Hasil Positif Budidaya Sistem Bioflok
“Keterampilan ini akan kami teruskan kepada anggota yayasan lain termasuk melibatkan siswa jenjang SMP dan SMA agar mereka memiliki modal ilmu untuk berwirausaha.”
JAKARTA - Romo Patrisius Woda Fodhi, Ketua Yayasan Insan Mandiri Denpasar bersyukur, karena yayasan yang dipimpinnya, telah melakukan panen perdana budidaya ikan dengan sistem bioflok.
Bahkan, Yayasan Insan Mandiri Denpasar cabang Lombok itu berhasil melakukan panen perdana setelah memelihara selama dua bulan.
Meski demikian, ia mangaku, terdapat beberapa kendala dan tantangan dalam pemeliharaan, seperti curah hujan yang tinggi maupun perawatan kualitas air agar lele tidak terjangkit penyakit.
Namun, hal itu dapat diatasi dengan usaha ekstra yang dilakukan oleh pengelola dengan bimbingan dari Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Baca juga: Menyulap Limbah Lele menjadi Pupuk
“Kami mendapatkan pendampingan dan pelatihan secara menyeluruh oleh BPBL Lombok, mulai dari persiapan, proses budidaya hingga berhasil panen. Keterampilan ini akan kami teruskan kepada anggota yayasan lain termasuk melibatkan siswa jenjang SMP dan SMA agar mereka memiliki modal ilmu untuk berwirausaha,” ujarnya dalam keterangan tertulis KKP belum lama ini.
Sementara itu, Kepala BPBL Lombok, Mulyanto mengatakan, selain memberdayakan potensi perikanan budidaya, khususnya untuk komoditas lele dan nila.
Selain itu, bantuan budidaya ikan sistem bioflok juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan juga menjadi sentra edukasi, sehingga dapat mentransfer ilmu dan teknologi kepada masyarakat lebih luas.
“Dengan edukasi menyeluruh dari KKP serta manajemen usaha budidaya yang baik dari penerima bantuan bioflok ini diharapkan akan lebih banyak kelompok masyarakat maupun lembaga pendidikan di Nusa Tenggara Barat yang akan mendapatkan paket bantuan serupa di masa mendatang,” imbuhnya.
Melihat hasil positif tersebut, KKP pun mendorong masyarakat untuk terus mengembangkan sistem bioflok.
Apalagi, teknologi bioflok terbukti dapat menggerakkan perekonomian dan produktivitas masyarakat.
Tercatat sepanjang 2020, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), KKP, menyalurkan 421 paket bantuan budidaya ikan sistem bioflok kepada 379 pokdakan di 32 provinsi, 190 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Untuk 2021, KKP menargetkan untuk kembali menyalurkan 304 paket bantuan budidaya ikan sistem bioflok dengan komoditas ikan lele atau nila.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, KKP, Slamet Soebjakto mengungkapkan, bantuan budidaya ikan sistem bioflok dapat menjadi solusi pemenuhan pangan masyarakat Indonesia yang terus mengalami peningkatan hingga mencapai 271 juta jiwa penduduk menurut data sensus terakhir.
“Dengan kelebihan seperti efisiensi pemanfaatan lahan serta limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik sehingga dapat diintegrasikan dengan tanaman seperti sayur dan buah, inovasi ini dapat menjamin ketersediaan sumber pangan bagi masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut slamet, keunggulan lain yang didapatkan dari budidaya ikan sistem bioflok yaitu, padat tebar yang lebih tinggi, masa pemeliharaan lebih singkat, serta efisien dalam penggunaan air dan pemberian pakan.
Karena itu, berbagai kelebihan bioflok ini pun memberikan keuntungan yang lebih besar kepada masyarakat, sekaligus menjamin keberlanjutan usaha perikanan budidaya yang ramah lingkungan.
Apa lagi, hal ini juga sejalan dengan arahan dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang mencanangkan untuk fokus pada perikanan budidaya berkelanjutan.
“Menjadi arahan dari Bapak Menteri agar KKP dapat bersinergi dengan akademisi, pemerintah daerah, kementerian/lembaga lain hingga berbagai elemen masyarakat untuk dapat membangun lokasi budidaya yang berteknologi tinggi namun ramah lingkungan, seperti membangun kampung-kampung budidaya perikanan,” jelas Slamet.
Slamet melanjutkan, budidaya ikan sistem bioflok memiliki potensi untuk dapat meningkatkan keterampilan masyarakat dalam menerapkan teknologi budidaya.
Sehingga, hal itu menjadi bekal ilmu bagi masyarakat dalam melakukan usaha budidaya ke depan.
“Selain teknologi, implementasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) yang wajib untuk diterapkan seperti penggunaan benih bermutu yang berasal dari induk unggul, pakan yang berkualitas, pengelolaan kualitas air, serta manajemen kesehatan ikan dan lingkungan juga menjadi tambahan ilmu yang penting bagi pelaku usaha budidaya,” ucap Slamet.
Baca juga: Bioflok Picu Produktivitas Perikanan Nasional
Slamet menambahkan, pentingnya pelaku usaha untuk memiliki manajemen serta jejaring yang kuat antar sesama pembudidaya sebagai sarana pertukaran informasi, maupun dengan dinas atau penyuluh perikanan setempat untuk mendapatkan transfer teknologi yang tepat.
“Dengan sistem manajemen yang baik dan jejaring yang kuat, budidaya ikan sistem bioflok ini dapat menjanjikan keuntungan yang besar bagi pembudidaya dan berkelanjutan dari sisi usaha maupun lingkungan,” pungkasnya.
Menurut data KKP, produksi ikan lele dan nila sebagai komoditas yang dibudidayakan pada budidaya ikan sistem bioflok terus mengalami peningkatan sejak 2015-2019.
Selain itu, produksi ikan lele mengalami kenaikan sebesar 9.23% per tahun, sedangkan produksi ikan nila naik rata-rata sebesar 5.59% per tahun.