Dilema Wacana Ekspor Lobster
Rencana pemerintah untuk mengekspor lobster menjadi hal kontroversial, beberapa tokoh pun ikut bicara.
JAKARTA PUSAT - Wacana kebijakan untuk mengekspor benih lobster masih didalami oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain itu, pemerintah juga masih mengkaji serta meminta masukan dari berbagai pihak terkait keputusan tersebut. Hal itu diungkapkan Menteri KKP, Edhy Prabowo dalam penutupan acara “Gelar Wisata Bahari” di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).
“Belum kami putuskan, karena baru dalam tahap pendalaman. Sebab, ada 29 peraturan yang kami sedang rapikan. Kami minta masukan, karena inilah yang menjadi polemik saat ini,” ujar Edhy.
Edhy juga mengakui jika selama ini masih sering terjadi penyelundupan benih lobster ke luar negeri. Karena itu, ia ingin membuka polemik tersebut untuk meminta masukan kepada seluruh pihak. Apalagi, lanjutnya, beberapa penelitian menyebut jika benih lobster memiliki harapan hidup tak sampai 1% jika tidak dibudidayakan.
Baca juga: Budidaya Kepiting demi Kelestarian Mangrove
Selain itu, ia juga menjelaskan, masih ada masyarakat yang hidupnya masih bergantung pada mencari dan menjual benih lobster, Oleh sebab itu, jika nantinya secara tiba-tiba pemerintah melarang adanya penjualan lobster, maka masyarakat itu bisa kehilangan penghasilan utamanya.
“Saya hanya fokus, bagaimana mereka kerja dulu. Karena, ribuan orang masih ada yang bergantung hidupnya dengan menjual benih lobster. Inilah yang harus dicarikan jalan keluarnya,” tuturnya.
Karena itu, nantinya Edhy menginginkan adanya kebijakan yang tidak saja mendukung lingkungan, tapi juga mampu mendorong perkonomian masyarakat. Selain itu, kebijakan itu juga bisa membuat perekonomian tetap berkelanjutan sejalan dengan lingkungan yang sama.
“Intinya bagaimana nelayan yang mengambil benih lobster (bisa sejahtera), nelayan ini menangkap lobster yang besar-besar dan tidak kehilangan pekerjaannya. Seperti dua sisi mata uang, dua mata sisi pedang ini harus saya temukan dalam satu kesempatan yang sama,” lanjutnya.
Baca juga: Edhy Lanjutkan Program Susi
Politisi Partai Gerindra ini juga menyebut, ekspor benih lobster merupakan salah satu pilihan kebijakan pemerintah. Walau begitu, ia tidak sepakat, jika semua benih lobster diekspor seluruhnya.
“Apakah solusinya ekspor 100%? Saya tidak akan setuju! Kalau mau tanya sikap saya, saya maunya dibesarkan 100% di Indonesia. Karena itulah, potensi kita dan bisa mendapatkan nilai tambahnya,” imbuhnya.
Eddhy juga menegaskan, rencana kebijakan untuk mengekspor benih lobster masih dalam tahap pendalaman. Pemerintah masih melakukan kajian, serta meminta masukan dari berbagai pihak terkait keputusan tersebut. Ditambah, ada 29 aturan di KKP yang masih perlu dirapikan terkait kebijakan ekspor benih lobster.
Karena itu, Menteri Edhy Prabowo juga meminta semua pihak untuk tidak meragukan kapasitas dirinya dalam menjaga lingkungan. Sebab, seorang menteri tidak mungkin menjadi pihak yang merusak lingkungan.
“Tidak ada dalam kamusnya, menteri merusak lingkungan. Menteri mana yang sepakat? Jadi, jangan ragukan kapasitas Edhy Prabowo sebagai Menteri KKP untuk menjaga lingkungan,” ujarnya.
Baca juga: Ketika Jagoan Silat Melaut
Menurutnya, salah satu bukti ia menjaga lingkungan yaitu keputusannya untuk menanam pohon di rumah pribadi maupun rumah dinasnya. Edhy mengaku, ia harus merogoh dompet sendiri untuk membeli bibit pohon yang saat ini berjumlah 30.000 hingga 40.000 pohon di sejumlah lokasi
Ia pun meminta agar isu lingkungan justru dijadikan sebagai kedok untuk menghambat pertumbuhan ekonomi. Karena, lanjutnya, untuk menjaga lingkungan sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi harus ditemukan formula yang tepat.
