• 22 November 2024

Mencari Alternatif Pengganti Kratom

uploads/news/2019/11/menanti-masa-depan-petani-92352fc7a73af35.jpg

Setelah daun kratom masuk ke dalam golongan satu di dalam narkotika, masa depan para petani daun kratom menjadi abu-abu.

PONTIANAK - Daun kratom kini masuk ke dalam golongan satu di dalam narkotika. Daun yang banyak dibudidaya di Kalimantan Barat ini nantinya akan dibuat regulasi agar tidak dijual bebas ke masyarakat. Gubernur Kalbar, Sutarmidji menyatakan jika pihaknya akan mendorong agar kratom yang dibudidayakan oleh masyarakat Kalbar bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan dan kedokteran.

“Dari FGD (Forum Group Discussion) ini, kita mengetahui bahwa BNN (Badan Narkotika Nasional) sudah menegaskan kalau kratom itu masuk kategori golongan satu dalam narkotika, sehingga ke depan ini tidak boleh dipasarkan secara bebas oleh masyarakat, karena akan dibuat regulasinya,” ujar Sutarmidji usai menghadiri FGD mengenai kratom yang digagas BNN di Pontianak, Selasa (5/11) seperti melansir Antaranews.com.

Namun, lanjutnya, di dalam kratom ternyata juga memiliki zat yang bermanfaat. Karena itu, ke depannya pihaknya akan mendorong agar kratom bisa dikelola secara farmasi dan bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan, terutama pengganti morfin yang mengurangi efek sakit (bius) pada dunia kedokteran. Menurutnya, harus ada kajian dan penelitian lebih jauh terkait penggunaan kratom agar potensinya bisa tetap dimanfaatkan, tanpa melanggar aturan yang berlaku.

“Namun, BNN menyatakan akan ada masa transisi sampai tahun 2022 untuk budidaya kratom yang dilakukan masyarakat. Artinya, ini akan kita pikirkan bersama untuk mencari komoditi pengganti. Agar masyarakat yang telah membudidayakan kratom, tidak kehilangan mata pencahariannya saat peredaran kratom benar-benar dilarang nanti,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala BNN Pusat, Komisaris Jenderal Polisi Drs. Heru Winarko dalam FGD tersebut mengatakan dengan tegas jika Kratom masuk ke dalam kategori golongan satu di dalam narkotika. Untuk itu, pihaknya juga sudah menyurati sejumlah kementerian dan badan terkait penetapan tersebut. Dalam sikap itu, BNN memasukkan kratom ke dalam daftar yang dilarang untuk digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.

“Kenapa ini kita lakukan, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Dr. Asep Gana Suganda dari Farmasi ITB, menegaskan bahwa efek yang ditimbulkan kratom 13 kali kekuatannya dari morfin. Jika ini tidak kita antisipasi, jelas bisa disalahgunakan,” katanya.

Apa yang dilakukan BNN, lanjutnya, semata-semata untuk melindungi generasi bangsa Indonesia dari bahaya narkotika. Karena, semakin hari semakin banyak jenis narkotika baru yang beredar di tengah masyarakat dan mengancam masa depan generasi bangsa ini.

Related News