Mendorong Pemanfaatan LSD di Tengah Perkotaan
BOGOR - Pengendalian alih fungsi lahan sawah merupakan salah satu strategi peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri, sehingga perlu dilakukan percepatan penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
Berkaitan hal ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mendapat mandat melaksanakan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai Program Strategis Nasional (PSN). Amanat tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Untuk menggelorakan tugas tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang telah melakukan rangkaian kunjungan kerja di Provinsi Jawa Barat.
Ia berkesempatan mengunjungi LSD di Kampung Tematik Ciharashas Mulyaharja yang resmi dibuka sejak 2021 lalu, tepatnya berada di RT05 RW01 Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Dalam kunjungannya, Dirjen PPTR didampingi oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor Rahmat dan perwakilan Pemerintah Kota Bogor. Di lokasi LSD, ia memberikan pengarahan agar LSD tersebut dapat direplikasi ke wilayah lain di perkotaan dengan beberapa kunci sukses, di antaranya mendorong peran informal leader, pembentukan kelompok tani, dan penyediaan lahan pertanian oleh pemerintah.
"Pelajari dan terapkan bisnis proses perwujudan sawah di Mulyaharja ke lokasi lainnya," ujar Budi, Kamis (14/4).
Sebelumnya dalam rapat ia memaparkan petunjuk teknis penyelesaian masalah LSD yang tidak sesuai peruntukan dalam Rencana Tata Ruang (RTR) kepada jajaran pemerintah daerah serta Kantor Pertanahan klaster Bogor dan sekitarnya. Kegiatan ini dalam rangka tindak lanjut verifikasi dan klarifikasi LSD di Provinsi Jawa Barat.
"LSD ini terbit dari Perpres Nomor 59, bersamaan dengan pelaksanaan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Setelah disiapkan secara teknis jumlah Peta LSD, namun butuh juga di mana lokasinya, untuk memastikan luasannya sama," terangnya.
Budi menjadikan kegiatan ini sebagai diskusi bersama jajaran pemerintah daerah untuk menerima masukan terkait intensif yang akan diberikan untuk LSD. Hal ini sesuai dengan permintaan Wali Kota Bogor Bima Arya yang hadir pada kesempatan yang sama.
"Jadi memang kita harus mendapat masukan dari pemerintah daerah, insentif seperti apa yang diinginkan masyarakat untuk lahan sawah," katanya.
Sementara Wali Kota Bogor Bima Arya menyampaikan bahwa Kota Bogor tidak memiliki banyak lahan hijau dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Jawa Barat. Laju pertumbuhan penduduk salah satu faktor juga menjadikan keterbatasan lahan di wilayahnya.
"Seiring pertambahan penduduk, ruang untuk lahan semakin sangat terbatas. Kita melihat memang UU terkait insentif benar-benar harus diturunkan sampai level daerah, diberikan edukasi kepada pemerintah daerah. Bukan hanya pengawasannya, namun juga manfaat dan bagaimana kita mengembangkan itu," tuturnya.
Terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudy Mashudi mengatakan Kementerian ATR/BPN di 2021 telah menetapkan LSD di delapan provinsi yang di antaranya Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Bali, Sumatera Barat termasuk kota atau kabupaten yang ditetapkan menjadi lumbung padi nasional.
Rudy mengatakan bahwa LSD ini merupakan upaya pemerintah pusat untuk menjaga ketahanan pangan secara nasional. Namun, dalam proses penetapan itu, ada hal yang belum sama dengan kondisi di lapangan.
Saat ini tim Kementerian ATR/BPN sedang melakukan proses verifikasi dan klarifikasi ke kota atau kabupaten di delapan provinsi untuk memastikan luasan LSD.
Prosesnya adalah pertama dilakukan melalui citra satelit, kemudian ditetapkan pada proses perencanaan tata ruang, didekatkan pada perizinan yang sudah ditetapkan dan terakhir dilakukan verifikasi langsung ke lapangan.
"Dilihat kondisinya, mana yang masih bisa ditetapkan sebagai lahan sawah yang dilindungi atau mana yang dikeluarkan dari lahan sawah yang dilindungi. Dilihat sesuai dengan kriterianya, yakni luasan dan produktivitas sawah yang dilindungi," ujarnya.
Dikatakan, penetapan LSD ini akan membuat Pemerintah Kota Bogor dihadapkan pada hak kepemilikan dan berhadapan dengan hak pengatur pembangunan. Mengingat Indonesia bukan negara yang menguasai lahan, tapi lahan dikuasai kepemilikan pribadi.
"Ada beberapa yang sudah dipastikan memang menjadi lahan sawah dilindungi atas kesiapan berita acara dari pemilik lahan dan juga dari kondisi eksisting yang ada," katanya.
Ia melanjutkan, setelah ditetapkan sebagai LSD, hasil atau berita acaranya akan ditandatangani tim teknis terdiri dari Bappeda, DPUPR, DKPP dan DPMPTSP, dan jika kedepannya ada perubahan harus mendapat persetujuan dari Kementerian ATR/BPN.
"Walaupun lahan sawah di Kota Bogor kecil dibandingkan kota atau kabupaten di Jawa Barat, namun di Kota Bogor masih memiliki 'surga yang tersisa' sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional," pungkasnya.