Peran Petani Pahlawan dalam Diversifikasi Pangan Lokal
Jagadtani - "Petani Pahlawan dalam Menghadapi Ancaman Krisis Pangan Global" menjadi tema yang diangkat dalam Webinar Propaktani yang digelar Program Studi Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB University bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, pada Kamis (10/11).
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Bidang Kajian dan Advokasi HA PSL IPB University, Dr Tatan Sukwika mengangkat topik terkait diversifikasi tanaman pangan pokok berbasis triple burden dan defisiensi gizi mikro.
Tatan menjelaskan, diversifikasi pangan tangguh iklim harus didukung dengan strategi antisipasi perubahan dan anomali iklim. Sebab, dampak perubahan iklim akan menyebabkan gagal panen dan berimplikasi pada maraknya kelaparan di berbagai daerah.
Lebih lagi, pembagian pangan pokok dinilai tidak efektif dan ditambah dengan terjadinya penurunan konsumsi pangan lokal.
"Belakangan ini konsumsi umbi-umbian menurun karena dianggap makanan pokok masyarakat golongan bawah. Akhirnya rantai supply demand umbi terganggu," ungkap Tatan dikutip dari ipb.ac.id, Sabtu (12/10).
Ia memaparkan, bahwa tanaman pangan lokal sangat tangguh terhadap perubahan iklim, karena petani sudah terbiasa menanam tanaman tersebut sebagai kearifan lokal.
"Kesetimbangan akses pada tanaman pangan pokok lokal dan nasional bisa mulai didorong untuk mengembalikan tanaman lokal sebagai tanaman pangan pokok unggulan di daerah masing-masing. Baik sebagai tanaman palawija maupun pangan buffer di daerahnya," imbuhnya.
Psikologi masyarakat pedesaan dan perkotaan, menurutnya, mempengaruhi diversifikasi pangan pokok. Hal ini dipengaruhi juga oleh pola hidup masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Untuk itu, kata Tatan, perlu dukungan moral dan psikologis serta kesiapan mental untuk mengubah pola konsumsi ke jenis pangan yang diwarisi oleh leluhur kita.
"Pemerintah perlu mereformasi strategi pangan rakyat, terutama karbohidrat, yang sangat berfokus pada beras. Produk pangan lokal seperti tiwul, papeda, titi, gethuk, dan sebagainya mestinya dapat dikelola menjadi produk unggulan bernilai jual tinggi," katanya.
Ia menilai diversifikasi pangan ini masih perlu proses yang panjang. Padahal sudah diamanatkan dalam regulasi Peraturan Pemerintah Ketahanan Pangan Nomor 68 Tahun 2002 terkait diversitas pangan untuk konsumsi dengan gizi seimbang.
Sementara Wakil Ketua Umum Himpunan Alumni (HA) Prodi PSL IPB University, RS Suroyo Jr MSi menyampaikan, bahwa petani memiliki peran penting dalam mempertahankan ketahanan pangan di tengah ancaman krisis pangan global.
"Kita meyakini dan sepakat bahwa petani menjadi ujung tombak terdepan untuk menghadapi ancaman krisis pangan global ini sehingga dapat menjadi bangsa yang kuat. Maka sudah selayaknya kita memberikan apresiasi kepada para petani atas jasanya di sektor pertanian,” ujar RS Suroyo dalam sambutannya.