indonesia, Malaysia, dan Jerman.
“Pada saat itu telah dilakukan koleksi sel telur, pematangan sel telur in vitro, dan injeksi sperma ke dalam sitoplasma sel telur (Intracytoplasmic Sperm Injection/ICSI),” ujar Guru Besar IPB University dari Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, FKH dan juga banyak bekerja di program bayi tabung pada manusia ini menyampaikan.
“Kita telah melakukan sesuatu walaupun kita belum sampai menghasilkan anak badak. Akan tetapi paling tidak, apa yang telah kita lakukan ini menjadi dasar untuk lebih berhasil di masa yang akan datang,” lanjutnya
Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menugaskan tim FKH IPB University yang diketuai oleh Agil untuk menyusun road map dan program Aplikasi ART dan bio-banking untuk badak sumatera periode 2021-2025.
Road map tersebut berisi rencana program pengembangan dan kegiatan aplikasi ART diantaranya, pemeriksaan status reproduksi, genome mapping, koleksi dan pembekuan sperma, koleksi dan kriopreservasi sel fibroblas, produksi dan pembekuan embrio, pembangunan fasilitas laboratorium ART dan Bio-bank, penyiapan induk penerima transfer embrio, serta produksi embrio melalui rekonstruksi sel fibroblas.
Baca juga: Mengenal Keunikan dari Kelelawar
"Diharapkan, pada tahun 2025, transfer embrio pada Badak Sumatera akan berhasil dilakukan,” ujar Agil.
Penyusunan road map program ART pada badak ini wujud pelaksanaan dari rencana aksi darurat (RAD) konservasi badak sumatera yang disusun dan didukung melalui mandat dari Dirjen KSDAE melalui pendanaan dari Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Spesies Sumatera) Yayasan KEHATI.
Program dan aplikasi ART pada badak ini juga akan bekerjasama dengan Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (YAD) dalam pembangunan fasilitas laboratorium ART dan bio-bank serta pendanaan program ART juga dengan dukungan TFCA-Spesies Sumatera.
Selain itu, kerjasama akan dilakukan dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW), Jerman dan SOS Rhino, Amerika Serikat dalam bentuk dukungan teknis dan pendanaan untuk pengembangan dan transfer teknologi program ART pada badak sumatera.