Jajar Legowo Atasi Keterbatasan Air
“Panen beberapa waktu lalu hasilnya belum maksimal, sehingga saya tanyakan berapa hasilnya, kata mereka hanya lima ton. Setelah dilakukan diskusi bersama para petani setempat, rupanya di kawasan itu belum pernah didampingi menggunakan teknologi.”
PALU - Badan Pengkajian Teknologi Petanian (BPTP) Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Sulawesi Tengah tengah mengembangkan sistem tanam padi, “jajar legowo” di kawasan pertanian di Pue Bongo, Kelurahan Bayaoge, Kecamatan Tatanga, Kota Palu. Sistem jajar legowo merupakan teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan melalui varietas unggul.
Sistem tanam ini, diyakini dapat meningkatkan produksi padi bagi petani di kawasan itu dari sebelumnya hanya lima ton per hektare bisa menjadi tujuh ton per hektarenya. Kepala BPTP Balitbangtan Sulteng, Fery Fachruddin Munier mengatakan, untuk langkah awal, saat ini pihaknya tengah melakukan percobaan di lahan seluas satu hektare. Menurutnya, langkah tersebut dilakukan karena hasil panen para petani dinilai sangat minim.
"Panen beberapa waktu lalu hasilnya belum maksimal, sehingga saya tanyakan berapa hasilnya, kata mereka hanya lima ton. Setelah dilakukan diskusi bersama para petani setempat, rupanya di kawasan itu belum pernah didampingi menggunakan teknologi. Sehingga dengan sisa anggaran yang ada kami upayakan untuk memaksimalkan hasil padi mereka dengan membawa bibit percontohan," kata Fery kepada JagadTani.id belum lama ini.
Baca juga: Memulihkan Lahan Pertanian Pascabencana
Fery menyebut, sistem tanam jajar legowo ini merupakan langkah awal. Itulah kenapa, lanjutnya, metode tanam baru itu hanya menggunakan lahan seluas satu hektare. Selain itu, pihak BPTP juga masih akan memantau pertumbuhan padi tersebut karena minimnya pasokan air di areal sawah seluas 12 hektare tersebut.
"Kami menggunakan kualitas unggul, ada Inpari 30 dan padi gogo, kenapa padi gogo, untuk jaga-jaga kalau memang masih kekurangan air, padi gogo masih bisa bertahan di lahan kering," terangnya.
Keterbatasan Air
Sekedar info saja, areal pertanian yang berada di tengah kota tersebut, merupakan kawasan pengembangan pertanian di Kota Palu khususnya tanaman padi dengan luasan kurang lebih 20 hektare. Seiring berjalannya waktu terjadi perubahan. Sebagian besar konversi lahan pertanian diakibatkan atas ekses pembangunan seperti perumahan. Akibatnya, areal pertanian saat ini terkendala pasokan air.
Selain itu itu, kondisi tak terduga juga terjadi pada 2018 lalu. Sebelum bencana gempa bumi, hasil pertanian di kawasan itu masih produktif, ada padi dan berbagai macam tanaman sayuran karena kawasan itu salah satu penyangga di salah satu pasar terbesar di Kota Palu. Karena keterbatasan air, sehingga hasil pertanian mereka tidak lagi maksimal.
"Sekarang sawahnya hanya 12 hektare dapat digunakan. Tapi tidak mengapa. Namun itu bisa lebih kalau saja jaringan irigasinya terpenuhi," tegas Fery.
Baca juga: Tiga Satwa Liar Terancam Punah
Fery berharap, jika pengembangan sistem tanam jajar legowo ini berhasil, para petani yang masih menanam tanaman hortikultura bisa beralih ke padi.
"Tapi kan yang intinya lahan sekitar 12 hektare itu butuh air. Air ada, hanya saja jaringannya yang belum ada," tegas dia lagi.
Sehingga menurutnya, butuh campur tangan pemerintah setempat untuk menyediakan jaringan irigasi sederhana karena ingin meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) 200 saja, dua kali masa tanam berarti sekitar 25 hektare, bisa mendapatkan hasil yang cukup baik.
"Sehingga kami menargetkan jika melakukan pendampingan di kawasan Pue Bongo itu, tujuh ton harus dapat dan itu bukan hanya omongan belaka, kami yakin bisa," tuturnya.
Namun, menurut Fery, jika hasilnya kurang maksimal, masih ada opsi lain. Yaitu mengkombinasikan dengan tanaman jagung, karena jagung nilai jualnya cukup tinggi. Ia pun berharap, keterlibatan BPTP bisa menyemangati para petani untuk tetap melakukan aktivitas bertani. Di samping itu pihak BPTP juga akan mengembangkan jagung dan kedelai.
"Karena menanam kedelai ini juga bermanfaat untuk kesuburan tanah sehingga harus kami kembangkan di areal itu," tandasnya.
Baca juga: Dampak Memberi Makan Satwa Liar
Untuk diketahui, sistem tanam jajar legowo merupakan suatu rekayasa teknologi untuk mendapatkan populasi tanaman lebih dari 160.000 bibit per hektare. Selain meningkatkan populasi pertanaman, penerapan Jajar Legowo ini juga mampu berfotosintesa lebih baik. Untuk penerapannya, lanjut Fery, ada sistem tanam legowo 2:1. Metode ini menurutnya akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per hektare sebanyak 213.300 rumpun serta akan meningkatkan populasi 33,31% dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000 rumpun per hektare.
Alat tanam seperti drum seeder juga diperlukan untuk mengatasi kesulitan dan kelangkaan tenaga kerja tanam. Drum seeder sendiri merupakan jenis alat tanam yang diisi benih siap sebar sekitar 40 kilogram per hektare yang dalam operasional nya membutuhkan tenaga kerja lima hari orang kerja (HOK). Benih direndam dan diperam masing-masing selama 24 dan 48 jam sebelum dimasukkan alat. Jika menggunakan bibit, tanam dapat dilakukan baik secara manual maupun dengan bantuan mesin tanam. Caplak dibutuhkan untuk membuat alur barisan memanjang dan membujur sesuai dengan jarak tanam yang ditentukan. Dibutuhkan sekitar 26 HOK tenaga tanam secara manual dan tiga HOK jika menggunakan mesin transplanter.