"Kini, spesies tersebut hanya tersisa dua ekor betina, yakni Najin dan Fatu"
JAKARTA - Lagi dan lagi mamalia raksasa ini tak bisa bertahan pada keganasan manusia, dan sudah resmi punah. Badak putih utara yang bernama Sudan Pada 19 Maret 2018 dua tahun lalu, pejantan terakhir spesies badak putih utara asli Afrika ini terpaksa dieutanasia. Tim dokter hewan dari balai konservasi OI Pejeta mengatakan bahwa Sudan mengalami berbagai komplikasi penyakit. Ia hanya bisa berbaring selama dua minggu dari akhir Februari hingga awal Maret 2018 karena luka pada kaki kanan belakang.
Fungsi otot dan tulang juga menurun, membuat Sudan lumpuh dari pinggang ke bawah. Kondisi ini membikin usaha pembiakan alami badak putih utara gagal karena Sudan tak lagi sanggup menunggangi betinanya. Sudan tutup usia di umur 45 tahun—sangat tua dalam perhitungan umur badak. Jika Sudan adalah manusia, umurnya saat itu sudah mencapai sekitar 90 tahun. Kematian Sudan membuat pejantan badak putih utara resmi punah. Kini, spesies tersebut hanya tersisa dua ekor betina, yakni Najin dan Fatu.
Baca juga: Gawat, Pesut Mahakam Terancam Punah
Ol Pejeta, sebuah pusat konservasi hewan langka, sedang mengusahakan konservasi badak putih utara dengan berbagai cara. Salah satu cara yang ditempuh adalah in vitro atau bayi tabung. BioRescue, sebuah program untuk menyelematkan hewan langka yang mendekati punah, menciptakan empat embrio baru dan bersiap untuk misi penyelamatan badak putih utara.
Konsorsium ilmuwan dan konservasionis internasional yang bekerja untuk mencegah kepunahan badak putih utara melalui bantuan teknologi reproduksi yang canggih dengan bangga mengumumkan bahwa pada bulan Maret dan April 2021, empat embrio badak putih utara tambahan telah diproduksi.
Sebelum kematiannya ditentukan pada 19 Maret 2018, para peneliti sempat mengambil sel sperma Sudan dan membekukannya bersama dengan spesimen empat penjantan lain. Mereka berharap sel-sel sperma beku milik Sudan dan kawan-kawannya bisa menyelamatkan spesies badak putih utara suatu hari nanti. Para konservasionis semula berencana mengekstrak telur Najin dan Fatu dan membuahinya secara in vitro.
Baca juga: Kuskus, Mamalia Langka Asal Timur
Tapi lagi-lagi kondisi Najin dan Fatu yang sudah tua tak memungkinkan keduanya melalui proses yang lazim kita sebut dengan bayi tabung. Pembuahan in vitro umumnya dilakukan pada manusia dan ternak. Selama bertahun-tahun prosedur ini diujikan ke badak dan tidak berbuah hasil, sampai pada 2019 seekor betina badak putih selatan bernama Victoria melahirkan keturunan jantan dari proses bayi tabung, di Taman Safari San Diego Zoo.
Penanaman embrio Victoria, dikabarkan berasal dari telur dan sperma spesies yang sama. Keberhasilan bayi tabung pada badak putih selatan kembali membuka peluang keberlangsungan badak putih utara. Masalahnya kini para peneliti tengah berusaha mentransplantasi embrio badak putih utara ke rahim ibu pengganti badak putih selatan. Jika cara tersebut tak berhasil, maka skenario terburuknya sperma milik pejantan badak putih utara digunakan untuk membuahi badak putih selatan. Cara itu setidaknya bisa menyelamatkan beberapa keragaman genetik subspesies badak putih utara.
Baca juga: Selamatkan Kerbau Pampangan dari Kepunahan
“Kita akan menjalani proses yang panjang, tapi ini adalah pencapaian studi dan analisis ilmiah luar biasa,” kata Oliver Ryder, direktur genetika konservasi di di Taman Safari San Diego Zoo. Konservasionis optimis usaha-usaha mereka akan memiliki peluang lebih besar pada sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang. Di saat itu, perkembangan ilmu dan teknologi akan membantu mereka meneruskan keragaman genetik badak putih utara.
Sekarang mereka berkejaran dengan waktu menghadapi masalah lain, yakni kepunahan spesies terakhir badak putih utara, Najin dan Fatu. Semoga saja ketika saatnya tiba, kemajuan ilmu dan teknologi in vitro belum terlambat menyelamatkan badak putih utara dari kepunahan.
Baca juga: Banteng Sebagai Simbol Kekuatan Saham