• 22 November 2024

Dua Ekor Elang, Kado 25Tahun BTNGHS

uploads/news/2022/03/dua-ekor-elang-kado-284019f25e24c4a.jpeg

Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS/TaNa Halisa) telah memasuki usia ke 25 tahun. Usia tersebut setelah resmi tidak berada di bawah pengelolaan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sejak 1997. Dalam usia 25 tahun usia BTNGHS ditandai dengan pelepasan dua ekor Elang pada 28 Maret 2022.

 

BTNGHS pada awalnya masih cagar alam sejak tahun 1935 dengan dikelola oleh pemerintah Belanda dan Indonesia (Djawatan Kehutanan Jawa Barat). Selama berstatus Taman Nasional (1997 – 2003), luas cakupan hanya 40ribu Ha. Namun memasuki tahun 2003, BTNGHS mendapat tambahan menjadi 113.357 Ha. Luas tersebut diperoleh dari kawasan hutan Gunung Salah, Gunung Endut yang sebelumnya hutan produksi terbatasdan hutan lindung.

 

Dalam memperingati 25 tahun usia BTNGHS, dua ekor elang itu terdiri dari satu ekor Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dengan jenis kelamin jantan yang diberi nama ‘SALAKA’ dan satu ekor Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) dengan jenis kelamin jantan yang bernama ‘WIBISONO’. Keduanya dilepasliarkan di Areal Kerja Usaha (AKU) atau Areal Ijin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (IPJLPB) Star Energy Geothermal Salak (SEGS), Ltd., TNGHS.

 

‘SALAKA’ merupakan Elang Jawa yang diserahkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat Bidang Bogor dan telah direhabilitasi selama 5 (lima) bulan, sementara ‘WIBISONO’ adalah Elang Brontok yang diserahkan oleh Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Yogyakarta dan telah direhabilitasi selama 11 bulan.   

‘SALAKA’ dan ‘WIBISONO’ siap dilepasliarkan setelah melewati masa rehabilitasi di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Loji-Bogor, yang dikelola oleh Balai TNGHS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan telah melalui beberapa prosedur, di antaranya prosedur kesehatan dan prosedur memastikan bahwa perilaku mereka menunjukkan kesiapan untuk pelepasliaran. Selain itu, Balai TNGHS juga memastikan bahwa lokasi pelepasliaran adalah kawasan yang telah sesuai untuk pelepasliaran sebagaimana hasil kajian habitat (habitat assesment) menggunakan tool Maxent tahun 2020, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Ground check oleh tim PSSEJ pada bulan Februari 2022. Sebagai hasilnya, area SEGS dinilai yang paling cocok berdasarkan beberapa kriteria, di antaranya kondisi habitat, keberadaan elang jawa, aksesibilitas dan potensi keberadaan pakan.

 

Kegiatan Pelepasliaran ini dinilai sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan terkait perlindungan hidupan liar di dalamnya bagi kelestarian satwa, karena Elang Jawa dan Elang Brontok merupakan jenis aves (burung) yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (permen LHK) Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Khususnya Elang Jawa yang termasuk salah satu dari 25 satwa prioritas yang terancam punah dan satwa endemik Pulau Jawa, serta merupakan salah satu dari 3 (tiga) spesies kunci di TNGHS.

Upaya konservasi akan terus dilakukan salah satunya adalah melalui program rehabilitasi dan pelepasliaran elang hasil sitaan BKSDA ataupun serahan masyarakat. Pelepasliaran satwa liar merupakan program prioritas yang akan terus dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Halimun Salak untuk menjaga kelestarian satwa di habitat alaminya. Dukungan dan kerjasama para pihak, baik sektor pemerintah, swasta, LSM, akademisi, dan masyarakat merupakan modal utama untuk pelepasliaran satwa liar untuk kepentingan kelestarian dan pengawetan keragaman hayati di kawasan TNGHS.

Related News