• 24 November 2024

Jalan Panjang Herlina Mengkultur Tanaman

Setiap insan manusia dapat mempercantik keindahan bumi, kalimat cantik ini yang ia terapkan pada kebunnya. Merawat tanaman sudah menjadi salah satu bagian dari ‘nafasnya’ selama bertahun-tahun.

JAKARTA – "Tanam satu pohon dan kamu akan menyelamatkan ribuan manusia."

Kutipan yang cukup terkenal ini nyatanya ampuh menyelamatkan banyak orang.

Buktinya, di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, hobi berkebun kini bersemi kembali.

Minat terhadap tanaman, nyatanya bisa menolong manusia dari rasa jenuh yang menggeluti hati ketika diharuskan tetap berada di dalam rumah.

Baca juga: Kultur Jaringan, Metode Melipatgandakan Tanaman

Aktivitas berkebun kini dirasa menyenangkan dan menenangkan.

Manusia akhirnya percaya, ketika kita ramah dengan alam, merawatnya serta menjaganya, alam juga dengan sendirinya memberikan manfaatnya bagi manusia, bahkan bagi kehidupan semua makhluk.

Kultur jaringan, salah satu langkah memperbanyak tanaman dalam dunia pertanian.

Metode ini dipakai oleh para ahli untuk memperbanyak pasokan tanaman yang permintaannya cukup tinggi, namun sulit mendapatkan persediaan.

Selain itu, kultur jaringan juga dapat melestarikan tanaman-tanaman langka Indonesia yang hampir punah agar tetap terjamin keberadaannya.

Jagadtani.id pun menemui Herlina, seorang ahli kultur jaringan yang telah bergelut dengan tanaman selama bertahun-tahun, di kebunnya yang berlokasi di Komplek IPB 2, Jalan Titan Blok S Nomor 5, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Setelah sampai di lokasi, Herlina, perempuan yang saat itu mengenakan kaos berkerah warna kuning mengantar kami memasuki area kebunnya.

Tanaman rimbun tampak memenuhi segala sudut.

Dari arah pintu masuk, di sebelah kiri terlihat dengan jelas beberapa pohon besar yang nampak tua.

Itu philo angela terlama yang udah aku rawat. Makanya udah sebesar itu. Umurnya ada mungkin 10 tahunan. Dan dulunya hasil dari kultur jaringan juga,” ungkap Herlina.

Sementara, di sisi sebelah kanan dari pintu masuk kebun, terlihat beberapa teratai cantik yang terbentang diatas permukaan air kolam.

Tanaman-tanaman hijau lainnya yang berjejer, ikut mempercantik bagian depan kebun sehingga terlihat sejuk dan asri.

Cantik ya teratainya, aku susah sekali untuk mendapatkan teratai itu. Harus impor dulu dari Thailand,” ujarnya.

Ir. Deborah Herlina merupakan nama lengkap perempuan ini.

Perempuan yang bekerja di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Kementerian Pertanian (Kementan) ini, sejak masa mudanya memang sudah terbiasa merawat tanaman-tanaman hias.

Waktu zaman kuliah, bahkan aku sampai pernah dimarahi ibu kostku karena kebanyakan merawat tanaman anggrek,” kata ibu dua anak itu sambil tertawa, saat mengenang kenangan lamanya.

Di areal kebun dengan luas lebih dari 5000 hektar ini, semua tanaman tertata rapi. Tanaman di jejer berdasarkan kelompok jenisnya.

Tidak hanya mengurus sendirian, ada yang bantu. Di kebun ada empat orang, kalau di laboratorium dua orang,” katanya.

Ribuan tanaman memenuhi isi kebun yang ia namai Rosita Nursery itu, kebanyakan memang hasil dari kulturnya yang telah ia hasilkan dari proses panjang selama bertahun-tahun.

Sudah lihat kan hasil dari kultur jaringan yang ada di sini? Dari hasilnya yang begitu banyak ini, kita bisa mundur untuk melihat bagaimana proses dari ini semua sehingga bisa jadi sebanyak ini,” ujar perempuan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini sembari mengajak kami untuk melihat sisi penting dari proses kultur jaringan, yaitu area laboratorium.

Berjalan beberapa meter dari kebun, kami mulai memasuki sebuah rumah berpagar hitam dan ber cat tembok putih.

Ini tempat Laboratoriumnya. Bagian pengembangan kulturnya ada didalam sini. Dari tempat ini semua proses pengembangan kultur jaringan dimulai,” katanya sambil mempersilahkan kami masuk ke dalam rumahnya.

Kultur jaringan ala rumahan ini telah Herlina lakukan selama lebih dari 20 tahun, bersamaan dengan dibangun kebunnya pada 1997 silam.

Kami mulai memasuki laboratorium, ruangan dengan tampilan kaca transparan itu.

Herlina menjelaskan, proses ini diawali dengan memotong bagian tanaman yang akan dibiakkan, kemudian memasukan bagian tersebut kedalam wadah media kultur.

Herlina mengatakan, faktor utama yang perlu diperhatikan yaitu memastikan, proses mengkultur tanaman harus steril.

Dirinya bahkan mencuci dengan rinci dan berulang kali bagian tanaman atau eksplan yang akan dibiakkan.

Selain harus steril, faktor utama yang menentukan berhasil atau tidaknya proses kultur jaringan adalah, mencari media tanam yang cocok. Karena setiap jenis tanaman itu media tanamnya berbeda-beda,” jelasnya.

Menurutnya, media menjadi faktor paling penting dalam kesuksesan proses kultur jaringan.

Herlina juga menyebut, ketika proses mencari media tanam berhasil, maka tahap selanjutnya adalah inisiasi.

Herlina pun mengambil botol kecil yang isinya tunas yang sedang berada pada tahap inisiasi atau eksplan.

Jika berhasil menjalankan proses kultur jaringan, eksplan akan menunjukkan pertumbuhan akar.

Nantinya, eksplan akan berkembang lagi menjadi tanaman kecil didalam botol. Tahap ini disebut pengakaran.

Nanti setahun, dua tahun akan ada pergantian media tanam dan tunas yang terlihat bisa dibelah, akan dibelah terus semakin banyak, serta semakin bertambah botolnya,” kata perempuan yang juga menjabat Ketua Perhimpunan Hortikultura Indonesia ini.

Tahap terakhir yaitu aklimatisasi.

Tanaman yang dikultur harus melakukan proses penyesuaian diri dengan memindahkan planlet dari tabung ke lingkungan tumbuh baru sebelum ditanam di tanah.

Baca juga: Untung Besar Menggandakan Philodendron Variegata

Setelah proses itu semua selesai, baru bisa dipindahkan ke media tanah. Memang sangat panjang sekali prosesnya. Untuk memindahkan tanaman dari botol ke media tanah saja minimal sekali butuh waktu dua tahun, itu sangat minimal,” ungkap Herlina.

Setiap insan manusia dapat mempercantik keindahan bumi, kalimat cantik ini yang ia terapkan pada kebunnya.

Merawat tanaman sudah menjadi salah satu bagian dari ‘nafasnya’ selama bertahun-tahun.

Kalau pada dasarnya senang dan memang hobi, proses panjang seperti ini pun jadi suatu hal yang terus-terusan akan dilakukan. Menganggapnya bukan sebagai suatu kesulitan, malah menyenangkan,” tutupnya.

Related News