Parung Farm, Pelopor Hidroponik Pertama
JagadTani.id mendapat kesempatan ke Parung Farm, pelopor hidroponik pertama di Indonesia.
BOGOR - Adakah sahabat tani yang tahu lahan hidroponik pertama di Indonesia? Jawabannya ada di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di perkebunan dengan luas lahan sekitar empat hektare ini, berbagai macam sayuran dengan memanfaatkan sumber daya air, tanpa tanah atau media tanam lainnya. Seperti umumnya hidroponik, air menjadi sumber utama untuk menyalurkan nutrisi dari pupuk ke akar. Air yang digunakan pun bukan air biasa, melainkan air yang sudah dicampur pupuk atau nutrisi tanaman lainnya.
“Kalau green house atau Parung Farm ini dari tahun 2016 sudah ada, di Cianjur sama di sini. Tapi kalau hidroponik, ini dari tahun 1996. Pelopor pertama hidroponik di Indonesia, ya kita,” ujar Iwan selaku Pengurus Perkebunan Parung Farm kepada JagadTani.id, Minggu (24/11) lalu.
Baca Juga: Koramil Tanah Sareal Sulap Lahan
Selain memproduksi sayuran untuk di kirim ke supermarket, Parung Farm juga membuka pelatihan untuk siswa ataupun mahasiswa yang ingin belajar bercocok tanam. Iwan mengatakan, sudah ada puluhan nama sekolah atau pun universitas yang mengikuti pelatihan di kebun ini. Kemudian, pria berusia 41 tahun ini menceritakan bagaimana sejarah penemuan hidroponik di Indonesia,
“Jadi ceritanya, dulu kan riset nya BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) itu enggak punya lahan, enggak punya basic untuk hidroponik. Terus kebetulan bos saya lagi keluar negeri, eh dia di sana melihat tanaman yang tumbuh di pipa, kok bisa hidup ya? Kebetulan temannya lagi riset BPPT, ya sudah jadi di tempat dia terus riset nya. Akhirnya, dia mengajak karyawan nya satu biar bisa belajar, kemudian berlanjut sampai sekarang,” jelasnya.
Baca juga: Pemuda Hijrah! Sukses bertani Hidroponik
Di lahan tersebut, Iwan menyebut, selalu ditanam berbagai sayuran yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti bayam, kangkung, sawi, selada, dan masih banyak lagi. Menurut Iwan, hidroponik bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang tidak memiliki cukup lahan untuk berkebun. Semua tanaman yang ada di kebun ini jika sudah memasuki masa panen selama tiga bulan, setelah itu dikirim ke supermarket.
“Yang membedakan hidroponik dari cara menanam pada umumnya adalah hasil dari tanamannya, lebih crispy, bersih, dan enggak boleh disemprot pestisida. Didiamkan saja gitu, kalau ada yang rusak, bolong-bolong, ya didiamkan saja. Biasanya dijual harga per kilogram nya Rp55.000, semua sayuran sama (harganya),” jelas Iwan.
Baca juga: Jogja Youth Farming Pikat Milenial
“Ini kita kirim ke supermarket seluruh Jabodetabek, nanti kalau ke toko-toko ketemu label-nya Parung Farm, itu kita punya. Kita ada lahan, di sini (Parung) sama pusatnya di Cianjur,” tutupnya.