Oarfish, Ikan Penanda Gempa?
Beberapa hari belakangan ini, nama oarfish atau ikan air laut dalam tengah naik daun setelah foto ikan tersebut viral di media sosial. Katanya, munculnya ikan ini merupakan penanda datangnya gempa dan tsunami, benarkah demikian?
Haerul (29) nelayan asal Turungan Beru, Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan kaget bukan kepalang. Pasalnya, ia baru saja menangkap oarfish yang panjangnya mencapai empat meter lebih. Haerul berkisah, ia bersama tujuh rekannya sudah berlayar selama delapan hari untuk mencari ikan di sekitar Pelabuhan Pamatata, Kabupaten Kepulauan Selayar. Hingga pada hari terakhir atau tepatnya Minggu (8/12) siang, kapal Anugerah Indah yang ditumpanginya dihampiri ikan oarfish.
“(Oarfish-ditemukan) di bagian timur Selayar, sekitar 7-8 mil dari Pelabuhan Pamatata,” kata Haerul, Selasa (10/12).
Awalnya, ia menduga oarfish tersebut hanya tali yang tersangkut kapal, sebab kulit ikan tersebut sangat bening. Saat tahu yang dilihatnya merupakan ikan, Haerul sempat ketakutan karena baru pertama kali melihatnya.
“Pertama saya lihat, saya pikir, apa ini, barusan saya lihat ikan begitu. Jadi agak ragu meki, takut, nanti dibilang ganas ki. Kan ndag pernah kita orang-orang di sini di sekitar Bulukumba, sekitar perairan Selayar, Teluk Bone saja ndag ada yang pernah yang begitu (menemukan ikan oarfish),” imbuhnya.
Baca juga: Turunnya Tangkapan Nelayan Cianjur
Setelah mengevakuasi ikan oarfish ke atas kapalnya, lanjutnya, ia mencari tahu jenis ikan yang ia temukan lewat mesin pencari di internet dan info yang diterimanya pun mengaitkan oarfish dengan gempa bahkan tsunami.
Kemunculan oarfish yang fotonya heboh di media sosial mendapat tanggapan dari Bupati Selayar, M Basli Ali. Menurut Basli, oarfish yang bernama latin Ragalecus glesne sudah sering ditemukan nelayan setempat. Ia mengatakan, oarfish memang langka, namun hampir setiap tahun masih ada yang tertangkap saat nelayan memancing pada 100 hingga 300 meter di kedalaman laut Selayar. Ia pun meminta masyarakatnya tetap siaga atas segala kemungkinan.
“Ikan itu dipancing, masyarakat di sini memang biasa memancing ikan escolar. Jadi biasa kalau mancing (escolar), dapat juga ikan lajuru (oarfish), kalau di Selayar namanya ikan lajuru. Karena ikan lajuru itu memang teman bermainnya itu ikan escolar di laut dalam. Jadi seperti itu, kalau di Selayar bukan ji hal aneh. Jadi jangan terlalu tegang. Tetapi sebagai bupati tentu saya berharap agar masyarakat harus selalu siaga bencana. Setiap saat,” kata Basli.
Oarfish dalam Mitologi Jepang
Kemunculan oarfish yang dikaitkan dengan datangnya gempa bumi besar, awalnya dikaitkan dengan cerita rakyat Jepang. Ikan yang bernama Namazu dalam mitologi Jepang ini dianggap sebagai salah satu makhluk yang menyebabkan bencana atau kemalangan (yo-kai). Dalam kepercayaan masyarakat Jepang, oarfish selalu bersembunyi di bawah daratan Jepang dan terkadang menggoyangkan ekornya hingga menyebabkan gempa bumi di dunia manusia.
Penggambaran Namazu sebenarnya telah dikenal sejak abad ke-15. Namun, pada akhir abad ke-18, ikan yang bisa mencapai panjang 11 meter itu dikaitkan dengan bencana alam. Seperti dilansir Forbes, beberapa peneliti bahwa mitos Namazu didasarkan pada orang yang memperhatikan perilaku oarfish yang tidak biasa sebelum gempa bumi.
Sementara ahli biologi telah mengemukakan berbagai penjelasan mengapa ikan yang biasa hidup di 3.300 kaki atau satu kilometer di bawah permukaan laut secara berkala terlihat di permukaan atau ditemukan mati di sepanjang pantai. Para ahli berpendapat jika oarfish sebenarnya bukan perenang hebat. Bahkan, ikan itu kerap terseret ke permukaan akibat arus musiman yang terjadi di lautan. Kemudian, mereka kelelahan dan mati hingga kemudian terdampar di pesisir pantai.