“Menjaga keseimbangan (alam) itu yang harus diakali. Jangan sampai pertumbuhan terhambah, karena kita selalu bersembunyi dengan kedok lingkungan atau dengan alasan lingkungan tidak ada kehidupan. Namun, saya juga tidak ingin pertumbuhan (ekonomi) merusak lingkungan,” tutupnya.
Banjir Kritikan
Rencana pemerintah untuk mengekspor lobster menggelitik kuping beberapa pihak, termasuk mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Menurutnya, lobster memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga kelestariannya perlu dijaga. Apalagi, Indonesia telah dianugerahi laut yang luas dan kaya sumber daya. Ia pun mengatakan, hendaknya manusia tidak boleh tamak alias serakah karena tergiur dengan harganya yang mahal, apa lagi harga benih lobster melonjak drastis di pasar luar negeri.
“Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita untuk menjual bibitnya; dengan harga seperseratusnya pun tidak. Astagfirullah... karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dari-Nya," tulis Susi Pudjiastuti di akun Twitter-nya.
Baca juga: Sulsel Gencar Membangkitkan Udang Windu
Tidak hanya menulis di Twitter, ia juga membagikan video yang memperlihatkan keseruannya menikmati dua ekor udang lobster dengan ditemani semangkuk nasi putih dan lauk-pauk lainnya. Dalam video tersebut, Susi menyebut, lobster yang ia makan beratnya antara 400 hingga 500 gram dengan rata-rata harga antara Rp600.000 hingga Rp800.000.
Ia pun membandingkan dengan harga bibit lobster yang dijual ke Vietnam dengan harga lebih murah. Bayangkan, harga bibit tersebut hanya berkisar Rp100.000 hingga Rp130.000. Apalagi yang jika yang dijual merupakan lobster jenis mutiara.
"Bibitnya diambil dan dijual hanya dengan Rp30.000 saja. Berapa rugi kita? Apalagi kalau lobsternya mutiara jenisnya. Di mana satu kilo mutiara bisa sampai Rp4-5 juta," sebut Susi.
Baca juga: Menteri Edhy Siap Hapus Bottleneck
Selain Susi, ekonom Faisal Basri juga angkat bicara, bahkan ia jika rencana kebijakan pencabutan larangan ekspor bibit lobster dianggap sudah ‘gila’. Karena, harusnya dengan membudidayakan bibit lobster di dalam negeri akan menciptakan nilai tambah lebih besar, dibandingkan jika langsung mengekspor dengan yang dinilai tidak ada nilai tambahnya.
“Nah ini sumber yang bisa kita tingkatkan penerimaan ekspornya kita jual. Namanya bibit ya kita jual gimana sih, gila enggak?!” serunya, katanya di Jakarta, Selasa (10/12).
Ia juga menyebut, kegiatan atau perdagangan bibit memang harus dilarang. Selain tidak memberikan nilai tambah juga merusak lingkungan.
“Untungnya besar sekali, lebih besar bisnis kapal ilegal. Kapal ilegal mau ditenggelamkan juga ruginya sedikit. Tapi, kalau lobster itu (untungnya) besar. Ada mafianya itu,” imbuhnya.
Sebelumnya Menteri Edhy Prabowo menjelaskan, jika potensi ekspor tersebut datang saat ia mengirim tim ke Vietnam untuk memantau harga benih lobster. Dari laporan itu, ia mengaku kaget karena benih lobster yang dijual jauh meningkat dibanding harga jual dari nelayan di Indonesia.
“Paling mahal itu Rp139.000 satu benih. Gila, satu benih baby lobster itu Rp139.000? 'iya pak, susah barangnya sekarang. Biasanya hanya Rp50.000-70.000,” katanya belum lama ini.
Padahal, lanjutnya, benih lobster yang dijual dari Indonesia hanya berkisar Rp3.000 hingga Rp5.000. Penyebab membengkaknya harga hingga puluhan kali lipat disebabkan karena rute perjalanan yang tidak langsung. Sebelum tiba di Vietnam, benih lobster harus melewati terlebih dahulu Singapura. Sehingga, ada peningkatan harga di perantara.
Selain itu, potensi besar yang dimiliki masih dibayangi oleh terganggunya ekosistem serta budidaya lobster. Edhy pun mendorong para petambak untuk menyediakan re-stok lobster dewasa sebanyak 5%. Termasuk adanya kajian khusus terkait perkembangbiakan lobster jika kebijakan tersebut jadi diterapkan.
“Lewat putusan ilmiah. Lobster itu kalau tidak dipanen toh masa hidupnya (hanya) 1%,” tutup Edhy