• 13 October 2024

Pelepasliarkan Jelita dan Parama, Dua Elang Kebanggaan Indonesia

uploads/news/2023/01/pelepasliarkan-jelita-dan-parama--36495944f82655d.jpeg

Jagadtani - Langkah konservasi dan perlindungan populasi Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) kembali dilakukan Taman Safari Bogor dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ), Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan didukung penuh oleh PT. Smelting.

Program pelepasliaran ini memiliki tujuan jangka panjang yang dapat dicapai, di antaranya kembalinya peran dan fungsi ekologis dan biologis satwa yang dilepasliarkan ke habitat alaminya.

Kegiatan pelepasliaran kali ini sangat penting, mengingat untuk pertama kalinya Elang Jawa yang dilepasliarkan merupakan hasil breeding dan dipasangi Platform Transfer Terminal (PTTs) dengan jenis PinPoint Solar GPS-Argos dengan berat 21 gram.

Ada dua ekor Elang Jawa yang dilepasliarkan Taman Safari Bogor, KLHK, TNGHS, PSSEJ dan TNGGP dengan dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Smelting, yakni Jelita dan Parama. Keduanya merupakan hasil captive breed yang dilakukan PSSEJ dan Taman Safari Bogor.

Jelita merupakan hasil indukan Elang Jawa (Rizka dan Hanum) yang menetas telurnya pada 14 Oktober 2020. Bobot pertama Jelita saat menetas kala itu adalah 49,4 gram. Artinya, kini usia Jelita saat dilepasliarkan sudah menginjak 2 tahun 4 bulan.
Sementara Parama merupakan hasil indukan Elang Jawa (Rama dan Dygtha) yang menetas di Balai TNGHS pada 8 Juli 2020. Artinya, usia Parama saat dilepasliarkan saat ini sudah menginjak 2 tahun 7 bulan.

"Parama dan Jelita adalah sepasang Elang Jawa hasil perkembangbiakan secara in-situ dan ex-situ dari PSSEJ dan Taman Safari Bogor," kata Founder Taman Safari Indonesia Bogor, Jansen Manansang dalam keterangannya, Senin (30/1).

Parama berjenis kelamin jantan lahir secara alami di Kandang Rehabilitasi (hibah dari PT Prasadha Pamunah Limbah Industri/ PPLI) PSSEJ yang dikelola oleh BNTGHS dan telah siap dilepasliarkan setelah melewati masa pelatihan selama 2 tahun. Sementara Jelita berjenis kelamin betina lahir dari hasil breeding yang dilakukan TSI di kandang pengembangbiakan yang dibangun oleh PT Smelting serta telah melewati tahapan habituasi di kandang pelatihan.

Dalam rangkaian kegiatan pelepasliaran yang dilaksanakan Tim dari TSI, BTNGHS, BBTNGGP serta IPB University tersebut telah melalui beberapa rangkaian prosedur pelepasliaran, di antaranya pengecekan kesehatan satwa oleh tenaga medis, melakukan penilaian perilaku satwa, dan kajian kesesuaian habitat.

Berdasarkan hasil kajian habitat (habitat assesment) dan ground check yang telah dilaksanakan, areal hutan villa hijau dinilai cocok berdasarkan beberapa kriteria, di antaranya kondisi habitat, keberadaan pesaing, aksesibilitas dan potensi keberadaan pakan, serta lokasinya yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Proses perawatan, pemeliharaan serta penjagaan kedua satwa yang dilindungi oleh Peraturan Menteri LHK Nomor 106/2018 ini dilakukan secara intensif oleh Taman Safari Bogor dan didukung penuh oleh PT. Smelting, KLHK, PSSEJ, TNGHS dan TNGGP. Setidaknya selama 2 tahunan inilah proses perawatan serta pemeliharaan dilakukan dengan monitoring ketat.

Untuk mendukung kegiatan pelepasliaran, selama periode tanggal 16-23 Januari 2023, Taman Safari Indonesia dan PT Smelting juga melakukan roadshow sosialisasi pelepasliaran Elang Jawa ke beberapa sekolah di Bogor, seperti SD Regina Pacis Bogor, SD Kreativa Bogor, SD BPK Penabur Bogor dan ke beberapa lembaga konservasi lainnya, seperti Taman Margasatwa Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, dan Taman Impian Jaya Ancol.

Selain itu, para pihak juga melakukan webinar untuk Himpro satwa liar se-Indonesia dan sosialisasi untuk masyarakat sekitar area pelepasliaran. Rencananya, setelah dilepasliarkan ini, Jelita dan Parama tetap akan tetap menjalani monitoring melalui alat deteksi selama 6 bulan ke depan. Langkah ini diambil untuk mendeteksi kondisional kedua satwa langka kebanggaan Indonesia ini di alam bebas.

Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat yakni Taman Nasional Ujung Kulon hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo (Alas Purwo). Namun penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.

Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai, seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 mdpl. Pada umumnya tempat tinggal Elang Jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai habitat hidupnya.

Taman Safari Bogor, KLHK, PSSEJ, TNGHS dan TNGGP dengan dukungan PT. Smelting mengambil langkah menjaga eksistensi dan populasi Elang Jawa karena kawasan Gunung Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu kawasan endemik mereka.

PT. Smelting sendiri merupakan fasilitator smelter tembaga pertama di Indonesia. Smelting dalam applied Corporate Social Responsibility (CSR) memang menyasar konservasi alam dan satwa di Indonesia. Eksistensi Smelting menyiapkan peran penyaluran CSR melalui program konservasi alam dan satwa sejak beberapa tahun terakhir telah terbukti membawa andil kuat terhadap pengembangan ekosistem alam, satwa dan humanitas.

Tidak hanya pelepasliaran dan dukungan terhadap konservasi serta kelestarian Elang Jawa saja, Smelting juga mengambil peran penyaluran CSR melalui penghijauan Pantai Utara (Pantura) dengan penanaman mangrove. Kemudian, pendampingan pasien-pasien Tuberkulosis (TB) di Gresik serta sejumlah kegiatan community development desa-desa untuk pengolahan sampah atau limbah.

Related News