Teknologi Penangkal Kanibalisme Pada Rajungan
Terkenal dengan tingkat kanibalisme yang tinggi, ranjungan dapat hidup hanya sekitar 45 persen. Tentunya hasil ini sangat merugikan para petani sehingga kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mengembangkan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal untuk meningkatkan survival rate (SR) Rajungan dari 45 persen menjadi 95 persen.
Teknologi yang diuji coba di di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar ini mampu mengurangi resiko kematian pada rajungan akibat kanibalisme.
Dirjen Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu mengaku mengapresiasi fasilitas pembenihan rajungan di BPBAP Takalar, dan keberhasilan BPBAP Takalar dalam memijahkan dan membesarkan rajungan.
Menurut Tebe –panggilan akrab Tb Haeru Rahayu- yang lebih menarik adalah bagaimana BPBAP Takalar membesarkan rajungan dengan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal.
“Seperti diketahui tingkat kanibalisme rajungan sangat tinggi. Teman-teman di BPBAP Takalar dengan kreativitas yang dilakukan mencoba memelihara dengan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal, dan ini sangat menarik, sehingga rajungannya bisa hidup tanpa terjadi kanibalisme,” kata Tebe.
Keberhasilan BPBAP Takalar menurut Tebe harus terus ditingkatkan, dia juga berpesan budidaya rajungan yang dilakukan jangan hanya pada skala lab saja, tetapi harus bisa diaplikasikan di lapangan. Sehingga masyarakat bisa menikmati inovasi yang dikembangkan di BPBAP Takalar.
“Ini menjadi bukti BPBAP Takalar bisa memijahkan dan membesarkan rajungan dengan tingkat kelulusan hidup yang tinggi, dengan kreativitas teman-teman di BPBAP Takalar saya bangga, dan kita akan terus kembangkan. Ini akan menjadi prospek yang sangat menjanjikan jika ditiru di masyarakat,” tukas Tebe.
Sementara itu, Kepala BPBAP Takalar, Nur Muflich Juniyanto mengatakan target utama dengan menggunakan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal adalah menekan tingkat kanibalisme pada budidaya rajungan, karena jika masih menggunakan budidaya rajungan secara konvensional, yaitu dengan memelihara di wadah yang sama, rajungan masih akan terjadi kanibalisme.
Secara progres pertumbuhan, menurut Juniyanto dengan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal, rajungan yang dibudidaya menunjukan pertumbuhan yang signifikan, dengan pertumbuhan mutlak selama 28 hari pemeliharaan bisa mencapai 1,75 gram. Sementara tingkat kelulusan hidup benih rajungan bisa mencapai 95 persen. Padahal sebelum menggunakan teknologi ini, SR budidaya rajungan hanya mencapai 45 persen saja.
“Kami terus melakukan pengamatan yang dilakukan untuk melihat aspek kesesuaian dan signifikan pengaruh model terhadap aspek pertumbuhan dan kelangsungan hidup rajungan,” kata Nur Muflich Juniyanto.
Menurut Juniyanto keunggulan lain dari Budidaya Rajungan Wadah Tunggal adalah mengurangi penggunaan air yang berlebihan, karena menggunakan sistem resirkulasi, parameter kualitas air yang terkontrol, dan wadah yang di gunakan terbuat dari pipa paralon yang mudah di kerjakan dan tidak mengeluarkan banyak biaya investasi.
Juniyanto menjelaskan dengan penerapan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal di BPBAP Takalar, penekanannya pada ketersediaan benih yang siap pelihara untuk pembesaran di tambak. Pasalnya sebelum menggunakan teknologi ini BPBAP Takalar hanya mampu memproduksi 50.000 ekor benih persiklus, sedangkan setelah menggunakan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal, BPBAP Takalar mampu meningkatkan produksi hingga 75.000 ekor benih persiklus.
“Karena selama ini permasalahan yang ada adalah kapasitas produksi benih yang masih rendah. Sehingga kedepan, masyarakat tidak harus menangkap benih rajungan di laut untuk mendapatkan produk pembesaran yang siap konsumsi, jadi dengan teknologi Budidaya Rajungan Wadah Tunggal kami bisa memproduksi benih lebih maksimal,” kata Juniyanto.