Alasan Haram Mengkonsumsi Telur Penyu
“Sebenarnya jenis kandungan gizi (protein, asam lemak, vitamin atau mineral) dalam telur dari hewan halal dan haram hampir sama komposisinya.”
JAKARTA - Telur yang dihasilkan oleh binatang halal sudah jelas dan disepakati bahwa telur tersebut juga halal untuk dikonsumsi.
Lalu bagaimana hukumnya telur yang dihasilkan oleh binatang yang haram dikonsumsi seperti ular, buaya, penyu, katak dan lainnya?
Memang ada sebagian orang yang berpendapat jika telur dari hewan haram hukumnya suci.
Tetapi Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini menyatakan, telur yang berasal dari binatang yang tidak halal, haram untuk dikonsumsi.
Baca juga: Benarkah Makan Telur Menyebabkan Bisul?
Dalam keterangannya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University dari Fakultas Peternakan mengulas secara ilmiah tentang telur pada rapat bersama MUI.
"Saya diminta oleh MUI untuk mengulas tentang telur secara ilmiah, jadi tidak dilibatkan secara langsung dalam memutuskan halal atau haramnya. Sebenarnya jenis kandungan gizi (protein, asam lemak, vitamin atau mineral) dalam telur dari hewan halal dan haram hampir sama komposisinya. Yang membedakan adalah konsentrasinya. Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan perkembangan embrio dari spesies yang menghasilkannya. Oleh karenanya hal tersebut juga berpengaruh pada lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeramannya," terang Prof Niken.
Secara umum, semua telur memiliki struktur yang sama, yaitu kerabang, membran telur, putih telur (albumen), dan kuning telur (yolk) yang di dalamnya terdapat keping germinal.
Dalam pemaparannya, Prof. Niken menerangkan tentang telur penyu yang telah mendapatkan fatwa haram.
"Kandungan kolesterol penyu itu tinggi. Jadi apabila ada yang bilang bahwa telur penyu itu menyehatkan, maka itu terbantahkan secara ilmiah. Telur penyu juga tidak memiliki cangkang yang keras sehingga berpeluang besar terkena kontaminasi kuman dari lingkungannya. Pada penyu, baik pada daging maupun telurnya ditemukan senyawa beracun PCB (Polychlorinated Biphenyl), dalam kadar 300 kali di atas ambang batas harian manusia (menurut WHO). Hal ini terjadi karena habitatnya tercemar merkuri maupun logam berat lainnya," tambahnya.
Baca juga: Kisah Penyu Raksasa di Raja
Menurutnya, keputusan MUI memberikan fatwa haramnya telur dari binatang haram ini, masalahnya bukan hanya berdasarkan faktor keamanannya saja.
Meskipun telur binatang haram yang dihasilkan oleh induk dan pejantan yang sehat dan berasal dari lingkungan hidup yang sehat, sebenarnya masuk kategori aman dikonsumsi, tetapi telur yang dihasilkan tersebut membawa materi genetik dari tetuanya (binatang haram).
Maka tetap saja status telur tersebut merupakan haram.
"Telur yang dihasilkan dari tetua jantan maupun betina menurunkan materi genetiknya. Materi genetik inilah yang merupakan pertimbangan mendasar untuk memutuskannya. Selama telur itu mengandung materi genetik induknya, yang berasal dari binatang haram, maka tetap diputuskan sebagai produk yang haram," tutupnya.