• 22 November 2024

Kebangkitan Bawang Putih Tegal

uploads/news/2019/11/kebangkitan-bawang-putih-tegal-274232ad08a9c36.jpeg

Sempat berjaya lalu terpuruk, para petani bawang putih di Tegal mulai bangkit lagi menjadi sentra bawang putih nasional.

TEGAL - Kebijakan untuk menanam bawang putih yang digiatkan Kementerian Pertanian mulai membuahkan hasil. Secara perlahan, petani mulai memproduksi kembali komoditas yang sebelumnya sangat bergantung pada kebutuhan impor. Perlahan tapi pasti, para petani bawang putih mulai menikmati hasilnya. Salah satunya Jiranto, petani yang merasakan harumnya hasil menanam bawang putih.

Padahal, petani asal Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah ini dulunya sempat merantau ke Jakarta karena himpitan ekonomi. Anto, sapaan akrab Jitrianto, menceritakan keputusannya kembali ke Tegal manjadi bawang putih. Anto bercerita, pada 1998, keluarganya terpaksa diboyong untuk merantau ke Jakarta dengan baju seadanya yang melekat di badan.

“Kami tidak punya apa-apa sejak bawang putih Tegal porak poranda akibat impor. Orang tua kami mengalami kerugian besar karena bawang putih. Sejak 2015 kami sekeluarga kembali dan ikut program pemerintah. Alhamdulillah, perlahan tapi pasti mulai ada hasilnya. Tahun ini saya dan istri bahkan orang tua kami bisa daftar ONH plus,” terang Anto sembari sumringah, seperti melansir RMCO, Senin (25/11).

Anto masih ingat betul, saat para petani Desa Tuwel menjadikan bawang putih sebagai komoditas utama, sehingga produksi bawang putih lokal berjaya di era 1982 hingga puncaknya, 1995. Namun, badai krisis ekonomi yang diikuti kebijakan liberalisasi langsung menghantam kawasan produksi emas putih di lereng utara Gunung Slamet tersebut. Tercatat sejak 1998 hingga 2017, grafik produksi menukik jatuh tajam.

Petani bawang putih langsung “mati suri” selama 20 tahun lamanya. Parahnya lagi, riset dan penelitian tentang bawang putih juga ikut berhenti, tidak beranjak dari referensi dan pustaka usang yang sudah tergerus zaman. Padahal, seingat Anto, petani bawang putih mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang perguruan tinggi, masjid yang terbangun megah malampaui masanya, hingga petani yang berduyun-duyun berangkat haji dari hasil bawang putih.

Namun, semuanya tinggal menyisakan sejarah manis yang nyaris terkubur dalam ingatan petani yang telah renta. Gempuran bawang putih impor benar-benar mengubur sangat dalam segala harapan petani. Tragisnya, generasi petani muda Tuwel seperti kehilangan harapan masa depan, hingga terjadilah eksodus urbanisasi ke ibu kota Jakarta untuk bertahan hidup. Menanam bawang putih saat itu berubah menjadi momok dan tabu bagi petani Tegal.

Kegelisahan petani dan masyarakat akan ketergantungan bawang putih impor mulai menemukan titik cerah. Pada 2015, Bank Indonesia Kantor Cabang Tegal membuat lahan di percobaan di Tuwel melalui pola klaster. Saat itu, nyaris tidak ada petani yang mau terlibat dalam proyek tersebut. Bahkan, yang muncul justru cibiran dari berbagai pihak. Namun, setelah melewati berbagai proses pendekatan dan pendampingan insentif, terbentuklah klaster bawang putih meski hanya satu hingga dua hektare.

Gayung bersambut, pada 2017, Kementerian Pertanian mengeluarkan kebijakan perluasan areal tanam dan produksi bawang putih nasional. Pada awalnya, Pemerintah Kabupaten Tegal termasuk yang paling restriktif dengan kebijakan tersebut. Mengingat sejarah kelam yang pernah dialami petani setempat. Bahkan, pemerintah pusat sampai harus terjun langsung untuk melakukan pendekatan persuasif kepada petani dan pemerintah daerah Tegal agar mau menanam kembali bawang putih.

Percobaan demi percobaan dilakukan Kementan bersama lembaga peneliti dan perguruan tinggi untuk meyakinkan jika Tegal memang memiliki potensi untuk mengembangkan bawang putih. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN), pemerintah menggelontorkan sejumlah bantuan untuk mendorong perluasan tanam dan produksi bawang putih. Tak hanya itu, Tegal juga dipilih sebagai lokasi kemitraan importir dan petani.

