• 26 April 2024

Gelaran Jelang Hari Lahan Basah Sedunia

uploads/news/2022/01/gelaran-jelang-hari-lahan-779887d9d37c100.jpeg

Menjelang peringatan Hari Lahan Badah sedunia (World Wetlands Day 2002), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyelenggarakan rangkaian kegiatan pada 25 dan 26 Januari di beberapa kawasan konservasi Pulau Timor, Flores dan Rote.

"Aktivitas yang dilakukan adalah pengamatan satwa, eksplorasi mangrove, penanaman mangrove, dan bersih sampah (clean up day) yang melibatkan personil Balai Besar KSDA NTT serta partisipasi dari mahasiswa pencinta alam Universitas Nusa Cendana, siswa SMK Negeri Poco Ranaka dan SMA di Riung, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan juga masyarakat," kata Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud, pada (26/1). Dengan lokasi
Cagar Alam Hutan Bakau Maubesi, Suaka Margasatwa Danau Tuakdale, Taman Buru Bena, Taman Wisata Alam Laut (Teluk Kupang, Tujuh Belas Pulau, Teluk Maumere), TWA Menipo, KEE Rote Ndao, Pantai Nunkurus dan Pantai Manikin (kawasan penyangga TWAL Teluk Kupang).

Arief menceritakan beberapa jenis burung air maupun burung migran yang dapat diidentifikasi oleh tim di area lahan basah tersebut antara lain raja udang, gajahan besar, trinil pantai, trinil ekor kelabu, ibis, kuntul, bangau, dan belibis.

Selain itu, dari aksi bersih sampah dapat terkumpul sekitar 90 Kg sampah anorganik (plastik) dengan rincian 50 Kg dari TWAL Teluk Maumere, 10 Kg dari CA Hutan Bakau Maubesi, 15 Kg dari TWAL 17 Pulau, dan 25 Kg dari area Pantai Manikin. Sampah plastik dari kemasan pembungkus selanjutnya akan diolah untuk menjadi Ecobrick.

"Peristiwa badai siklon Seroja pada bulan April 2021 lalu turut berdampak pada habitat burung air, misalnya saja di kawasan Pantai Manikin (penyangga TWAL Teluk Kupang) yang terkena abrasi. Tim yang melaksanakan pengamatan satwa menjumpai burung pantai berjenis gajahan sejumlah 32 ekor dan kawanan bangau putih sekitar 100 individu," tambah Arief.

Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia diperingati setiap tahunnya pada tanggal 2 Februari, berdasarkan penandatanganan Konvensi Lahan Basah pada tanggal 2 Februari 1971 di Kota Ramsar (Iran). Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global terhadap peran penting lahan basah bagi manusia dan kehidupan. Negara Indonesia telah masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1991 tentang Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia.

Tema kegiatan pada tahun 2022 adalah Wetlands Action for People and Nature atau Aksi Lahan Basah untuk Manusia dan Alam, dan pesan yang ingin disuarakan kepada khalayak luas adalah Value Manage Restore Love Wetlands. Value yakni menghargai lahan basah atas berbagai manfaat terhadap kehidupan manusia dan kesehatan planet; Manage yakni mengelola dengan bijak dan pemanfaatan yang berkelanjutan; Restore atau pemulihan atas lahan basah yang terdegradasi.

Lahan basah menurut Konvensi Ramsar merupakan definisi yang luas, yaitu ”Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan: alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut”. Arti lain dari lahan basah adalah area dimana terjadi dimana air bertemu dengan tanah. Contoh dari lahan basah antara lain bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Lahan basah ada di setiap negara dan di setiap zona iklim, dari daerah kutub sampai daerah tropis, dan dari dataran tinggi sampai daerah kering.

Arief menjelaskan, pada Provinsi NTT yang merupakan wilayah kepulauan dengan bentang alam yang bervariasi dari perairan dangkal hingga pegunungan tinggi tidak terlepas dari keberadaan lahan basah. Beberapa kawasan lahan basah yang diketahui diantaranya hutan mangrove, delta, muara sungai, sungai, pantai berlumpur (mudflat), pesisir, danau, dan terumbu karang.

Sebagai contoh interaksi erat antara lahan basah dengan satwa dapat dijumpai pada kawasan pesisir dan atau mudflat dengan burung air dan burung migran. Sejalan dengan agenda Asian Waterbird Census yang tujuannya adalah mendorong kepedulian masyarakat terhadap lahan basah dan burung air, maka Balai Besar KSDA NTT melaksanakan pengamatan terhadap burung air atau burung migran pada beberapa lokasi.

Keberadaan lahan basah vital bagi ekosistem termasuk kehidupan manusia diantaranya sebagai penyimpan karbon, sumber air, sumber pangan, jalur transportasi, penyokong perekonomian, mengurangi risiko bencana alam, dan sumber keanekaragaman hayati.

"Lahan basah di Nusa Tenggara Timur telah jelas dan nyata menjadi penyangga kehidupan manusia dan turut memastikan kesehatan ekosistem di Planet Bumi. Aksi merusak lahan basah dan perubahan iklim global telah mengancam keberadaan lahan basah. Oleh karena itu dalam peringatan Hari Lahan Basah Sedunia ini diharapkan semua pihak mencintai lahan basah dengan bersama-sama menghargai, mengelola, dan memulihkannya demi masa depan kita semua dan seluruh makhluk hidup," kata Arief Mahmud.

Related News