Sebanyak 16 ekor Owa Owa dilepasliarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat di salah satu kawasan di SumBar pada Kamis (16/11).
Owa Owa (Hylobates agilis) atau biasa dikenal sebagai ungko dilepaskan menjadi delapan pasang di delapan lokasi yang berbeda.
Delapan pasang Owa Owa tersebut telah dinyatakan sehat secara fisik dan dapat beradaptasi di habitat barunya setelah melalui proses habituasi di sekitar lokasi pelepasliaran selama dua bulan. Sebelum berada di kandang habituasi, enam belas ekor Owa Owa yang dilepas liarkan ini telah melalui proses rehabilitasi selama kurang lebih 3 hingga 7 tahun.
Owa Owa tersebut merupakan hasil sitaan dan hasil penyerahan masyarakat ke BKSDA Sumatera Barat yang kemudian dititiprawatkan untuk direhabilitasi di Yayasan Kalaweit Sumatera. Rangkaian proses rehabilitasi dan training dilakukan untuk mengembalikan sifat liar dari ke-enam belas Owa Owa ini untuk memastikan mereka memiliki sifat alami dan kemampuan bertahan hidup di alam liar.
Owa Owa merupakan hewan monogami yang hidupnya berkelompok, dimana proses memasangkannya menjadi salah satu tahapan yang penting dilakukan sebelum kemudian dinyatakan siap untuk dirilis. Survey lokasi pelepasliaran juga merupakan rangkaian tak terpisahkan dari pelepasliaran Owa Owa ini. BKSDA Sumatera Barat bersama Universitas Andalas dan Universitas Muhamadiyah Sumatera Barat pada bulan Maret 2023 telah melakukan kajian kesesuaian habitat di salah satu kawasan konservasi di Sumatera Barat yang kemudian dijadikan tempat pelepasan saat ini. Setelah rangkaian proses rehabilitasi dinyatakan selesai, kemudian ke-enam belas Owa Owa tersebut dipindahkan ke area pelepasan (habituasi) untuk dikenalkan dengan habitat alaminya sebelum dilepasliarkan.
Untuk memastikan Owa Owa dapat dilepasliarkan, Tim medis telah melakukan rangkaian pemeriksaan kesehatan fisik. Setelah semua Owa dinyatakan sehat secara fisik dan terbebas dari penyakit sehingga tidak akan membawa penyakit ke populasinya di alam, barulah proses selanjutnya dapat dilakukan.
Selama satu tahun kedepan, Owa Owa yang dilepasliarkan ini akan terus dipantau perilakunya setiap hari untuk memastikan mereka mampu bertahan hidup dan menemukan daerah teritorinya.
Plt. Kepala Balai KSDA Sumatera Barat, Lugi Hartanto menuturkan kegiatan pelepasliaran satwa dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada dengan menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak menimbulkan dampak negatif baik untuk satwa, habitat maupun masyarakat sekitar. Tugas penting yang perlu dilakukan adalah pemantauan dan monitoring pasca pelepasliaran untuk memastikan Owa Owa ini dapat beradaptasi secara penuh dan nyaman di “rumah baru”nya. Kami mengapresiasi semua pihak yang terlibat mulai dari proses penegakan hukum, rehabilitasi sampai pelepasliaran Owa Owa ini ke alam.
Tantangan terbesar kelestarian Owa Owa saat ini adalah perburuan dimana para pemburu menangkap bayi Owa Owa dari hutan dengan membunuh induknya. Hal ini menyebabkan penurunan populasi Owa Owa di alam menurun tajam. Mengingat pentingnya fungsi Owa Owa di alam salah satunya sebagai pendistribusian biji-biji pohon di hutan untuk menjaga hutan tetap lestari, menjaga kelestarian Owa Owa menjadi penting. Pelepasliaran ini merupakan salah satu bentuk upaya konservasi yang dilakukan untuk meningkatkan populasi Owa Owa di alam.
Saat ini ke-enam belas Owa Owa ini telah berada di ”rumah baru”nya. Balai KSDA Sumatera Barat bersama Yayasan Kalaweit Sumatera akan terus melakukan pemantauan paska pelepasliaran ini hingga Owa Owa ini dinyatakan telah beradaptasi di rumah barunya.