Waspada Hama Ulat Grayak
“Hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada produksi jagung sebesar 40% di Honduras dan 72% di Argentina.”
JAKARTA - Mursyid, petani jagung Desa Ngilo-ilo, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, harus gigit jari lantaran tanaman jagung miliknya diserang hama ulat grayak frugiperda (UGF). Padahal, tanaman jagung tersebut baru berusia satu bulan. Selain itu, lahan jagung seluas satu hektare milik warga itu juga mengalami kerusakan parah. Pada bagian daun jagung, tampak berlubang karena dimakan ulat. Menurut Mursyid, serangan hama tersebut sudah semakin parah hingga sekarang. Ia menjelaskan, serangan UGF ini baru terjadi saat memasuki musim tanam jagung. Para petani lebih memilih jagung lantaran lahannya berada di lereng gunung.
“Ini satu petak habis, bagian pupus daun dimakan ulat. Untuk mengurangi serangan ulat, saya semprot menggunakan racun serangga,” katanya kepada Detikcom, belum lama ini.
Sementara Parlin, warga lain menambahkan, ia harus membeli benuh jagung baru. Karena, lahan jagung miliknya dipastikan gagal panen. Menurutnya, di awal masa tanam ini, ia sudah mengalami kerugian Rp1 juta yang meliputi biaya benih, pupuk, dan upah buruh tani. Meski diserang ulat, mereka tetap memilih jagung sebagai komoditas yang ditanam. Sebab, para petani sudah paham dengan kondisi lahan.
“Kalau sudah dimakan, ulat pupus jagungnya tidak bisa tumbuh, harus tanam baru. Kalau tidak tanam lagi rugi di perawatan, eman-eman (sayang, -red.) lahannya kalau menganggur. Kalau diteruskan juga tidak akan tumbuh sempurna. Baru kali ini kejadian serangan ulat sampai separah ini, bahkan desa tetangga juga tanaman jagungnya diserang,” katanya.
Baca juga: Panen Jagung Mantan Anggota OPM
Meski demikian, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, Medi Susanto mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan dari petani terkait serangan ulat grayak. Medi mengatakan, jika ada laporan, serangannya baru mencapai dua hingga lima hektare dan biasanya akan ada kelompok tani yang menghubungi penyuluh untuk penanganan masalah hama.
“Karena serangan di titik-titik tertentu dan tidak menyeluruh, jadi belum ada laporan ke kami,” katanya.
Selain di Ponorogo, UGF juga menyerang Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dinas Pertanian Kabupaten Garut mencatat, luas lahan tanaman jagung yang diserang UGF mencapai 520 hektare, tersebar di sejumlah kecamatan sejak memasuki musim hujan dengan nilai kerugian materi diperkirakan sebesar Rp2,3 miliar.
“Laporan terakhir sudah di atas 520 hektare mulai menyerang dari umur 7 Hst (hari setelah tanam),” kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Beni Yoga di Garut, seperti melansir ANTARA, Rabu (8/1) kemarin.
Beni menyebut, jajaran Dinas Pertanian Garut telah menerjunkan tim untuk memberantas dan mengantisipasi serangan hama, agar tidak meluas dan merusak tanaman jagung. Ia menyebut, lahan tanaman jagung yang terserang hama yaitu Kecamatan Banyuresmi, Pameungpeuk, Pakenjang, Cilawu, Tarogong Kaler, Wanaraja, Sucinaraja, Leuwigoong, Limbangan, Selaawi, dan Malangbong.Hasil perhitungan sementara di lapangan, katanya, nilai asumsi kerugian petani akibat serangan hama tersebut mencapai Rp2,3 miliar.
“Di mana serangan hama tersebut menyerang secara masif dan penyebarannya cepat. Estimasi kerugian (Rp2,3 miliar) berdasarkan kondisi di lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Serealia Dinas Pertanian Garut, Endang Junaedi menambahkan, luas lahan tanaman jagung yang terserang hama itu masih dalam tahap intensitas ringan. Menurutnya, kondisi tanaman yang terserang hama masih bisa diselamatkan atau dikendalikan apabila petani melakukan cara yang benar dalam memberantas hama dan merawat tanaman. Jika serangan hama tidak segera diatasi, katanya, maka berdasarkan hitungan di lapangan akan menimbulkan kerugian materi sebesar Rp2,3 miliar.
“Untuk itu, kita bersama petani melakukan gotong royong agar dalam pengendaliannya tepat, sehingga tanaman jagung itu masih bisa terselamatkan. Potensi kerugian Rp2 miliar itu masih asumsi, artinya bukan kerugian sebenarnya. Untuk itu, kita berupaya mengatasi masalah serangan hama itu,” katanya.
