Tinggalkan Pekerjaan, Wujudkan Pertanian
“Tujuannya kita kan hidup mencari nafkah, buat menopang hidup sehari-hari ya, kan dimulai dari bertani,”
JAKARTA - Menjadi seorang petani, bukan profesi yang mudah dijalani.
Selain harus mempunyai mental kuat, kegigihan pun dibutuhkan oleh Sahabat Tani yang ingin menjadi petani.
Bahkan tidak hanya petani, begitupun dengan profesi lainnya juga perlu memiliki keyakinan dan tekad yang kuat dalam mencapai sebuah tujuan.
Andiya (52), Ketua Kelompok Tani (Poktan) Mandiri Indah Tani di Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta, merupakan salah satu petani yang mampu bertahan dikejamnya ibu kota.
Baca juga: Sukses Ternak Kambing Kuncinya Ketekunan
Sejak 2013, ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta.
Warga asli Cirebon ini rela meninggalkan pekerjaan demi mengobati penyakit yang dialami istrinya.
“Di tahun 2013 istri saya jatuh sakit, kerjaan saya di Cirebon pemasok sayuran saya tinggalkan pergi merantau ke Jakarta untuk mengobati istri saya. Jadi saya tinggalkan duniawi demi keluarga mengikuti syariat islam,” ucap Andiya kepada Jagadtani.id, belum lama ini.
Melihat Kota Jakarta yang penuh polusi, Andi pun berpikir untuk melakukan kegiatan yang dapat membantu menguranginya.
“Dengan ikhlas hati tujuannya juga saya untuk menyadarkan supaya masyarakat ini tidak buang sampah sembarangan,” jelasnya.
“Tujuannya sih, kita kan hidup mencari nafkah, buat menopang hidup sehari-hari ya, kan dimulai dari bertani,” lanjutnya.
Minimnya kesadaran masyarakat kota untuk peduli terhadap lingkungan membuat Andi tergerak hatinya menyulap pinggir Kali Ciliwung yang berlokasi di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, dengan menanam beberapa jenis sayuran dan buah-buahan.
Tantangan
Apalagi, Kecamatan Tanah Abang merupakan salah satu daerah dengan kriminalitas cukup tinggi.
Andi mengatakan, ia pernah bertemu preman beberapa kali dan itu menjadi salah satu kesulitan yang dialaminya selama bertani.
“Petani Tanah Abang ini benturan sama premanisme ada, sama narkoba ada. Ini yang bikin sulit saya menyikapinya. Akhirnya orang melihat saya, ‘kok petani segini susahnya masih bisa tawadhu, masih bisa istiqomah menjalankan pertanian itu?’” katanya.
“Memang kalau manusia itu sifatnya kurang semua. Tapi berkat rasa bersyukur saya sama yang kuasa, Alhamdulillah itu buat inspirasi masukan preman itu. Berdasarkan pengalaman-pengalaman kemanusiaan, saya bukan dari kalangan kyai atau apa tetap saja saya berkewajiban menyadarkan orang,” lanjutnya.
Menurutnya dengan bertani, berarti mengharapkan hasil produksi dari apa yang telah ditanam.
Sementara, jika tanaman yang dihasilkan tidak diminati pasar, sama saja tidak ada hasilnya.
Maka sebagai petani sayuran harus melakukan survei dengan permintaan pasar yang seperti apa.
Supaya hasil dapat disesuaikan dan tidak merugikan para petani.
Baca juga : Demi Mewujudkan Petani Beras Indonesia
Menurutnya, menanam cabai rawit bisa dibilang cukup mudah untuk dijual dan minat masyarakat pun banyak.
Selama ini ia selalu menyirami tanaman dengan air bergantian yang ia gunakan.
Saat warna air kali kecoklatan, maka ia akan menggunakannya untuk menyiram tanamannya namun saat warnanya berubah hitam ia gunakan air sumur.
Baginya, masyarakat kota yang sulit diberi pengetahuan perlu adanya contoh dari pemerintah.
Supaya masyarakat mau bergerak dan peduli terhadap kebersihan lingkungannya.
“Pemerintah dalam pengolahan pertanian sangat terbelakang, karena hanya sebatas teori-teori saja, tidak mau ikut terjun di dunia pertanian. Makanya masyarakat masih sulit untuk diberi pengetahuan tentang pertanian,” ungkapnya.
Andi pun berpesan kepada Sahabat Tani untuk mengenalkan jenis-jenis tanaman sedini mungkin pada anak-anak.
Karena diusia itu jika sudah mengenal dan tahu manfaatnya mereka akan merasa memiliki dan mau menjaga.
“Hidup nggak akan hidup, kalau tidak berjuang. Makanya dari sejak kecil anak-anak perlu dikenali dengan tanaman. Karena ada pepatah, tak kenal maka tak sayang. Kalau sudah kenal, maka jadi sayang, dengan cara merawatnya,” tutupnya.