• 2 May 2024

Bijak Kelola Laut Dengan Perizinan dan Digitalisasi Data

Dalam pengelolaan dan sekaligus pemanfaatan laut harus secara bijak demi memberikan warisan pada generasi mendatang. Untuk menjaga sektor Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya menjaga dengan melalui proses perizinan dan digitalisasi data sebagai faktor penting dalam pengelolaan Kelautan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Ruang Laut Kusdiantoro mengatakan, tantangan pengelolaan laut di Indonesia semakin meningkat dan berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatan ruang laut dan sumber daya sehingga dapat mengancam kesehatan laut.

Untuk itu, saat mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu panelis pada acara Side Event Konferensi Umum UNESCO “Ocean Science as a Pillar of Sustainable Ocean Management” yang berlangsung di Paris, Prancis, Kusdiantoro mengajak para negara di dunia agar mengelola laut secara bijak untuk memberikan warisan kepada generasi selanjutnya.

“Untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang laut dan sumberdaya laut, KKP melakukan pengalokasian kawasan konservasi dan pemanfaatan sumber daya laut serta jasa lingkungan di ruang laut secara berkelanjutan,” kata Kusdiantoro, Sabtu (18/11).

Kusdiantoro menjelaskan, penyelamatan ekologi laut menjadi prioritas yang sangat penting. Salah satunya diwujudkan melalui rencana pengelolaan ruang laut yang mengalokasikan minimal 30 persen untuk kawasan konservasi dan preservasi bagi ekosistem penting di laut. Di samping itu, pemanfaatan sumber daya dan jasa lingkungan di ruang laut dilakukan melalui proses pemberian izin pemanfaatan ruang laut oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Perizinan dasar ini mempunyai status hukum yang kuat karena tanpa kepemilikan izin dalam pemanfaatan ruang laut, maka semua perizinan kegiatan berusaha tidak dapat diproses.

Bijak Kelola Laut, KKP Tekankan Pentingnya Izin dan Digitalisasi Data"Bijak Kelola Laut, KKP Tekankan Pentingnya Izin dan Digitalisasi Data"

Dalam mempersiapkan perencanaan ruang laut ke depan, Indonesia akan mengintegrasikan penggunaan Ocean Big Data dan Ocean Account. Ocean Account telah terbukti menjadi alat yang penting, memberikan wawasan bagi para pembuat kebijakan tentang cara mengukur, mengelola dan meningkatkan sumberdaya laut secara lebih efektif.

“Kami memiliki empat strategi dalam mengembangkan pengelolaan ruang laut (Marine Spatial Planning/MSP) ke depan, yaitu Pertama, menerapkan digitalisasi dari perencanaan hingga pengendalian; Kedua, mendukung pengelolaan kesehatan laut menjadi lebih baik; Ketiga, mendukung penerapan ekonomi biru; dan Keempat, mengurangi konflik pemanfaatan ruang laut melalui transparansi dan partisipasi masyarakat,” tutur Kusdiantoro.

Untuk mendukung pencapaian tersebut, Kusdiantoro juga menugaskan perlunya kerjasama dengan berbagai pihak termasuk negara-negara lain seperti pelatihan, workshop dan sharing knowledge untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas SDM, kerjasama dalam penyiapan pengelolaan ruang laut serta kerjasama lintas batas dalam pengelolaan ruang laut.

Disebutkannya bahwa G20, telah menghasilkan Bali Leaders’ Declaration yang berisi 52 kesepakatan dan terdapat tiga isu penting yang berkaitan dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan laut, yaitu ekonomi biru (blue economy), karbon biru (blue carbon) dan penanganan sampah plastik di laut. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia tentu berkomitmen mengelola pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dengan prinsip ekonomi biru, melalui pemanfaatan pulau-pulau kecil sesuai dengan tipologi, luasan pulau dan topografi pulau dengan memperhatikan aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.

Tak hanya itu, Kusdiantoro pun menyebutkan beberapa tantangan dalam membangun sektor kelautan dan perikanan di Indonesia, seperti masalah pencemaran sampah laut, kemiskinan di wilayah pesisir, perubahan iklim dan praktik IUU fishing. Karenanya, untuk menjawab tantangan tersebut, KKP memiliki lima program prioritas pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis ekonomi biru, yaitu memperluas kawasan konservasi laut dengan target perluasan kawasan konservasi hingga 30 persen dari seluruh wilayah perairan Indonesia pada tahun 2045 (seluas 97,5 juta ha), melakukan penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota, mengembangkan pembangunan budidaya laut, pesisir dan darat secara berkelanjutan, pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi masyarakat nelayan atau Bulan Cinta Laut.

“Kami yakin melalui lima prioritas ekonomi biru, sektor kelautan dan perikanan akan tumbuh menjadi motor penggerak ekonomi nasional dengan tetap menjaga kesehatan laut dan keberlanjutan sumber daya, memperluas sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk dengan perguruan tinggi. Indonesia akan terus mendukung negara-negara dalam menanggapi berbagai tantangan global mencapai SDGs selaras dengan tema Kepresidenan G20 Indonesia, Recover Together – Recover Stronger,” pungkasnya.

Selain Kusdiantoro, pada Side Event Konferensi Umum UNESCO yang dibuka secara resmi oleh Sekretaris Eksekutif Intergovernmental Oceanographic Commission/IOC UNESCO Vladimir Ryabinin juga dihadiri beberapa panelis yaitu Henrik Harboe Special Envoy (Ocean) and Sherpa for the High-Level Panel for a Sustainable Ocean Economy, Norwegia, Nicole Leboeuf Assistant Administrator, National Ocean Service (NOS) NOAA, dan Arran McPherson Assistant Deputy Minister, Ecosystems and Oceans Science, Fisheries and Oceans Canada. Kurang lebih 200 peserta dari seluruh negara anggota UNESCO mengikuti kegiatan tersebut.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyerukan perlunya mendorong dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi laut seiring dengan pemanfaatan laut secara optimal baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya sehingga tak hanya generasi mendatang dapat merasakan manfaat sumber daya kelautan dan perikanan.

Related News