Saat Camat Bertani Tanpa Sinar Matahari
BOGOR - Deretan lampu khusus tampak menyinari tanaman sayuran yang tumbuh subur berbanjar apik di lubang tanam pipa trapesium. Di dalam pipa, air mengalir kecil dan pelan terus membasahi akar tanaman yang tertancap di media tanam rockwool.
Itulah sekilas gambaran metode budidaya sayuran tanpa media tanah dengan memanfaatkan air atau yang disebut hidroponik di indoor vertical farming yang ada di kantor pemerintahan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Camat Bogor Timur, Rena Da Frina menjelaskan, indoor vertical farming yang sudah ada sejak sebulan lalu ini merupakan program Corporate Social Responsibilty (CSR) PT Agrifarm, sebagai sarana edukasi mengenai budidaya tanaman dengan metode vertical farming yang dapat dimanfaatkan di tengah keterbatasan lahan perkotaan.
"Jadi mereka mencoba konsep untuk pertanian masa depan di sini. Prediksi kedepan, meningkatnya populasi tidak menutup kemungkinan akan semakin sedikitnya lahan terlebih di perkotaan. Pemenuhan kebutuhan pangan juga akan semakin meningkat. Maka metode ini bisa dimanfaatkan karena tidak memerlukan lahan yang luas," katanya, Rabu (23/3).
Bagi Rena, metode vertical farming atau pertanian vertikal yang dikembangkan saat ini merupakan hal baru, dimana tempatnya di dalam ruangan gedung. Berbeda dengan teknologi pertanian hidroponik sebelumnya yang diaplikasikan di green house.
Untuk itu, sambung Rena, di indoor vertical farming ini terdapat sentuhan teknologi modern, salah satunya penggunaan LED grow light sebagai cahaya buatan untuk menyinari tanaman atau fungsinya sebagai pengganti sinar matahari.
Selain perangkat lampu khusus tanaman, juga dipasang air conditioner (AC) dengan pengaturan suhu untuk di dalam ruangan tersebut. Perangkat lain, yakni bak berukuran besar berikut pompa untuk memasok air nutrisi dari bak ke tanaman melalui instansi hidroponik.
Rena mengatakan, selain bisa dilakukan di lahan terbatas dan berbagai tempat, dari informasi yang didapatnya dengan metode vertical farming lebih hemat dalam penggunaan air sampai dengan 90 persen. "Kualitas tanaman yang dihasilkan lebih sehat dan bersih. Karena ruangan ini juga cukup steril," imbuhnya.
Perawatan dalam bertani seperti ini, terang Rena, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan. Di antaranya pengecekan kondisi PPM nutrisi, pH air, sanitasi lingkungan termasuk tanaman dilakukan secara berkala, dan pencahayaan lampu dipastikan tetap terjaga.
Di indoor vertical farming dengan empat rak media taman dan sekitar 300 lubang tanam tersebut saat ini memasuki masa tanam kedua dengan jenis sayuran yang ditanam kangkung. Kata mantan lurah Babakan Pasar itu, untuk menekan biaya benih saat ini pembibitan dilakukan secara mandiri.
Sebelumnya, ia menanam jenis sayuran pakcoy dan selada. Berikutnya setelah kangkung, Rena berencana akan mengembangkan budidaya jenis tanaman lainnya, yaitu edible flower.
Camat yang rajin blusukan ke wilayah ini mengakui dirinya memang masih perlu banyak belajar lagi mengenai teknologi pertanian tersebut. Namun produksi yang dihasilkan dari budidaya kemarin setara dengan 50 kilogram sayuran.
"Memang kalau dari segi untuk jual pastinya belum (tercukupi), karena cost-nya lebih tinggi. Jadi ini (indoor vertical farming) kami gunakan untuk edukasi memperkenalkan pertanian masa depan," tandas Rena.