Pemusnahan 18 Opsetan Satwa Dilindungi
Sebagai bentuk konservasi, 18 satwa dilindungi hasil awetan (opsetan) harus dimusnahkan yang berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/ MENLHK/ SETJEN/KUM.1/6/ 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.
Pemusnahan yang dilaksanakan pada 18 Maret 2022 di lapangan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Palembang disaksikan Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG), mewakili Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK), didampingi Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel), bersama dengan Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan (Dishut Sumsel).
Dari seluruh opsetan tersebut, tiga opsetan satwa diantaranya berasal melalui hasil penyidikan yang sudah berkekuatan hukum tetap melalui putusan hukum dengan Petikan Berita Acara Nomor : 05-K/PMT-II/AD/V/2016 tanggal 25 Juli 2016 yang terdiri dari 1 harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), 1 kepala rusa sambar (Rusa unicolor), dan 1 macan tutul (Panthera pardus melas).
Sedangkan 15 opsetan satwa lainnya berasal dari serahan masyarakat selama kurun waktu 4 tahun terakhir (2018 - 2021), yang terdiri dari 3 harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), 4 beruang madu (Helarctos malayanus), 6 kepala rusa sambar (Rusa unicolor), 1 kepala kambing hutan sumatera (Capricornis sumatraensis), dan 1 macan dahan (Neofelis nebulosa).
“Pada hari ini, kita bersama yang hadir dalam momentum hasil kerja bersama seluruh pihak yang terlibat dalam memerangi kejahatan satwa liar di Provinsi Sumatera Selatan”, ujar Direktur KKHSG, Indra Exploitasia.
“Kementerian LHK menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam upaya konservasi termasuk perlindungan terhadap tumbuhan dan satwa liar. Upaya ini akan terus ditingkatkan sehingga hidupan liar tersebut dapat lestari di habitat alamnya serta dapat memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan. Upaya ini tentunya tidak dapat dikerjakan sendiri, namun perlu dukungan para pihak terutama aparat penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan kejahatan hidupan liar yang menjadi ancaman terbesar atas kelestariannya” pungkasnya.
Menurut Kepala BKSDA Sumsel, Ujang Wisnu Barata, merujuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, bahwa opsetan satwa tidak boleh dimanfaatkan di luar kepentingan pendidikan, peragaan, dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan. Namun pada opsetan satwa dengan kondisi mengandung bibit penyakit dan/atau rusak, opsetan satwa harus dilakukan pemusnahan.
“Untuk opsetan satwa dari hasil sitaan, pemusnahan ini merupakan salah satu upaya penuntasan putusan hukum terhadap kepemilikan ilegal satwa liar dan bagiannya. Sedangkan opsetan satwa dari hasil serahan masyarakat dalam kondisi rusak sehingga tidak dapat dimanfaatkan. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi bagian edukasi kepada masyarakat serta kampanye untuk menurunkan kasus perburuan dan perdagangan satwa liar yang ada di Provinsi Sumatera Selatan”, tambahnya.
Turut hadir dalam kegiatan ini sejumlah unsur terkait antara lain Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatera Selatan, UPT Kementerian LHK lingkup Provinsi Sumatera Selatan, dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komisaris Daerah Sumatera Selatan.