Budidaya Lele Bioflok di Ponpes
“Ke depan saya sangat optimistis, bahwa budidaya lele bioflok ini menjanjikan keuntungan dan meningkatkan kesejahteraan pondok pesantren.”
JAKARTA - Pengasuh Pondok Pesantren Darussolihin Tebu Ireng 12, Tiyuh Pulung Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, Wahyudin Thohir, berterima kasih kepada Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas bantuan sarana dan prasarana yang diberikan dalam bentuk budidaya ikan lele dengan sistem bioflok.
Hasilnya, selain dijual kepada pengepul ikan, hasil panen dari budidaya lele sistem bioflok di Ponpes Darussholihin Tebu Ireng 12 ini juga dipesan oleh Poklahsar melalui UMK Perikanan “Naura corner”.
Lele hasil panen bioflok di Ponpes Darussholihin dijadikan bahan baku untuk produksi olahan lele oleh “Naura corner”.
Baca juga: Hasil Positif Budidaya Sistem Bioflok
Dengan mengusung konsep zero waste yang memanfaatkan seluruh bagian dari lele menjadi berbagai produk olahan.
Diantaranya daging untuk pembuatan kerupuk dan kemplang lele, sedangkan kepala kulit dan duri diolah menjadi Kerupuk tulang lele.
Hal ini membuktikan bahwa ikan lele hasil budidaya bioflok sangat bersih dan tentunya rasanya lebih manis dan enak.
Karena itu, ia juga menyebut, selain sebagai pusat pendidikan keagamaan, Ponpes Darussholihin juga telah berkembang menjadi pondok pesantren entrepreneur yang menyediakan lingkungan praktik bagi berkembangnya jiwa entrepreneur bagi para santri.
“Ponpes Darussholihin berada di area lahan sekitar 20 hektar, memiliki potensi lahan dan sumber daya manusia yang mendukung dalam mengimplementasikan ekonomi pesantren bidang budidaya perikanan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan peningkatan gizi santri serta mengembangkan jiwa wirausaha santri. Harapannya setelah mereka lulus dari pondok bisa diimplementasikan sendiri di daerahnya masing-masing,” pungkas Wahyudin.
“Ke depan saya sangat optimistis, bahwa budidaya lele bioflok ini menjanjikan keuntungan dan meningkatkan kesejahteraan pondok pesantren. Serta mampu membangun jiwa entrepreneurship para santri di pondoknya,” lanjutnya.
Wahyudin Thohir juga berharap Ponpes Darussholihin ke depannya akan bukan hanya menjadi sarana belajar agama saja, namun juga bisa menjadi tempat pelatihan untuk budidaya bioflok di Kabupaten Tulang Bawang Barat, sehingga dapat menciptakan jiwa entrepreneur baik untuk santri dan masyarakat pada umumnya.
“Pondok pesantren kami terbuka untuk siapa saja yang mau belajar. Harapannya apa yang mereka pelajari di sini nantinya bermanfaat buat dirinya dan masyarakat pada umumnya,” tandas Wahyudin.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, juga terus mengajak masyarakat untuk budidaya lele sistem bioflok tidak terkecuali para generasi muda salah satunya para santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Darussolihin Tebu Ireng 12, Tiyuh Pulung Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Barat, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung.
Slamet menyebut, jika Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan jika perikanan budidaya merupakan penopang ketahanan pangan sehingga perlu digerakkan sebagai aspek pembangunan ekonomi daerah di tengah pandemi saat ini.
Terutama untuk para generasi muda seperti santri yang ada di Ponpes Darussolihin Tebu Ireng 12 Tulang Bawang Barat dalam rangka melahirkan usahawan atau entrepreneurship baru.
Slamet menambahkan, salah satu budidaya berkelanjutan yaitu budidaya lele sistem bioflok.
Karena berbagai keunggulan teknologi budidaya ikan sistem bioflok menjadikan sistem ini salah satu primadona di masyarakat.
Pasalnya, budidaya ikan sistem bioflok merupakan teknologi yang memicu peningkatan produktivitas perikanan budidaya, yang secara otomatis juga menghadirkan peluang untuk keterlibatan masyarakat yang lebih banyak.
Penerapan teknologi bioflok semakin maju di masyarakat dengan adanya inovasi dan kreativitas dari pembudidaya untuk mengembangkan teknologi ini lebih jauh.
Slamet juga mengajak pula pelaku usaha budidaya untuk terus mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam kegiatan budidaya ikan, baik dari segi lingkungan, sosial maupun dari segi ekonomi atau usahanya.
“Oleh karenanya, saya sangat mengapresiasi dengan budidaya lele sistem bioflok yang dilakukan Ponpes Darussolihin Tebu Ireng 12 Tulang Bawang Barat. Selain dikonsumsi santri untuk meningkatkan kecerdasan, juga menumbuhkan jiwa entrepreneur para santri sebagai bekal masa depannya sehingga ketika tamat dari pesantren bisa secara mandiri memenuhi kebutuhan pangan sekaligus usaha melalui budidaya lele sistem bioflok,” ujar Slamet.
“Saya juga bangga dengan Ponpes Darussolihin Tebu Ireng 12 Tulang Bawang Barat yang tengah berusaha mengembangkan sistem yang terintegrasi seperti proses produksi, pengolahan dan distribusi lele. Melalui sistem yang terintegrasi tersebut, maka pembudidaya tidak perlu khawatir kemana harus menjual produknya dan para pengolah mudah untuk mendapatkan bahan bakunya,” lanjutnya.
Di tempat terpisah, Kepala BPBAT Sungai Gelam, Boyun Handoyo menambahkan, Ponpes Darussolihin Tebu Ireng 12 Tulang Bawang Barat merupakan salah satu pondok pesantren yang menerima program bantuan dari DJPB KKP untuk budidaya lele sistem bioflok.
Harapannya, dengan adanya bantuan ikan sistem bioflok ini, Pondok Pesantren dapat meningkatkan gizi bagi santri-santrinya melalui peningkatan konsumsi ikan dari hasil kegiatan budidaya sistem bioflok.
Selain itu tujuan kegiatan bioflok ini juga dapat menjadi inkubator bisnis usaha budidaya ikan yang berkelanjutan di Pesantren.
Baca juga: Budidaya Lele di Kampung Klayas
Disamping itu, adanya bioflok juga dapat menjadi ajang untuk regenerasi pelaku budidaya dengan membimbing para santri untuk praktek langsung budidaya ikan lele.
“Saya pribadi sangat mengapresiasi dengan Ponpes Darussolihin Tebu Ireng dengan bantuan sarana dan prasarana budidaya lele sistem bioflok yang kami berikan pada tahun 2020. Dan sekarang sudah bisa menghasilkan omset sebanyak Rp 28.000.000 dan hasilnya untuk pembelian benih ikan, induk lele dan penambahan kolam induk lele, kolam pemijahan dan pendederan, sehingga usaha budidaya lele sistem biofloknya bisa berkelanjutan dan bisa mandiri kedepannya,” kata Boyun.
“Selain itu juga, melihat antusias segenap pihak, mulai dari Dinas, Penyuluh, dan beberapa stakeholder terkait kegiatan ini juga diharapkan bisa menjadi model corporate farming yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Hal tersebut mulai terlihat dari inisiasi penerima bantuan membuat pembenihan ikan lele dan membuat kelompok pengolahan dan pemasaran ikan (Poklahsar),” pungkasnya.