• 25 April 2024

Mantan Preman jadi Petani Sukses

uploads/news/2020/01/mantan-preman-jadi-petani-37982bcea839e19.jpg

“Saya juga sudah menjalani banyak pekerjaan. Namun, ending-nya enggak enak. Selalu dipecat.

JAKARTA - Bagas Suratman, warga Tangerang, Banten, tak menyangka ia akan menjadi petani sukses. Karena sebelumnya, ia memiliki kehidupan yang pahit. Bayangkan saja, ia pernah bekerja sebagai porter di bandara, kondektur, hingga menjadi preman. Bahkan, ia mengaku dulu sering mabuk-mabukan dan gemar berjudi. Ia juga pernah bekerja di berbagai bidang, walau akhirnya berujung dengan pemecatan.

“Saya juga sudah menjalani banyak pekerjaan. Namun, ending-nya enggak enak. Selalu dipecat,” kata Bagas, seperti melansir Kompascom belum lama ini.

Titik balik perubahan hidup Bagas terjadi setelah ia merenung. Pria tiga anak itu selalu memperhatikan anak-anaknya yang mulai beranjak dewasa dan tentu saja membutuhkan biaya untuk pendidikan.

“Dari melihat anak itulah saya mulai sadar, bahwa saya harus berubah. Apalagi, anak-anak sudah mulai dewasa dan membutuhkan biaya pendidikan,” katanya.

Baca juga: Menanti Bangkitnya Sang Raja Rempah

Pria berusia 38 tahun itu lalu berpikir untuk mendapatkan mata pencarian yang layak. Dirinya ingin membahagiakan keluarga dan orangtuanya. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertani. Ide itu muncul setelah ia sering melihat seorang petani begitu ulet dan telaten menyiram sayur.

“Waktu saya pulang kerja sebagai porter di bandara (Bandara Soekarno-Hatta) naik angkot, karena waktu itu jarang ada motor. Saya sering melihat dia begitu ulet menyiram sayur. Saya jadi tertarik,” cetusnya.

Ia lalu belajar bertani sayur secara otodidak, dengan cara melihat orang lain bertani sayur. Padahal, ia mengaku memang berasal dari keluarga petani. Namun, dulunya ia enggan meneruskan pekerjaan orangtuanya dengan alasan gengsi.

“Waktu itu, saya tidak mau jadi petani karena gengsi. Menjadi petani itu enggak keren,” tuturnya.

Setelah belajar cukup, Bagas lalu mencoba bertani. Ia menyewa lahan tanah tidur seluas 3.000 meter persegi untuk ditanami sayuran dan buah-buahan. Lahan itu berada tepat di pinggir Bandara Soekarno-Hatta.

“Modalnya dari hasil dagang sedikit-sedikit. Sebelumnya saya juga sempat berdagang,” cetusnya.

Hari pun terus berlalu, usaha tani Bagas berjalan lancar. Bahkan, ia sudah mampu menyewa lahan seluas 26 hektare untuk ditanami sayuran dan buah-buahan seperti melon. Ia pun memasok hasil usaha taninya ke pasar-pasar tradisional dan supermarket-supermarket di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, hingga Bekasi (Jabodetabek). Sialnya, pada 2007, ia mengalami musibah. Kebun sayur yang dikelolanya diterjang banjir dan semua tanaman sayur dan buah-buahan juga ikut terendam.

“Padahal, besok mau dipanen. Semuanya habis karena terendam banjir,” kenangnya.

Namun, musibah itu tidak membuatnya menyerah. Bagas memutuskan untuk bangkit dan kembali menjalankan usaha taninya yang sudah dirintis cukup lama itu. Kini, dari transaksi sayuran dan buah-buahan, ia meraup omzet kotor hingga Rp15 juta per hari. Pendapatan itu belum dipotong untuk membayar gaji pekerja dan biaya lainnya.

Merangkul Pengangguran

Dalam menjalankan usaha tani sayuran ini, Bagas menyebut bukan semata-semata untuk pendapatan diri sendiri. Sejak awal, ia sudah memiliki niat untuk membuka lapangan pekerjaan untuk para pemuda pengangguran yang pernah ia rasakan dahulu kala.

“Tidak penting berapa pendapatan saya. Yang penting adalah bagaimana saya bisa membuka lapangan pekerjaan,” sebutnya.

Ia pun memutuskan merekrut para pemuda pengangguran, pemabuk, mantan preman, dan lain sebagainya, termasuk mantan teman-temannya yang dahulu berkecimpung di dunia yang ia sebut “tak benar” itu. Karena itu, jangan kaget kalau rata-rata para pekerja di kebun Bagas memiliki tato di sekujur tubuhnya.

“Tapi, ada juga dari pesantren dan dari kampung,” cetusnya.

Namun, untuk merekrut para pekerja, ia hanya mengajukan satu syarat, yaitu jujur dan mau bekerja keras.

“Hanya itu syarat yang saya berlakukan. Tidak penting dari kalangan mana. Siapa pun boleh bekerja di sini yang penting memenuhi syarat itu,” tuturnya.

