Suka Duka Menjadi Petani Millenial
"katanya sih kamu bakal setia ke hal yang kamu cintai. Nah itu mungkin, karena aku suka, aku enjoy, dan masih bisa menghidupi sampai sekarang"
Sukabumi – pada masa saat ini, banyak anak millenial yang kehilangan pekerjaan dan memutuskan untuk beralih menjadi petani. Namun ternyata, tidak mudah menjadi petani di usia muda. Pakaian berlumur tanah, kulit bermasker lumpur, rambut bau matahari, dan tubuh berpeluh. Itulah gambaran kasar sosok petani. Gambaran yang jauh dari benak anak-anak millenial.
Baca Juga: Ridwan Kamil Mencari Petani Millenial
Seperti yang dialami Dipa, pria yang bernama lengkap Michael Raffy Sujono ini tak menyangka jika ia yang lulusan Jurusan Hubungan Internasional (HI) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), akhirnya lebih tertarik untuk bertani.
Ia membagikan pengalamannya bahwa menjadi petani muda tidaklah mudah tetapi itu tidak membuat Dipa menyerah sampai sekarang, saat ditanya mengapa memilih petani jawaban Dipa cukup bijaksana “saya pernah mendengar, katanya sih kamu bakal setia ke hal yang kamu cintai. Nah itu mungkin, karena aku suka, aku enjoy, dan masih bisa menghidupi sampai sekarang,” Ucapnya.
Awalnya, tidak mudah untuk Dipa yang lulusan Fisipol menjadi seorang petani, tetapi lambat laun, pria yang juga hobi naik gunung ini menikmati setiap proses yang ia alami. “tantangannya sih pasti susah ya, tapi diusahakan sih kalau saya lebih sebisa mungkin distribusinya lokal yang disekitar saja karena demand parisiwata lagi turun kan jadi lebih concern ke lokal saja dulu,” Ujarnya Mengingatkan.
Baca Juga: Petani Millenial Sukses Panen Timun
Meskipun pandemi, Dipa mengatakan para petani harus pintar-pintar mengatur strategi. Karena di masa pandemi seperti sekarang, kebutuhan rumah tangga tetap stabil atau bahkan meningkat. Anggapan miring terhadap profesi petani yang identik dengan kuno, kotor, kumuh, tidak menghasilkan banyak uang berhasil ditepis oleh Dipa.
Kini terbukti, Dipa dan kawan-kawannya Sedang membuat co farming space semacam tempat bertani terbuka untuk anak muda. Memang, dalam memulai mengurus lahan pertanian, Dipa mengaku, ada banyak hambatan yang ditemui.
Namun, dia tak menyerah. Dia rangkum satu per satu hambatan yang ada. Setelah terkumpul, dipelajari dan coba cari solusinya. “dukanya sih banyak ya salah satunya akses lahan dan kredit sulit tetapi walaupun dukanya banyak, tapi kalau saya menikmati duka itu saya jadikan pengalaman dan pembelajaran saja,” Tutupnya.