Antisipasi Dampak Banjir dengan Asuransi
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memfasilitasi realisasi asuransi bagi pembudidaya ikan kecil terdampak banjir, sebagai upaya membantu meringankan dampak kerugian ekonomi akibat bencana alam.
JAKARTA - Tingginya curah hujan beberapa hari belakangan telah menyebabkan banjir cukup parah di sejumlah titik di Tanah Air. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahkan memprediksi cuaca ekstrem akan berlanjut hingga beberapa pekan ke depan. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto mengatakan, curah hujan yang tinggi juga bisa berdampak terhadap aktivitas usaha budidaya ikan di berbagai daerah di Indonesia.
"Kita bisa analisa dari tren kejadian lima tahun terakhir, bahwa faktanya banyak usaha pembudidayaan yang terdampak banjir dan nilai kerugiannya besar. Apalagi berdasarkan tren data BMKG, curah hujan saat ini merupakan yang tertinggi dalam 150 tahun terakhir. Tentu, kita tidak berharap kejadian tersebut terulang, namun langkah antisipatif perlu kita dorong," jelas Slamet di Jakarta, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/1).
Baca juga: Mencegah Kepunahan Hiu dan Pari
Karena itu, Slamet pun mengimbau kepada seluruh pelaku usaha budidaya untuk mempersiapkan upaya mitigasi sejak dini. Bagi kawasan yang menjadi langganan banjir, dia berharap untuk melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi dampak kerugian ekonomi, misalnya dengan memanen lebih awal ikan yang dibudidayakan. KKP, kata dia, juga akan memfasilitasi realisasi asuransi bagi pembudidaya ikan kecil terdampak, sebagai upaya membantu meringankan dampak kerugian ekonomi akibat bencana alam.
"Ini diperuntukan bagi pembudidaya ikan kecil yang terdampak bencana seperti banjir, tanah longsor dan lainnya. Oleh karenanya saya mengimbau kepada dinas terkait untuk segera mendata para pembudidaya yang mengalami kegagalan produksi akibat bencana. Nanti datanya kirim ke kami agar segera ditindaklanjuti," jelasnya.
Slamet menambahkan, asuransi bagi pembudidaya ikan kecil ini jangkauan objeknya telah diperluas. Jika semula hanya diperuntukkan bagi usaha budidaya udang, saat ini diperluas untuk usaha budidaya ikan lain seperti bandeng, patin dan budidaya ikan tawar lainnya.
"Kita tahu pembudidaya selain udang, masih didominasi oleh pembudidaya ikan kecil. Di sisi lain, pembudidaya ikan kecil ini sulit bangkit pasca kerugian akibat kegagalan produksi. Oleh karena itu, asuransi ini diharapkan akan meminimalisir dampak kerugian ekonomi dan menstimulan agar usaha budidaya kembali dilakukan," tutup Slamet
Data yang dihimpun KKP, hingga 2019, bantuan pembayaran premi asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil yang terealisasi sebesar Rp7,3 miliar untuk meng-cover luas lahan budidaya seluas 20.837,44 hektare dengan jumlah pembudidaya mencapai 15.026 orang. Secara rinci, data asuransi bagi pembudidaya ikan kecil di 2017 telah meng-cover 3.300 hektare yang diberikan kepada 2.004 orang; pada 2018 meng-cover 10.220 hektare untuk 6.914 orang; dan di 2019 meng-cover 7.316 hektare untuk 6.108 orang. Sedangkan di 2020, target realisasi asuransi dapat meng-cover 5.000 hektare lahan usaha pembudidayaan baru, sehingga akan lebih banyak pembudidaya ikan yang dapat merasakan manfaat asuransi. Adapun anggaran untuk bantuan pembayaran premi asuransi sebesar Rp3 miliar.
Nilai maksimum pertanggungan untuk komoditas udang atau polikultur sebesar Rp7,5 juta per hektare per tahun, ikan patin per tahunnya sebesar Rp3 juta per 250 meter persegi, nila tawar dan lele maksimum pertanggungan sebesar Rp4,5 juta per 200 meter persegi per tahun. Sedangkan untuk nila payau, nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp5 juta per hektare per tahun. Komoditas lainnya yaitu bandeng maksimum pertanggungan per tahunnya sebesar Rp3 juta per hektare. Karena sifatnya menstimulan, KKP pun berharap ke depan pembudidaya akan terbiasa mengakses asuransi sejenis secara mandiri.