Langkah Waspada
Munculnya hama UGF sebenarnya sudah diantisipasi oleh Kementerian Pertanian yang berupaya mengamankan produksi jagung dari ancaman serangan hama ulat grayak yang juga mewabah di beberapa negara. Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari Kementan, Enie Tauruslina Amrullah mengatakan, Kementan beberapa kali sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang serangan hama tersebut.
“Hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada produksi jagung sebesar 40% di Honduras dan 72% di Argentina. Kita upayakan betul jangan sampai terjadi seperti itu di Indonesia,” katanya dalam keterangan resminya belum lama ini.
Ia menjelaskan, ulat grayak yang bernama latin Spodoptera frugiperda atau “fall armyworm”, merupakan hama invasif penting yang menyerang tanaman jagung pada beberapa negara di dunia. Hama ini sudah menyebar ke negara-negara lain seperti Afrika, India, Thailand, China, dan Myanmar. Dalam satu malam, S.frugiperda mampu terbang sejauh ratusan kilometer dengan bantuan angin. Sementara, di negara asalnya, Amerika Serikat, S. frugiperdai dapat berpindah sejauh 1.700 kilometer dari Texas ke Florida pada musim semi hingga musim gugur.
Enie menyebut, hasil pemantauan yang dilakukan BBPOPT pada periode April-Juli 2019, hama UGF telah ditemukan di 12 provinsi yang ada di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Gorontalo. Selain 12 provinsi yang telah dimonitoring oleh BBPOPT, serangan UGF juga telah dilaporkan terjadi di beberapa provinsi lainnya di antaranya Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Jawa Timur.
Pada serangan awal, katanya, ulat memakan lapisan epidermis daun. Pada serangan lanjutan, larva memakan daun-daun hingga ke pucuk tanaman serta terlihat lubang-lubang pada daun jagung. Selanjutnya pada tingkat serangan yang tinggi, sahabat tani dapat menemukan kotoran dari larva pada tanaman jagung seperti sebuk gergaji.
“Selain menyerang daun, ulat grayak juga dapat menyerang tongkol jagung. Sedangkan hasil pemantauan di lapangan, serangan ulat lebih banyak ditemukan pada tanaman jagung yang masih muda dibandingkan dengan tanaman jagung yang sudah masuk fase generatif,” paparnya.
Baca juga: Jagung Talenta Laris Manis
Di Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten, BBPOPT Kementan melakuakn pengamatan dan menemukan serangan S. frugiperda pada padi umur 10-70 Hst. Varietas yang ditanam petani saat itu yaitu Bisi 18 dan Suma di areal seluas 25 hektare dan intensitas serangan ditemukan sekitar 25,92%. Enie menyebut, pada tingkat serangan tinggi, petani harus melakukan pengendalian kimiawi dengan insektisida. Namun, dianjurkan untuk menggunakannya secara bijaksana dan hindari penggunaan berspektrum luas. Aplikasi insektisida ini diberikan di pucuk tanaman jagung karena larva S. frugipera umumnya ditemukan di sekitar pucuk tanaman jagung.
“Kalau untuk wilayah di Kecamatan Jawilan tersebut dilakukan dengan racun bahan aktif BPMC. Bahan racun diberikan dari Provinsi Banten. Jadi, kami juga koordinasi aktif dengan pemerintah daerah,” katanya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Edy Purnawan menyatakan, sejak ditemukannya hama ulat grayak pada Maret 2019 di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Barat, telah mengambil langkah-langkah antisipasi.
“Kami sudah mengirimkan surat edaran kepada Dinas Pertanian dan BPTPH untuk Provinsi di seluruh Indonesia. Kami ingatkan, untuk meningkatkan kewaspadaan dari bahaya hama ulat grayak,” katanya dalam keterangan tertulis belum lama ini.
Selain itu, ia juga merekomendasikan langkah-langkah penanganan hama S.fugipera sebagai berikut. Pertama, melakukan sosialisasi kepada petugas lapangan dan petani tentang hama S.frugiperda dan penanganannya melalui media pamflet/leaflet/booklet (cetak dan/atau elektronik). Kedua, melakukan bimbingan teknis kepada petugas lapangan (POPT, Penyuluh) dan masyarakat/petani tentang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) S.frugiperda. Ketiga, melakukan gerakan pengendalian di daerah-daerah yang terkena S.frugiperda.
Keempat, mengusulkan penyediaan insektisida yang efektif mengendalikan S.frugiperda. Kelima, melakukan perbanyak agens pengendali hayati dengan mengoptimalkan peran Pos Pelayanan Agens Hayati (PPAH). Keenam, berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk monitoring dan surveilans S.frugiperda.