• 16 May 2024

Mencegah Kerusakan Ekologi di Indonesia

uploads/news/2021/02/mencegah-kerusakan-ekologi-di-440262f5c565e3e.jpg

Berdasar data Global Footprint Network pada 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%.

JAKARTA - Praktik pembangunan ekonomi di Indonesia seringkali tidak selaras dengan kelestarian sumberdaya alam.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ekologi.

Berdasar data Global Footprint Network pada 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%.

Artinya, konsumsi terhadap sumberdaya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia.

Baca juga: Peluang Bisnis di Lahan Gambut

Hal ini akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang.

Kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia masih belum memperhatikan modal alam secara serius.

Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Prof. Dr. Akhmad Fauzi, index modal alam Indonesia masih rendah yaitu berada diurutan 86.

Padahal, negara tropis umumnya ada di peringkat sepuluh besar urutan index modal alam.

Menurut Prof. Akhmad, terdapat kerusakan yang cukup masif pada alam di Indonesia.

Kerusakan alam ini misalnya disebabkan oleh alih fungsi lahan. Laju pencemaran lingkungan khususnya air juga tinggi. Selain itu keberagaman alam juga sudah semakin berkurang. Hal ini membuat perekonomian nasional kita melemah. Mengabaikan modal alam berakibat memperbesar angka ketimpangan ekonomi,” ungkap Prof. Akhmad dalam keterangannya belum lama ini.

Menurutnya, pembangunan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kelestarian lingkungan.

Selain itu, kearifan lokal yang ada di masyarakat juga harus diperhatikan dengan baik.

Biasanya, pembangunan yang menyertakan kearifan lokal masyarakat akan selaras dengan kelestarian lingkungan.

Sehingga, penting bagi Indonesia untuk melakukan upaya dalam memperbaiki paradigma pembangunan ke arah yang lebih berkelanjutan.

Prof. Akhmad juga menegaskan, perlunya reorientasi pengelolaan modal dalam pembangunan wilayah di Indonesia.

Menurutnya strategi pertama yaitu, dengan mengembangkan faktor untuk meningkatkan kompleksitas produktivitas sumberdaya untuk meningkatkan nilai tambah sebuah produk.

Selanjutnya yaitu memanfaatkan sumber daya dengan kearifan lokal yang ada di masyarakat.

Ekstraksi sumber daya alam sering menimbulkan fenomena histerisis. Yaitu dampaknya yang berlangsung lama meski penyebabnya sudah diatasi. Misalnya dampak akibat penggundulan hutan. Strateginya adalah menggunakan pengetahuan lama untuk melakukan sebuah terobosan baru. Membangkitkan ekonomi daerah lewat sumberdaya lokal, membangkitkan perekonomian daerah,” jelasnya.

Baca juga: Daftar Spesies Pohon Terancam Punah

Terakhir, harga sumber daya alam di pasar tidak mencerminkan kondisi sebenarnya yang di alam.

Menurutnya, penting untuk memahami biaya yang harus dibayar oleh generasi selanjutnya akibat kerusakan dari alam.

Terlebih, ekstraksi sumber daya alam bukan hanya untuk satu generasi saja.

Tata kelola modal alam, lanjutnya, harus terus diperbaiki untuk kesejahteraan generasi saat ini dan mendatang.

Related News