Karena Inovasi Merupakan Kunci
Penguasaan riset, teknologi dan inovasi dalam bidang pertanian, merupakan kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk menguasai produksi pertanian.
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasionalm Bambang Brodjonegoro mendorong penerapan riset, teknologi dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia. Menurutnya, penguasaan riset, teknologi dan inovasi dalam bidang pertanian, merupakan kunci keberhasilan bangsa Indonesia untuk menguasai produksi pertanian, khususnya pangan, dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Hal tersebut disampaikan Bambang saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bertema “Produktivitas dan Daya Saing Pertanian dan Industri Pangan” di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (5/11).
“Kami sangat mendorong kerja sama Triple Helix antara peneliti baik yang berasal dari lembaga pemerintah maupun perguruan tinggi, dunia usaha, maupun pemerintah untuk mengembangkan produktivitas pertanian, baik dari hulunya maupun industri yang mengolah di hilirnya,” ujar Bambang dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11) kemarin.
Selain program-program riset, teknologi dan inovasi dari lembaga riset pemerintah dan perguruan tinggi, Bambang juga mendorong pihak swasta turut terlibat aktif dalam penguasaan riset, teknologi dan inovasi di sektor pertanian.
Penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan menurutnya harus dilakukan mulai dari hulu hingga industri pengolahan hasil pertanian, sehingga produk pertanian Indonesia semakin berkualitas, dan dapat bersaing di tingkat global.
“Sudah cukup banyak perusahaan di Indonesia mempunyai unit R&D yang cukup bagus dan memperkuat daya saing nasional sehingga apa yang dikembangkan para peneliti dan atau innovator bisa langsung berjalan sesuai kebutuhan market,” ujar Bambang.
Pada kesempatan ini, Bambang juga mendorong agar petani dan masyarakat Indonesia merubah pola pikir terkait dengan profesi petani. Ia mengatakan yang dimaksud dengan petani itu adalah pengusaha di bidang pertanian.
Hal ini, lanjutnya, dilakukan untuk mengurangi dikotomi antara pengusaha dan petani. Dikotomi ini, menurutnya telah membuat petani seolah tidak bisa melakukan usaha, padahal kesempatan petani untuk menjadi pengusaha pertanian saat ini adalah sangat besar, karena kesempatan ada di mana-mana.
“Solusinya adalah kita harus angkat petani untuk bisa melakukan usaha. Petani harus merubah mindset-nya untuk tidak hanya menjadi produksi hasil pertanian dan bekerja di lapangan, tetapi para petani dapat bertindak sekaligus menjadi Pengusaha di bidang Pertanian”, jelasnya.
Selanjutnya, Bambang juga berharap hubungan kemitraan antara anggota KADIN baik pusat maupun daerah dengan para petani dapat ditingkatkan. Kemitraan ini, kata Bambang, dilakukan untuk menstimulus para petani daerah dalam berusaha. Sehingga manfaatnya pun bisa dirasakan bersama.
“Saya juga menemukan bahwa kesejahteraan petani bisa meningkat dengan cepat, jika terjalin kemitraan antara petani yang skala kecil dengan pengusaha pertanian yang lebih besar. Dengan kemitraan berdasarkan mutual benefit, kesejahteraan petani akan meningkat lebih baik lagi, karena selain harganya baik, konsumen juga tidak terkena margin tinggi sehingga inflasi dapat dikendalikan,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Agribisnis, Pangan, dan Kehutanan, Franky O. Widjaja mengatakan, pada 2045, jumlah populasi dunia diperkirakan akan menembus sembilan miliar jiwa. Sementara itu, populasi penduduk Indonesia akan mencapai 350 juta jiwa. Artinya, Indonesia, menurutnya, harus bisa meningkatkan produksi pangan secara signifikan untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Menurut Franky, peningkatan produksi pangan tersebut memerlukan bibit tanaman pangan yang unggul dan berproduksi tinggi. Namun, kondisi perbibitan dan perbenihan komoditas pangan saat ini masih belum terkoordinasikan secara baik, walaupun telah banyak penelitian dan pengembangan bibit tanaman pangan dilakukan di lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan maupun dari perguruan tinggi di Indonesia.
“Sehari-harinya, bibit dan benih yang beredar sangat beragam, banyak yang belum terstandarisasi dan kadang-kadang bibit dan benih unggul tersebut hilang dari pasaran. Bibit dan benih bersertifikat, jumlahnya masih sangat terbatas, sehingga mengakibatkan harga jual yang cukup mahal, dan banyaknya impor bibit dari luar negeri, untuk memenuhi kekurangan pasokan. Padahal, banyak bibit tanaman impor saat ini, yang tidak sesuai dengan kebutuhan para petani,” tuturnya.
Franky berharap pemerintah perlu mengeluarkan payung kebijakan yang mengatur tentang perbibitan dan perbenihan komoditas pangan secara nasional, agar dapat terkoordinasi mulai dari pengadaan, pendistribusian, penyimpanan hingga cara menanamnya. Pemerintah juga dirasa perlu menumbuh kembangkan industri pembibitan dan perbenihan dengan memberikan insentif khusus.