Menyerap Produksi Nelayan dengan Resi Gudang
“Banyak manfaat yang bisa didapat dari SRG ini, karenanya kami mendorong sistem ini bisa diterapkan di seluruh gudang beku di Indonesia.”
JAKARTA - Untuk menyerap hasil produksi nelayan dan pembudidaya ikan yang belum terserap oleh pasar dengan harga wajar, Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong agar seluruh cold storage atau gudang beku ikan di seluruh Indonesia menjalankan sistem resi gudang (SRG).
Menurut Dirjen PDSPKP, Arti Widiarti, SRG merupakan langkah untuk mempercepat penyerapan produksi ikan.
Dengan begitu, nelayan dan pembudidaya bisa terjaga kesejahteraannya.
"Banyak manfaat yang bisa didapat dari SRG ini, karenanya kami mendorong sistem ini bisa diterapkan di seluruh gudang beku di Indonesia," terang Artati dalam keterangannya, Selasa (16/3).
Baca juga: Mengoptimalkan Sumber Daya Laut Natuna
Artati pun mengurai manfaat tersebut di antaranya:
Nelayan dan pembudidaya, terlibat dalam stabilisasi harga.
Selain itu, mereka juga mendapat modal pinjaman untuk kegiatan produksi dengan mengagunkan resi.
Kemudian bagi pengelola hasil perikanan, SRG bisa menjaga keberlanjutan pasokan ikan, jaminan mutu bahan baku ikan dari nelayan atau pembudidaya.
"Konsumen juga mendapat manfaat berupa jaminan ketersediaan ikan dan jaminan mutu ikan yang bagus dengan harga yang stabil," sambungnya.
Dalam mekanisme SRG, ikan menjadi aset yang dibuktikan dengan resi.
Selanjutnya, bukti tersebut bisa dijadikan jaminan agunan pembiayaan ke lembaga keuangan bank maupun non perbankan.
Bahkan, nelayan atau pembudidaya mendapatkan subsidi bunga hingga 6% per tahun, dengan catatan ikan yang akan diagunkan telah memenuhi standar, serta penilaian lembaga penguji mutu dan harus disimpan pada pengelola gudang yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
Ia mengatakan, sejak penerbitan resi gudang ikan pada 27 November 2020 hingga Februari 2021, telah terbit 8 lembar resi senilai Rp 4,396 miliar.
Artati menyebut angka tersebut berasal dari 191,97 ton ikan.
Selain ikan, SRG juga diimplementasikan untuk komoditas rumput laut dan telah diterbitkan 102 lembar resi senilai Rp 88,289 miliar untuk 6.441 ton rumput laut.
"Sebagai tindak lanjut dari sinergitas kegiatan dalam rangka implementasi SRG, Kementerian Perdagangan melalui BAPPEBTI mendorong implementasi SRG ikan pada pengembangan di 3 WPP yakni 711, 715, 718 dan Maluku Lumbung Ikan Nasional (M-LIN) untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat," terang Artati.
Dari sisi kelembagaan pelaksanaan SRG, Direktur Logistik Ditjen PDSPKP, Innes Rahmania mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan KKP telah menyiapkan kelembagaannya diantaranya:
Pengelola gudang (PG) SRG ikan yang terdiri dari, PT. Perikanan Nusantara (Perinus), Perum Perikanan Indonesia (Perindo), dan Koperasi Perikanan.
Kemudian gudang SRG yang terdiri dari 11 gudang beku PT. Perikanan Nusantara yang berlokasi di Bacan, Sorong, Ambon, Gorontalo, Benoa, Sidoarjo, Timika, Muara Baru, Talaud, Makassar dan Bitung.
“Selanjutnya enam gudang beku Perum Perikanan Indonesia yang berlokasi di Brondong (dua gudang), Pati, Mayangan, Natuna dan Sangihe. Satu gudang beku yang dikelola Koperasi Perikanan Berkah Samudera di PPS Kendari,” ujar Innes.
Baca juga: Dimulainya Konservasi Terumbu Karang, COREMAP-CTI
Selain itu, Direktorat Jenderal PDSPKP KKP juga berperan sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) manajemen mutu.
Lalu, LPK Inspeksi Gudang SRG, Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BP3KP), Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) sebagai LPK uji mutu.
Sementara itu, PT. Perinus dan Perum Perindo berperan sebagai LPK uji mutu mandiri.
“Ada juga lembaga keuangan baik yang perbankan maupun non perbankan serta asuransi,” tandas Innes.