Baca juga:Demi Membuat “Citarum Harum”

Hingga kini, Bagas sudah mempekerjakan 20 hingga 25 orang dan ia juga menyediakan mes bagi para pekerjanya.

“Mes itu kadang dipakai menginap oleh mereka yang belajar bertani di sini,” imbuhnya.

Kisah perjuangan Bagas terbut menginspirasi banyak orang, apalagi setelah kisahnya muncul di media asal Inggris BBC. Hampir setiap hari ia kerap dihubungi banyak orang, dari mulai ingin belajar bertani, mengajak kerja sama, hingga sekadar kagum.

“Banyak orang yang menghubungi saya, baik melalui WhatsApp maupun media sosial. Kalau ada yang ingin belajar, saya sangat terbuka, siapa pun boleh datang,” katanya.

Baca juga: Bisnis Progresif Ikan Cichlid

Bagas pun berpesan kepada anak muda untuk semangat berkarya di bidang pertanian. Ia pun meminta generasi muda untuk melirik pertanian, karena merupakan salah satu mata pencarian utama di Indonesia.

“Bertani itu sentral hidup banyak orang. Bayangkan saja, kalau petani mogok, nanti orang makan apa?” pungkasnya.

Kunci Keberhasilan dalam Varietas Premium

Salah satu kunci keberhasilan Bagas yaitu adanya buah unggulan berupa melon kuning varietas Stella f1. Melon tersebut memiliki tingkat kemanisan yang tinggi, hingga mencapai 18 brix (tingkat kemanisan buah melon).

“Untuk pasar lokal, jenis Stella F1 permintaannya rata-rata satu ton per hari, sedangkan untuk jenis Gracia dan Alicia masing-masing bisa dua sampai tiga ton per hari. Harganya sedang bagus, Rp17.000-Rp20.000 per kilogram,” kata Bagas yang juga Ketua Kelompok Tani Teluk Naga kepada Bisniscom.

Dengan bermodalkan lahan kosong, Bagas yang telah bermitra dengan sejumlah supermarket di Jakarta ini mengatakan, semua tanaman sayur yang diproduksi di lahannya sudah sesuai dengan permintaan pasar, tujuannya untuk menghindari kelebihan pasokan. Tidak hanya pasar domestik, bahkan produk sayuran premium miliknya juga sudah mulai menembus pasar luar negeri.

“Untuk pasar luar negeri, lebih memilih melon varietas Madesta seperti Taiwan dan Timur Tengah, rata-rata permintaannya 15 ton per dua minggu, ungkap Bagas.

Bagas sendiri berencana untuk memperluas areal tanam dengan memanfaatkan lahan milik PT East West Seed Indonesia (Ewindo) yang ada di sekitar bandara dan tidak terpakai.

“Kalau 2017 luas areal tanam masih 24 hektare, maka di tahun 2018 lalu sudah menjadi 26 hektare, harapannya di 2019 bisa lebih dari 31 hektare,” kata petani binaan PT Ewindo ini.

Baca juga: Ikan Patin, Primadona Ekspor Indonesia

Area Sales and Marketing Manager PT Ewindo, Budi Haryono mengatakan, Bagas merupakan salah satu petani binaan yang dinilai telah berhasil, sehingga mampu meningkatkan kemampuan dirinya dari seorang petani menjadi seorang trader.

“Untuk memotivasi petani di daerah lain, Pak Bagas sering kami undang untuk menyampaikan testimoni keberhasilannya kepada petani lain, termasuk melihat langsung di lahan miliknya,” tuturnya.

Budi juga menyebut, untuk di wilayah Teluk Naga, terdapat 35 komunitas petani sayur yang menjadi binaan perusahaan.

“Mereka kami ajak menjadi petani meskipun sebagian awalnya berprofesi bukan sebagai petani seperti pekerja pabrik dan lain sebagainya. Biasanya kami siapkan demplot untuk ditanami berbagai jenis sayuran, kalau mereka melihat caranya mudah dan hasilnya bagus mereka akan bergabung menjadi petani sayuran,” jelasnya.

Budi juga menjelaskan, setiap petugas Ewindo, biasanya membawahi 25 orang, kebetulan di Provinsi Banten termasuk tiga penyuluh berarti di bawahnya terdapat labih dari 100 petani binaan. “Butuh waktu dua tahun agar petani sayur pemula menjadi mandiri yakni mulai dari sekedar mengamati, mencoba, sampai akhirnya budi daya sendiri. Semuanya kami berikan pendampingan agar mendapatkan hasil yang maksimal,” katanya.

Bupati Kabupaten Tangerang, Ahmed Zakit menyatakan jika ia tidak menyangka kalau di wilayah pemerintahannya teradapat petani sukses seperti di Teluk Naga. Ia pun segera menginstruksian Dinas Pertanian setempat untuk memberikan dukungan semua kebutuhan bagi pengembangan sayur.

 

Related News