• 22 November 2024

Anak Petani jadi Staf Khusus Presiden

uploads/news/2019/11/anak-petani-jadi-staf-763177d4c56311c.jpg

Berada di tengah berbagai perbatasan, ternyata tidak membuat anak bungsu dari tujuh bersaudara ini putus asa untuk mencapai cita-citanya.

JAKARTA - Sejak kecil, Aminuddin Ma’ruf hidup dibesarkan di tengah-tengah keluarga petani dan sempat merasakan kehidupan dengan beragam keterbatasan. Berada di tengah berbagai perbatasan, ternyata tidak membuat anak bungsu dari tujuh bersaudara ini putus asa untuk mencapai cita-citanya. Ditambah, aliran listrik saja baru ia nikmati saat berada di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas tiga.

Selama aliran listrik belum masuk ke Desa Tanahbaru, masyarakat setempat hanya mengandalkan lampu togok damar atau warga menyebutnya “lampu ontel”. Begitu juga dengan keluarga Amiruddin. Walau lahid dari latar belakang keluarga petani, Aminuddin kecil bisa dibilang cukup jarang bersentuhan dengan lingkungan sawah. Hal tersebut cukup bertolak belakang dengan latar belakang keluarganya. Tapi tidak mengapa, sebab kedua orang tuanya justru melarangnya untuk ikut bekerja secara langsung.

Namun, sifat gigih pemuda kelahiran 27 Juli 1986 di Desa Tanahbaru, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat ini sudah terlihat sejak kecil. Bahkan, saking antusiasnya, ia tetap memilih ikut terlibat untuk membantu orang tuanya saat musim panen padi tiba.

“Waktu itu saya masih kecil dan ingin merasakan panen. Namun, pada saat ngarit, jari saya terluka kena sabetan,” kata pria berusia 33 tahun ini kepada ANTARA, Jumat (22/11) kemarin.

Siapa sangka, pria yang pernah menjabat Sekretaris Jenderal Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi) ini malah ditunjuk dan dilantik oleh Presiden RI, Joko Widodo, sebagai staf khusus presiden pada Kamis (21/11). Aminuddin sendiri mengaku kaget saat ditunjuk Jokowi sebagai staf khusus.

“Tidak ada sama sekali dalam pikiran saya terbesit, nanti akan menjadi staf khusus presiden,” lanjutnya.

Mengawal pemuda

Sebagai staf khusus presiden, Aminuddin memiliki tugas khusus, yaitu berkomunikasi dan berhubungan dengan kelompok-kelompok strategis. Amanah yang diberikan negara itu nantinya akan bersinggungan langsung dengan mahasiswa se-nusantara termasuk para santri di Tanah Air.

Dirinya menyebut, persoalan para pemuda saat ini cukup kompleks. Apalagi, di era teknologi yang semakin maju, di mana semua masyarakat dapat mengakses beragam informasi. Namun, jika tidak berhati-hati, maka ini dapat menimbulkan masalah.

Untuk mewujudkan dan menunaikan tanggung jawab yang diberikan negara tersebut, ia akan menggunakan strategi jemput bola. Karena, Presiden Jokowi menginginkan semua masalah dapat diatasi sesegera mungkin dengan melihat langsung ke lapangan.

“Saya juga akan menyapa teman-teman mahasiswa di kampus dan santri di pondok pesantren,” tuturnya.

Salah satu mimpi yang ingin diwujudkannya yaitu, agar para mahasiswa maupun santri tidak merasa inferior dari kelompok lain. Sebab, setiap generasi dan masyarakat secara umum memiliki kesempatan yang sama. Apalagi, ujarnya, keberpihakan Presiden Jokowi juga sudah jelas kepada para santri dan pondok pesantren di Tanah Air.

Kemudian, tambahnya, presiden memiliki visi Indonesia sentris. Artinya, setiap pemuda dan pemudi baik itu di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan lainnya memiliki kesempatan yang sama layaknya para generas di Tanah Jawa. Kesempatan itu dapat merujuk pada aspek ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan sebagainya tanpa ada perbedaan. Selain itu, para pemuda juga didorong untuk memanfaatkan redistribusi aset dan sertifikat lahan.

Menurutnya, hal itu harus dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama pemuda serta memastikan faktor produksi tersebut milik mereka. Selain itu, katanya, perlu diingat jika Indonesia pernah besar sebagai negara agraris yang diperkuat oleh status negara maritim. Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016 itu berpesan sebagai anak desa dan seorang santri, masyarakat tidak boleh lupa dan patut bangga menjadi bagian dari masa depan Indonesia.

Secara umum, Aminuddin diberikan tugas oleh Presiden Jokowi untuk mengisi paradigma santri dan mahasiswa dalam melihat dunia yang mengalami perbuahan demi perubahan. Apa lagi, saat ini beragam tantangan itu cukup kompleks, sehingga beban yang diemban cukup besar.

“Santri tidak hanya mengaji, tapi juga mengkaji banyak hal terkait ilmu pengetahuan,” imbuhnya.

Pernah mengkritisi Presiden Jokowi

Aksi unjuk rasa mahasiswa hingga kalangan pelajar secara besar-besaran yang terjadi beberapa waktu lalu di sejumlah titik, dinilainya akibat adanya komunikasi yang tidak sampai. Meski demikian, aksi unjuk rasa itu menurutnya merupakan salah satu tantangan terbesar pemerintah jika ingin mengeluarkan kebijakan. Sehingga, segala sesuatunya harus dipastikan agar tersampaikan dengan benar kepada masyarakat.

Aminuddin mengatakan, sifat kritis para mahasiswa dibutuhkan untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan. Bahkan, dirinya mengaku pernah turun langsung ke lapangan dan ikut berunjuk rasa saat pemerintahan Jokowi periode pertama.

“Bapak Presiden Jokowi jadi presiden, saya pernah beberapa kali turun aksi kok,” ungkapnya.

Nantinya, salah satu langkah yang akan dilakukannya yaitu berdialog dengan para mahasiswa untuk menampung berbagai aspirasi. Karena, ia meyakini jika sifat idealis mahasiswa bisa menjadi semangat pembangunan bagi bangsa. Dalam waktu dekat, Aminuddin mengatakan akan membahas penerapan kartu pra kerja. Sebab, objek utama program tersebut yaitu mahasiswa yang baru saja lulus, namun belum mendapatkan pekerjaan.

“Kita perlu tahu bagusnya kartu pra kerja itu seperti apa, sehingga butuh masukan dari mahasiswa,” tutupnya.

Related News