Hidroponik Tepis Stigma Buruk Petani
Dalam paradigma masyarakat, menjadi petani selalu identik dengan ketidakberdayaan dan masa depan yang suram. Beberapa petani bahkan mengaku kurang mendapat dukungan akibat memutuskan menjadi seorang petani.
BOGOR - Tidak bisa di pungkiri, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang sebelah mata profesi petani. Kegiatan bercocok tanam ini masih identik dengan pekerjaan kotor. Misalnya bergelut dengan tanah, lumpur, pupuk, dan berbagai macam tanaman yang memerlukan penanganan khusus. Bahkan beberapa petani mengaku kurang mendapat dukungan.
Hal ini juga diceritakan oleh Rennita, seorang petani perempuan hidroponik asal Bogor. RH Farm, nama kebun hidroponik milik Rennita yang berlokasi di jalan Raya Cifor no. 03 RT 03 RW 02, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, ia bangun sejak tahun 2018.
“Saya sendiri sebenarnya tidak ada dukungan ya. Melakukan semua ini ya karena teringat anak. Anak saya ada 3, dan mereka butuh saya,” cerita Rennita kepada reporter Jagadtani.Id.
Baca juga: Tips Sukses Menjadi Petani Milenial
Kata Rennita, padahal menjadi petani hidroponik berbeda. Menanam tanaman hidroponik memiliki cara yang unik bahkan terbebas dari kegiatan kotor. Hidroponik bahkan sangat cocok untuk wilayah perkotaan dengan memanfaatkan lahan sempit. Budidaya tanaman dengan cara hidroponik ini memanfaatkan air sebagai media tumbuhnya dan fokus pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman.
“Atau bisa jadi karena gengsi, maka beberapa orang menganggap sebelah mata profesi petani. Dan saya ingin membuktikan kepada orang-orang yang bilang saya ini tidak bisa apa-apa, yang meremehkan profesi petani, dengan cara saya fokus di usaha ini. Saya menyibukkan diri dengan usaha pengembangan hidroponik,” tegas perempuan berusia 36 tahun itu.
Baca juga: Memanfaatkan Kolam Ikan Untuk Hidroponik
Menurut alumni dari Universitas Binaniaga Indonesia ini, menanam dengan cara hidroponik lebih bersih, bebas dari racun pestisida, serta penggunaan pupuk dan air lebih efisien.
“Sebenarnya kami menggunakan pestisida, namun pestisida nabati. Ada dua jenis pestisida, yaitu pestisida kimia dan pestisida nabati. Kalau kami hanya pakai pestisida nabati. Sama sekali tidak menggunakan pestisida kimia,” ungkapnya.
Melalui sistem tanam hidroponik, Rennita berhasil mendapatkan omset puluhan juta setiap bulannya. Ia mengatakan, dukungan memang perlu namun selama tetap fokus dan memiliki niat yang baik, maka pencapaian dan keberhasilan akan datang menghampiri bagi para pelakunya, khususnya bagi para petani.
“Buat para petani wanita yang tidak dapat dukungan dari keluarga, suami atau yang lainnya, aku cuma pesan kalian harus tetap kuat. Kalau memang sudah punya anak, bisa ingat anak. Anak bisa jadi penguat diri kita untuk tetap fokus pada bisnis ini. Tidak usah pikir yang aneh-aneh, kita buktikan saja kepada siapapun yang meremehkan kita,” tutupnya.
Baca juga: PPKM Darurat, Berkebun Jadi Pilihan