Laskar Rempah Susuri Jejak Kemasyhuran Cengkeh
Ternate dan Tidore menjadi salah satu titik penting dalam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022. Salah satu rempah yang sampai hari ini menjadi primadona adalah cengkeh yang merupakan tanaman endemik Maluku Utara.
Berbagai penelitian, studi dan catatan sejarah menjelaskan pengaruh rempah-rempah, salah satunya cengkeh, dalam membentuk peradaban dunia. Zainuddin Muhammad Arie, sejarawan dan budayawan Ternate mengatakan, bahwa pada masa lalu, cengkeh digunakan sebagai obat.
“Daun cengkeh itu dulu obat herbal yang cukup ampuh bagi orang-orang Maluku yang saat ini sudah dilupakan. Jadi, daun cengkeh diambil dan dijadikan obat sehingga ada kemungkinan besar orang-orang Maluku mempertahankan dan melestarikannya karena dia menjadi obat yang sangat baik bagi masyarakat setempat pada saat itu,” jelas Zainuddin dalam keterangannya di Ternate, Kamis (16/6).
Zainuddin menjabarkan tentang cengkeh yang menjadi filosofi hidup masyarakat Maluku Utara, khususnya Ternate. “Doka gosora se bualawa. Om doro fo mamote. Foma gogoru, foma dodara” yang berarti kehidupan bermasyarakat layaknya cengkeh dan pala yang masak (hidup) dan gugur (mati) bersama-sama.
Sebagai budayawan, Zainuddin berharap masyarakat Maluku Utara bisa mengembalikan lagi cengkeh sebagai barang hidup hayati. “Setiap hari bergaul dengan cengkeh, di makanan kita, di obat-obatan kita. Kalau kita mengembalikan lagi cengkeh sebagai tanaman budaya atau tanaman identitas, maka mungkin kita akan mempertahankan cengkeh. Oleh karena itu, jangan lihat cengkeh sebagai barang komoditi, tapi sebagai tanaman budaya," ujarnya.
Kedatangan Laskar Rempah ke Maluku Utara pun dilakukan untuk melihat berbagai jejak kejayaan yang dihasilkan dari perdagangan cengkeh masa silam.
Pemuda-pemudi terpilih yang berasal dari 34 provinsi berbeda ini diajak mengunjungi beberapa cagar budaya serta perkebunan cengkeh dan pala di Desa Tubo, Kota Ternate (14/6).
Di sana, peserta berdialog dengan petani cengkeh serta berkesempatan untuk memanennya dan mencicipi rempah istimewa tersebut.
Di desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani cengkeh, peserta bisa melihat rekatnya masyarakat dengan rempah dan turut melestarikannya dari dulu hingga saat ini.
Tokoh masyarakat Desa Tubo, Haji Ade Safar menjelaskan, bahwa sampai sekarang masih ada sistem adat yang masyarakat jalankan terkait penanaman cengkeh.
“Setelah cengkeh dan pala panen, ada sistem bagi hasil yang kemudian disedekahkan ke masjid karena masyarakat Tubo percaya bahwa ada bagian dari orang lain dari setiap cengkeh yang mereka hasilkan,” ujarnya.
Amos, salah satu Laskar Rempah asal Jawa Barat mengungkapkan dirinya bisa singgah ke Desa Tubo adalah pengalaman yang berharga sekaligus paling berkesan. "Perjalanan ke Desa Tubo ini menurutku paling berkesan, karena seumur hidup baru kali ini main di kebun cengkeh dan pala langsung. Apalagi pengalaman ngunyah cengkeh yang segar langsung di kebunnya,” katanya.
Sebagai informasi, tahun 2024 Indonesia menargetkan untuk mengusulkan Jalur Rempah sebagai Warisan Budaya Dunia yang diakui UNESCO.
Muhibah Jalur Rempah yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2022 ini menjadi salah satu upaya menggaungkan keagungan peradaban nusantara.
Dalam pelaksanaannya Kemendikbudristek berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL), pemerintah daerah (pemda) dan komunitas budaya serta masyarakat.