• 21 May 2024

Menanti Bangkitnya Sang Raja Rempah

uploads/news/2020/01/menanti-bangkitnya-sang-raja-63016a37020d489.jpg

“Kualitas lada Babel terbaik, kemungkinan karena situasi dan kondisi alamnya membuat lada ini menjadi lebih bagus.”

JAKARTA - Investor asal Senegal memesan puluhan kontainer lada putih petani Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, karena dianggap telah dikelola dengan baik dan memiliki cita rasa yang berkualitas. Ia mengatakan, kunjungan bersama investor dari Senegal kali ini untuk melihat langsung proses penanaman bibit lada hingga produksi komoditas perkebunan khas Negeri Serumpun Sebalai ini.

“Pengusaha Senegal meminta puluhan kontainer lada putih hasil petani Bangka Belitung. Kita sudah bertemu dengan Wakil Gubernur Kepulauan Babel dan petani, dan beliau sudah menyampaikan kualitas lada putih daerah ini,” kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Senegal, Mansyur Pangeran bersama investor saat berkunjung ke kebun lada Desa Puput, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah, Jumat (3/12) kemarin, seperti mengutip ANTARA.

Baca juga: Senja Petani Tembakau Temanggung

Menurutnya, lada putih Babel memiliki kualitas yang tinggi dan terbaik jika dibandingkan kualitas lada di daerah dan negara penghasil lada lainnya. Mansyur juga menambahkan, sebagai duta besar, tugas-tugas yang diembannya tidak hanya terkait diplomasi, perwakilan negara dan sebagainya. Tetapi juga, mengambil fungsi sebagai Indonesian Promotion Centre (IPC) untuk menjadi perwakilan dagang negara di negara sahabat, seperti membawa misi dagang, apa saja yang dibawa dari Indonesia ke negara lain.

“Kualitas lada Babel terbaik, kemungkinan karena situasi dan kondisi alamnya membuat lada ini menjadi lebih bagus. Kita bersama investor berkunjung ke Bangka Belitung karena informasi atas potensi-potensi lainnya yang ada dan juga untuk melihat sendiri gambaran potensi daerah yang dimiliki daerah ini,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Kepulauan Babel, Abdul Fatah mengatakan, lada Babel merupakan lada terbaik di dunia. Kalau dicium harum dan aroma yang beda dari lada lain.

“Lada Babel dibandingkan lada dari daerah lain terdapat perbedaan, sekitar 4%, terutama kepedasannya sehingga sangat diminati pasar dunia,” tutupnya.

Terbaik di Dunia

Lada yang mendapat julukan The King of Spice menjadi komoditas utama Indonesia yang diperdagangkan. Bahkan, lada merupakan rempah yang paling banyak digunakan dalam masakan di seluruh dunia. Rasanya yang pedas, hangat, dan sedikit pahit, memuat tanaman ini cocok menjadi bumbu penyebab. Tempat penghasil lada terbaik di Indonesia bahkan di dunia yaitu Bangka Belitung.

Selain itu, nilai piperin lada Babel berada di angka 7, yang diklaim lebih tinggi dari daerah mana pun di Indonesia. Piperin sendiri merupakan senyawa khas yang ada pada lada, yang baik untuk melawan penyakit yang berkaitan dengan obesitas. Selain sebagai daerah dengan penghasil lada putih terbaik, Babel juga tercatat daerah penghasil lada terbesar di Indonesia. Dalam data yang disampaikan Pemprov Babel, dari 80.000 ton penghasilan lada Indonesia per tahun, 40.000 ton atau setengahnya berasal dari Babel.

Orang lokal menyebutnya ‘sahang’. Rempah produksi Babel juga sudah terkenal sejak zaman dahulu. Bahkan, lada Babel memiliki nama khusus yaitu Muntok Pepper White. Muntok merupakan nama tempat yang dahulunya menjadi pusat penghasil lada. Lama kelamaan, perkebunan lada terus tersebar di sepenjuru Babel karena tanah di Muntok tidak produktif lagi untuk menghasilkan lada. Walau demikian, lada putih dari Babel tetap dikenal dengan nama Muntok di pasar internasional karena zaman dahulu selalu dikapalkan lewat Pelabuhan Muntok.

