• 27 April 2024

Milenial dan Masa Depan Pertanian

uploads/news/2021/09/milenial-dan-masa-depan-51049db52032d6d.jpg

24 September memperingati Hari Tani Nasional 2021. Peringatan ini untuk mengenang sejarah dan perjuangan para petani agar bebas dari penderitaan. Upaya untuk memajukan para petani harus melibatkan semua lapisan, termasuk oleh generasi milenial khususnya di era digital.

Populasi manusia terus bertambah, tentu permintaan pangan akan terus meningkat. Namun sektor pertanian sangat sedikit digandrungi apalagi oleh generasi milenial. Milenial saat ini enggan untuk terjun ke bidang pertanian, bahkan sedikit pemuda yang mengetahui perkembangan pertanian di tanah air. Alasannya, pertanian dianggap kurang memadai dan tidak menjamin kebutuhan hidup.

Jika tidak ada lagi generasi penerus di sektor pertanian Indonesia, maka bisa dibayangkan di masa depan Indonesia menjadi negara yang kelaparan dengan angka kemiskinan yang semakin bertambah, tingkat kriminalitas meningkat, masyarakat akan kekurangan nutrisi akibat harga pangan yang mahal dan diiringi dengan pola makan yang kurang sehat.

24 September memperingati Hari Tani Nasional 2021. Peringatan ini untuk mengenang sejarah dan perjuangan para petani untuk bebas dari penderitaan. Upaya untuk memajukan para petani harus melibatkan semua lapisan, termasuk oleh generasi milenial khususnya di era digital seperti saat ini. Perubahan pesat teknologi digital pada pertanian membawa banyak dampak perubahan. Karena itu, pertanian tak mungkin bisa mencukupi kebutuhan penduduk yang terus bertambah tanpa diikuti dengan perkembangan teknologi.

“Jadi era digital ini sebenarnya mampu memberikan transformasi yang lebih dalam bidang pertanian. Dan itu harus kita dorong terutama bagi generasi milenial. Generasi muda harus ikut terlibat dalam bidang-bidang pertanian,” ujar Sosiolog Perempuan dan Pertanian, Dr. Eko Wahyono, S.Sos, MSi kepada Jagadtani.Id.

Baca juga: Hari Tani di Tengah Pandemi

Meskipun demikian, perubahan menuju pertanian digital atau revolusi industri 4.0 harus diimbangi dengan adanya kemauan dari para pelakunya. Paradigma masyarakat perlu diarahkan untuk mau ikut beradaptasi dengan era digital. Untuk mewujudkan pertanian 4.0 yang memadai, dibutuhkan hubungan kerjasama yang sinergis sehingga nantinya pertanian 4.0 mampu menjadikan teknologi sebagai sarana yang memudahkan petani, bukan sekedar wacana dan hiburan saja.

Beberapa petani daerah mengeluh karena meskipun adanya teknologi yang saat ini telah berkembang, namun mereka sama sekali tidak mengerti mengenai cara penggunaan dan keterlibatan dalam perkembangan teknologi. Pertanian digital di desa bahkan kekurangan alternatif pendukung dalam keberlangsungan pertanian di pedesaan.

“Teknologi digital itu berdasarkan observasi atau dari data-data riset yang lain, sebenarnya literasi digital kita ini masih terbilang kurang ya. Sehingga literasi akan digital, lalu infrastruktur digital, infrastruktur tekonologi, secara makro perlu ada kebijakan yang lebih bersinergis untuk mengembangkan pertanian dan digital ini khususnya bagi petani di pedesaan dan buruh migran,” tegas Eko.

Baca juga: Menengok Kisah Petani Cabai Milenial

Faktor usia petani tentu menjadi salah satu hambatan dalam beradaptasi dengan inovasi teknologi pertanian. Padahal, teknologi ini akan sangat berpengaruh besar terhadap produktivitas hasil usaha tani.

“Karena kedepannya dan seperti yang kita tahu, teknologi digital ini sangat membantu. Dia bisa menjadi instrumen untuk mengembangkan pertanian. Karena bisa kita lihat dan kita cari ya, ada berbagai platform pertanian untuk menjual dan untuk mensponsorkan atau marketing hasil-hasil pertanian sehingga petani yang ada di desa atau di kampung bisa mengakses dan menjual produknya itu ke masyarakat yang lebih luas,” jelas pria yang hobi melukis itu.

Karena itu, peran pemuda sangat penting bagi sektor pertanian di era digital ini untuk memajukan pangan dan perekonomian negeri apalagi di tengah masa pandemi demi keberlangsungan hidup yang semakin membaik. Pemuda bisa ikut andil memainkan peran dalam teknologi digital untuk ikut mensukseskan sektor pertanian tanpa khawatir mengalami panas-panasan, kotor-kotoran seperti yang dibayangkan oleh kebanyakan pemuda.

“Semuanya bisa ikut terlibat dalam bidang pertanian. Mungkin kita tidak menanam secara langsung, karena pertanian itu terkait dengan culture atau budaya, dan menurut saya yang muda itu tidak bisa langsung terjun ke pertaniannya. Tapi, sahabat tani bisa bermain dalam sektor yang lain misalkan dalam memasarkannya, ikut kolaborasi dengan petani, membuat berbagai pelatihan, platform digital, dan juga membuat pemasaran yang lebih bagus, lebih efektif di media-media sosial atau lainnya,” pungkasnya.

Baca juga: Intip Hidroponik Petani Wanita Milenial

Eko juga mengatakan, petani juga penting memahami kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Petani perlu memahami politik dan mengikuti kebijakan. Di sisi lain, pemerintah sebagai pengambil kebijakan perlu untuk saling memahami sehingga terjadi sebuah kerjasama yang sinergis dan juga kesejahteraan bagi petani di Indonesia.

“Peran pemerintah dalam kebijakan pertanian itu sebenarnya sudah bagus dalam beberapa hal, tetapi kemudian hal yang masih kurang atau perlu ditingkatkan itu adalah soal kolaborasi. Jadi mungkin kerjasama, kolaborasi, sinergi, dan saling memahami itu yang kedepan perlu dikedepankan,” terangnya.

Lebih lanjut, Eko berharap, “Harapannya, petani Indonesia bisa berdaulat dan mandiri. Petani yang memiliki kerja keras dan juga etos kerja yang sangat tinggi, kemudian dari hasil-hasil yang sudah di produksi oleh petani ini mampu terbayarkan secara maksimal secara harganya dan juga dapat menjadi komoditas yang unggulan di Indonesia,” tutupnya.

Baca juga: Milenial Tembus Omset Ratusan Juta

Related News