Kolaborasi antara Kementan, Pemda, Bank Indonesia, petani, hingga importir mampu menjadikan Tegal bangun dari tidur suri dan menjadi sentra bawang putih nasional. Mereka bersaing dengan Kabupaten Lombok Timur dan Kota Bima di Provinsi Nusa Tenggara Barat; Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah; dan Kota Malang di Jawa Timur. Tidak hanya itu, program kemitraan tanam dan produksi antara importir bawang putih dan petani yang digagas Kementan ternyata mampu memberi keuntungan yang tidak sedikit bagi petani.

Gudang-gudang benih yang tadinya kosong kini mulai terisi, petani pun bergairah untuk bertanam dan bermitra, investasi terus berdatangan memacu kinerja ekonomi daerah. Nah, yang paling menggembirakan lagi, generasi petani muda Tegal perlahan tapi pasti, banyak yang memilih pulang kampung untuk kembali terjun ke ladang berbudidaya bawang putih. Kini, Anto bersama dengan 18 orang petani bawang putih di desa lainnya ikut mendaftar haji dari hasil bawang putih.

“Sungguh berkah luar biasa,” ujar Anto terharu.

Bukan hanya Anto, petani bawang putih lainnya, Abdul Muin, warga desa Rembul juga tak kuasa menahan haru saat mengungkapkan kesuksesan yang dirasakannya berkat bawang putih.

“Alhamdulillah dari hasil bawang putih bisa beli tanah, daftar haji dan lainnya. Bahkan saya ajak tetangga saya untuk tanam bawang putih,” ungkap petani paruh baya ini. 

Ahmad Maufur, petani muda setempat yang dinobatkan sebagai champion atau penggerak pembangunan pertanian khususnya bawang putih di Kabupaten Tegal, menceritakan kisah sukses bagaimana berdirinya masjid megah dua lantai yang saat ini sedang dibangun di Desa Tuwel.

“Masjid ini dulunya sebuah masjid tua yang sudah tidak layak pakai. Kemudian pada 2014 kami berniat untuk membongkar dan membangun yang baru. Niat tersebut baru terwujud dengan mulainya pembongkaran pada tahun lalu. Sejak para petani sini kembali tanam bawang putih pada 2018 kemarin, Alhamdulillah, iuran pembangunan masjid pun menjadi lancar sehingga kas masjid mencapai Rp400 juta. Semua dari hasil tanam bawang putih!” terang Maufur.

Sejak berproduksinya kembali bawang putih lokal di kawasan utara lereng Gunung Slamet, masyarakat setempat kini mulai banyak yang beralih konsumsi dari bawang putih impor kembali ke bawang putih lokal. Mereka yakin, dari segi citarasa, bawang putih lokal jauh lebih kuat dan nikmat dibanding bawang putih impor. Bahkan, kalangan ibu-ibu rumah tangga setempat ada yang mengolah bawang putih menjadi black garlic dengan teknologi fermentasi sederhana.

Menurut pengakuan seorang ibu rumah tangga setempat, Fuji, bawang putih lokal sangat dirasakan manfaatnya, termasuk untuk kesehatan dan penambah stamina laki-laki. Sambil tersipu malu, ia mengakui khasiat bawang putih lokal benar-benar luar biasa dan tak terkalahkan. Sementara itu, Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, Rico Simandjuntak memastikan, kebijakan pengembangan kawasan bawang putih yang digulirkan pemerintah sejak 2017 hingga saat ini masih berlanjut.

Walau diwarnai beragam pro dan kontra, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bagaimana gegap gempitanya petani menanam kembali bawang putih. Euforia tersebut mampu menumbuhkan kembali sentra-sentra bawang putih yang lama terpuruk. Selain bangkitnya kembali bawang putih, juga diwarnai dengan tumbuhnya penangkal benih di beberapa daerah di Tegal. Kesadaran kolektif dan semangat berdikari yang digelorakan pemerintah bersama-sama dengan petani bawang putih telah merambah ke seluruh penjuru tanah air.

“Mereka satu sama lain saling belajar dan mengasah kemampuan budidaya dan pascapanen untuk menghasilkan bawang putih lokal berdaya saing,” tutupnya.

 

Related News