LIPI Temukan Dua Anggrek Baru
Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berhasil menemukan dua anggrek spesies baru.
PURWODADI - Para peneliti Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berhasil menemukan dua anggrek spesies baru, Dendrobium nagataksaka dan Eulophia lagaligo. Deskripsi mengenai spesies anggrek baru itu telah diterbitkan pada jurnal ilmiah internasional Phytotaxa pada September 2019. Anggrek Dendrobium nagataksaka sendiri merupakan anggrek epifit yang tumbuh menempel di permukaan batang pepohonan.
“Distribusi alami dari spesies baru ini diketahui berasal dari kawasan hutan dataran rendah di provinsi Papua Barat,” ujar salah satu peneliti, Destario Metusala dalam keterangan tertulis, Senin (4/11).
Sedangkan genus Dendrobium, jelas Destario, dikenal sebagai salah satu kelompok anggrek yang memiliki bentuk bunga yang unik dan menjadi salah satu komoditas bunga hias yang sangat digemari.
“Spesies baru ini memiliki keunikan bentuk kuntum bunganya yang memiliki petal tegak seperti tanduk dan bibir bunga yang menjulur panjang menyerupai bentuk kepala seekor naga,” jelasnya.
Ciri tersebut yang menjadikan spesies baru ini mengambil julukan nagataksaka yang berasal dari nama Taksaka, makhluk mitologi berwujud naga dalam wiracarita Mahabharata. Sementara spesies anggrek Eulophia lagaligo sebenarnya pernah ditemukan sebelumnya oleh taksonom Carl Ludwig Blume pada 1859 berdasarkan spesimen dari pulau Timor bernama Eulophia bicolor.
Namun, belakangan diketahui jika nama spesies tersebut tidak diterima karena nama tersebut sebelumnya telah digunakan sebelumnya oleh taksonom N. A. Danzell pada 1851 untuk spesies yang berbeda.
"Dalam kajian taksonomi, sebuah nama spesies hanya boleh dipergunakan satu kali untuk sebuah taksa. Selain itu, selama ini anggrek Eulophia bicolor oleh Blume dianggap spesies yang sama dengan Eulophia nuda karena kemiripannya," jelasnya.
Pada 2008, Destario bersama tim dari Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI sempat menemukan spesimen anggrek dari genus Eulophia di Sulawesi Selatan. Setelah melakukan studi panjang yang mendalam, Destario pun berhasil membuktikan Eulophia bicolor berbeda dengan Eulophia nuda.
“Karena nama Eulophia bicolor sudah dipakai, kami memberikan nama Eulophia lagaligo untuk spesies baru tersebut,” katanya.
Julukan lagaligo sendiri diambil dair nama La Galigo, yaitu karya sastra warisan dunia yang dibuat sekitar abad ke-15 dan berasal dari Sulawesi selatan. Selain itu, ia juga menjelaskan jika spesies baru Eulophia lagaligo memiliki kemiripan dengan Eulophia nuda.
“Perbedaanya ada di bentuk dagu bunganya yang berasal dari kaki tugu dan bibir-bunga dan menekuk kebawah, tugu bunga yang lebih ramping, serta penutup anther yang memiliki sebuah tonjolan memanjang,” jelasnya.
Selain itu, Eulophia lagaligo juga memiliki tegak dengan 5-14 kuntum bunga yang mekar hampir serentak. Sedangkan yang berwarna kehijauan memiliki 2,2-2,8 cm dengan perhiasan bunga tidak membuka secara penuh. Selain di Sumatera Selatan, pesebaran alam Eulophia lagaligo diketahui berasal dari pulau Timor, Nusa Tengggara Timur.
“Bibir bunganya yang kehijauan memiliki corak keunguan hingga merah muda di bagian tengahnya. Spesies ini dapat tumbuh baik di dataran rendah dengan rentang ketinggian antara 100 sampai 600 meter di atas permukaan laut,” tutupnya.