Sulap Gudang Untuk Budidaya Jamur
“Karena untuk perawatannya sangat simpel, kemudian ini gudang kosong dulunya tempat budidaya sidat. Karena sudah tidak digunakan lagi, akhirnya dimanfaatkan untuk budidaya jamur tiram,”
Di masa pandemi seperti saat ini, perekonomian dilanda krisis yang parah. Banyak penduduk yang terpaksa berhenti kerja, penghasilan menurun, dan pada akhirnya berdampak pada daya beli yang rendah. Namun, tetap ada jalan lain agar warga bisa bertahan hidup. Salah satunya adalah mewujudkan kemandirian pangan. Menjadi kreatif sangat penting di masa pandemi seperti saat ini, khususnya bagi para petani. Hal ini juga dilakukan oleh Lia Dahlia, CEO Blu-Farm. Lia memanfaatkan ruang kosong yang tak terpakai menjadi tempat untuk budidaya jamur tiram.
“Karena untuk perawatannya sangat simpel, kemudian ini gudang kosong dulunya tempat budidaya sidat. Karena sudah tidak digunakan lagi, akhirnya dimanfaatkan untuk budidaya jamur tiram,” ujar Lia saat di wawancarai oleh reporter Jagadtani.Id di kebun Blu-Farm yang berlokasi di Kelurahan Gunung Bunder 2, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.
Baca juga: Menengok Kisah Petani Cabai Milenial
Lebih lanjut, wanita yang masih berumur kepala dua itu menambahkan, “Perawatannya simpel, yang penting lembab. Saat masa panen, kita harus pastikan bahwa akar jamurnya harus benar-benar lepas. Kita juga pernah di suhu paling panas pun, dia tetap hidup. Kemudian di suhu dingin sejuk seperti ini juga tetap hidup,” tambahnya.
Meski pandemi covid-19 masih merajalela di seluruh daerah, Lia tidak berhenti menjalankan aktivitasnya sebagai petani. Ia bahkan tetap berkreasi mencoba berbagai jenis tanaman untuk dibudidayakan. Sebelumnya, Lia juga pernah menanam banyak jenis sayur hidroponik, melon hidroponik, timun, cabai keriting hingga sekarang ia berhasil mencoba membudidayakan jamur tiram.
“Setiap hari pasti panen. Kami jual hasil panen jamur tiram dengan harga Rp 15.000 per kilogramnya. Untuk marketnya, kami jual ke para reseller Blu-Farm dan ada juga yang kami kirim ke pasar minggu,” jelas alumnus Universitas Budi Luhur itu.
Baca juga: Mensejahterakan Warga, Bertani Menjadi Pilihan
Gudang kosong nan gelap tersebut Lia isi dengan 5000 baglog. Adapun Lia mengaku, baglog yang ada di ruangan tersebut ia beli dari daerah Sobang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten karena harga jual baglog di daerah tersebut murah dan terjangkau. Kata Lia, untuk penggunaan satu baglog bisa tumbuh jamur sampai delapan kali dalam 4 bulan kedepan.
“Baglog kita tidak bikin sendiri, kita beli dari sobang. Di daerah sana murah harga baglognya. Kalau buat baglog sendiri kan perlu alat sterilisasinya yaitu alat steam sementara kami disini baru mencoba 2 bulan. Dan kalau buat baglog tanpa alat steam, jamur akan tumbuh kurang bagus. Nantinya malah jamur-jamur lainnya akan tumbuh di baglog tersebut,” tutup Lia.
Baca juga: Tips Rahasia Menanam Melon Hidroponik