Baca juga: De Javu Teror Flu Burung

Para petani lada yang umumnya merupakan pekerja tambang timah menghabiskan waktu sekitar tiga tahun dari penanaman bibit hingga panen pertama. Setelah tiga tahun pertama, tanaman lada bisa dipanen setiap tahun. Satu tanaman lada yang subur bisa menghasilkan kurang lebih satu kilogram lada. Bulir-bulir buah lada yang sudah matang akan dipanen lalu direndam dengan air selama dua minggu. Tindakan ini berfungsi untuk melepaskan buah lada dari kulitnya.

Setelah terkelupas, biji lada siap dikeringkan. Biasanya memakan waktu sekitar dua hari sampai lada benar-benar kering di bawah sinar matahari. Lada yang sudah kering siap dijual petani ke pengepul. Walaupun kualitasnya tidak menurun, namun harga lada mengalami penurunan signifikan. Harpan (45) yang sudah menjadi petani lada sejak 20 tahun lalu mengeluhkan harga lada yang turun drastis.

“Tiga tahun lalu, harga per kilogram sampai Rp170.000. Sekarang Rp47.000-an,” katanya sembari menunjukkan lada yang tengah direndam di Desa Kacang Butor, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung kepada Intisari belum lama ini.

Sebagai petani, ia mengaku tidak mengetahui jalur distribusi lada. Petani sekaligus pekerja tambang ini hanya menjual lada kepada pengepul di desanya. Sementara itu, Kepala Desa Kacang Butor, Hadian, meminta para petani tidak putus asa menanam lada.

“Pemerintah membantu bibit, jangan putus asa menanam lada. Harga turun biasa karena stok banyak,” katanya di kawasan kebun lada.

Mengembalikan Kejayaan Lada

Menurut Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan, era reformasi merupakan masa emas bagi para petani lada Babel. Ketika itu, produksi lada banyak, sehingga ekspor pun dilakukan dalam skala besar. Tapi, belakangan petani lada di Babel mulai beralih profesi.

“Setelah reformasi, petani kita beralih ke tambang,” katanya seperti melansir Kompas belum lama ini.

Harga yang turun menyebabkan petani enggan menanam lada. Karena itu, ia ingin mengembalikan kejayaan lada Bangka Belitung seperti dahulu. Hal itu sesuai dengan salah satu tagline janji kampanyenya ketika mencalonkan diri sebagai gubernur. Erzaldi mengaku, sedang mengatur strategi pemasaran dan tak lama lagi ia ingin Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berperan memasarkan lada asli setempat.

BUMD nantinya akan membeli langsung lada dari petani. Namun, BUMD nantinya akan menetapkan tarif ideal agar petani bisa memperoleh profit. Ekspor ke luar negeri menurutnya juga akan dilakukan langsung dari Babel, tidak melalui daerah lain di Indonesia.

“Saya sekarang hilirisasinya memaksakan untuk BUMD, mengelola, nanti bisa ekspor sendiri,” ujarnya.

Baca juga: Potensi Besar Ternak Puyuh

Selain itu, Erzaldi juga menyebut, pihaknya akan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam riset untuk menghasilkan lada terbaik. Ia mengaku, Pemprov Babel selama ini tidak banyak melakukan riset soal pemasaran, karena percaya dengan kualitas lada mereka.

“Kami dapat menemukan komponen atau bahan yang bisa mencegah penyakit kuning dan busuk akar, terus teknologi tak lagi gunakan junjung mati, sekarang junjung. Kami juga tidak melakukan riset apa-apa dari segi pemasaran, karena lada kita the best quality, tinggal kita cari pasarnya ke mana,” ungkapnya.

Nantinya, lada Babel akan bersaing dengan lada dari Vietnam, yang menguasai pasar di sejumlah negara, seperti di Rusia. Apalagi, sebagai negara penghasil rempah-rempah, penghasilan lada Indonesia per tahun masih kalah dibandingkan Vietnam. Erzaldi menyebut, dalam setahun, Vietnam mampu menghasilkan 300.000 ton lada. Ia pun berharap ada dukungan dari pemerintah pusat untuk mengembalikan kejayaan lada Babel.

“Pak Jokowi ingin mengembalikan kejayaan rempah-rempah itu dua atahun lalu, saya waktu kampanye gubernur tagline-nya mengembalikan kejayaan lada. Artinya, ya harus ada keterlibatan pemerintah pusat,” pungkasnya.

Related News