Mengoptimalkan Sumber Daya Laut Natuna
Selain memperkuat keamanan dan kedaulatan Laut Natuna, Pemerintah juga ingin meningkatkan sumber daya laut Natuna.
JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengunjungi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau bersama Menteri Kelautan, Edhy Prabowo. Menurut Mahfud, kunjungannya kali ini untuk menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo jika kedaulatan Indonesia tidak bisa ditawar.
“Instruksi Presiden agar volume patroli ditingkatkan dan kita menjaga kedaulatan laut kita. Hari ini kami melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga membahas mengenai pengelolaan Natuna ini,” katanya dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu (15/1) kemarin.
Baca juga: Komitmen Edhy Berantas Illegal Fishing
Tak hanya mengenai keamanan dan kedaulatan, dalam rapat yang dilakukan di atas geladak kapal perang KRI Semarang - 594 itu juga membahas upaya peningkatan sumber daya laut Indonesia, khususnya di perairan Natuna.
“Makanya di sini (Natuna) akan dibangun sentra kegiatan ekonomi dengan tetap menjaga keamanan laut kita. Antara lain kita akan memperbanyak nelayan kita di sini dengan tetap memprioritaskan nelayan-nelayan setempat,” kata Mahfud.
Di tempat yang sama, Edhy Prabowo mengatakan, pihaknya tengah meninjau kesiapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan melaut para nelayan di Natuna, seperti bantuan kapal, sarana pelelangan ikan, cold storage, solar, air bersih, dan sarana penunjang lainnya.
"Sebelumnya sudah ada bantuan puluhan kapal tapi dari fiber, mereka inginnya kayu. Kami sudah ingatkan, kapal kayu, kapal kayu. Tapi yakin, pemerintah bisa dan sedang kami persiapkan," kata Menteri Edhy.
Baca juga: Antisipasi Dampak Banjir dengan Asuransi
Ke depan, Edhy mengatakan, KKP juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan nelayan. Sebab, sambung Edhy, nelayan di Natuna tidak hanya membutuhkan kapal yang mumpuni untuk melaut, nelayan Natuna juga masih mengeluhkan sulitnya bahan bakar, cold storage, dan sarana pelelangan ikan.
“Sekarang ada SKPT (Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu) yang sudah dibangun pemerintah. Ke depan kita akan terus optimalkan SKPT ini," tutup Edhy.
Potensi Laut di Natuna
Belakangan ini, konflik Indonesia-China di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kepulauan Natuna ramai diperbincangkan dan bukan hal yang baru. Seperti melansir Tirto, peristiwa serupa pernah terjadi pada Maret 2016, saat delapan nelayan China ditangkap petugas Kapal Pengawas Hiu 11 KKP. China pun merasa tak bersalah, karena menganggap perairan Natuna merupakan lokasi penangkapan ikan tradisional. Lokasi itu diklaim China merupakan bagian dari kawasan di Laut China Selatan yang berbentuk U - dikenal dengan Sembilan Garis Putus (Nine Dash Line) - yang dideklarasikan China pada 1947.
Karena itu, kapal-kapal nelayan China terlihat tak gentar saat keluar-masuk Laut Natuna, walau klaim Indonesia terhadap ZEE Kepulauan Natuna berdasarkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Beberapa pengamat, melihat jika kawasan tersebut memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah seperti perikanan.
Berdasarkan studi identifikasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011, potensi ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun. Angka itu hampir 50% dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 711-Laut China Selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata) yang menyentuh 1.143.341 ton per tahun. Kekayaan sumber laut juga dicatat dalam Putusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 47 Tahun 2016. KKP mencatat laut Natuna dipenuhi berbagai jenis ikan, mulai dari ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang penaeid, lobster, kepiting, rajingan, hingga cumi-cumi.
Baca juga: Sepak Terjang KKP selama 2019
Potensi kedua yaitu kandungan minyak dan gas (migas) yang ada di dalamnya. Sesuai ketentuan UNCLOS, negara yang memiliki hak atas ZEE berhak memanfaatkan sumber daya alam sampai ke dasar laut terutama bila terdapat kandungan migas.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Block East Natuna mempunyai kandungan volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebanyak 222 triliun kaki kubik (tcf), serta cadangan sebesar46 tcf. Blok tersebut dikembangkan oleh Pertamina bersama Exxonmobil dan PTT Exploration and Production Plc (PTTEP) di dalam satu konsorsium. Tak hanya itu, Kementerian ESDM juga melirik potensi kandungan minyaknya. Potensi minyak di blok itu mencapai 36 juta barel minyak, namun baru dimanfaatkan sekitar 25.000 barel minyak.
Potensi lain yang tidak bisa diabaikan yaitu posisi Laut Natuna sebagai jalur perdagangan yang strategis. Diperkirakan Laut Natuna menjadi rute utama bagi sepertiga pelayaran dunia. Sistem Monitoring Skylight atau sistem pemantau dengan teknologi penginderaan jarak jauh mencatat, jumlah kapal yang lalu-lalang mencapai 1.000 unit per harinya.
Baca juga: SILAT Pangkas Proses Perizinan Kapal
Selain kaya sumber daya alam, Laut Natuna juga tercatat memiliki kekayaan sistus sejarah. Dalam jurnal yang ditulis Shinatria Adhityatama dan Priyatno Hadi Sulstyarto dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Natuna disebut memiliki situs karang antik. Banyak peninggalan keramik utuh yang bisa diambil, bahkan diperdagangkan dari dasar laut tersebut. Masa peninggalannya juga beragam, mulai dari 960-1279 Masehi masa Dinasti Song, hinggaa abad ke-17 masa Dinasti Qing. Sebagian besar keramik tersebut merupakan barang niaga dari luar Nusantara atau barang impor di masa silam.