Baca juga: Bantul Bersiap Menjadi Sentra Ikan
Berdasarkan catatan, kemungkinan besar penampakan berulang oarfish dipermukaan yaitu karena fase suhu permukaan laut yang tidak normal. Penelitian yang diterbitkan pada 2018 menunjukkan korelasi antara hubungan oarfish dan iklim El Nino. Pada waktu tersebut, suhu air di permukaan beberapa derajat lebih tinggi dari rata-rata dibanding temperatur air di laut dalam. Hal tersebut membuat ikan kecil dan plankton yang merupakan makanan oarfish akan hidup dengan mengikuti suhu air yang lebih hangat.
Plankton dan ikan-ikan kecil itu kemudian terpaksa naik ke permukaan diikuti oleh oarfish yang hendak memangsa mereka. Para ahli biologi akhirnya menyimpulkan, bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara perilaku hewan dan aktivitas seismik yang ditemukan.
Mereka berpendapat, jika sampai saat ini tidak ada peningkatan aktivitas seismik di lautan di sekitar Jepang yang dilaporkan setelah ditemukan oarfish di garis pantai Jepang. Belasan oarfish itu didapati pada tahun sebelum gempa Fukushima 2011 dan tsunami yang menerjang Negeri Sakura berikutnya.
Bantahan dari BMKG dan Penelitian Lain
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah membantah munculnya oarfish di Kepulauan Selayar sebagai pertanda akan terjadinya gempa besar dan tsunami. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, sejak dulu di Jepang memang ada legenda jika oarfish konon sebagai pembawa pesan dari dasar laut. Mereka mengaitkan perilaku binatang yang tidak lazim dengan pertanda akan terjadi gempa kuat.
“Hasil kajian statistik terbaru mengungkap bahwa jenis ikan laut dalam seperti oarfish yang muncul di perairan dangkal tidak berarti bahwa gempa akan segera terjadi. Tanpa ada penelitian ilmiah maka tidak akan pernah diketahui apakah cerita rakyat tersebut fakta atau hanya legenda saja,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Senin (9/12).
Majalah ilmiah, Bulletin of the Seismological Society of America (BSSA) pernah mempublikasikan fenomena kemunculan ikan laut dalam dan gempa besar di Jepang. Dalam kajian tersebut, hanya ditemukan satu peristiwa yang dapat dikorelasikan secara masuk akal dari 336 kemunculan ikan dan 221 peristiwa gempa bumi.
Baca juga: Misi Sumsel Menjadi Sentra Ikan
Berdasarkan kajian tersebut, maka kemunculan oarfish bukanlah pertanda akan terjadi gempa besar. Menurut teori oseanografi, pengangkatan biota laut dalam ke permukaan hingga terbawa ke pesisir berkaitan dengan fenomena upwelling. Upwelling merupakan sebuah fenomena di mana air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan. Dalam fenomena upwelling biasnya kemunculan ikannya banyak.
Jika hanya satu atau dua ekor ikan, maka beberapa makalah menyebutkan jika oarfish juga memiliki kebiasaan mengambang di dekat permukaan air ketika mereka sakit atau sekarat. Selain itu, ada faktor lain yang memicu ikan muncul ke permukaan laut seperti mengikuti arus laut. Oarfish sendiri masuk ke kategori ikan yang sangat jarang dilihat. Salah satu temuan oarfish terbesar di dunia yaitu pada 2013. Ketika seorang penyelam menemukan oarfish di California selatan pada bulan Oktober.
Seekor oarfish bisa mencapai panjang 50 kaki atau 15 meter dan beratnya bisa mencapai hampir 200 kilogram. Tidak banyak yang diketahui tentang ikan ini karena lokasi hidupnya di bagian laut dalam. Beberapa tahun ini, sekelompok ilmuwan, seperti dilansir dari Sea History, menemukan ikan yang panjang dan pipih ini tidak berenang horizontal seperti ikan lain.
Remotely Operated Vehicle (ROV) atau robot bawah air yang sering melakukan ekspedisi biologis laut, bertemu oarfish di Teluk Meksiko dan para peneliti menemukan ikan ini justru berenang secara vertikal menggunakan sirip belakangnya yang berwarna kemerahan dan jika oarfish ingin berenang lebih cepat, maka ia akan bergerak seperti ular.